Materi ini
berupa pengantar umum yang mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum
pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Sajian materi ini
dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada bagian berikutnya, yaitu
peningkatan kompetensi, penilaian
kinerja, pengembangan karir
perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi.
A.
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar biasa, memberi
tekanan pada perilaku
manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidupnya. Di bidang
pendidikan, hal ini
memunculkan kesadaran baru
untuk merevitalisasi kinerja guru dan
tenaga kependidikan dalam
rangka menyiapkan peserta
didik dan generasi
muda masa depan yang mampu
merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan
generasi muda sekarang
merupakan manusia Indonesia
masa depan yang hidup
pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk
mengkreasi model-model dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif,
menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global,
keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil
mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya
akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang
gagal mewujudkannya akan
menjadi pecundang.
Aneka perubahan era
globalisasi, agaknya menjadi ciri
khas yang berjalan
paling konsisten. Manusia modern
menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus
perubahan. Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon
manusia yang kuat agar siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta
menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena
penyandangnya mengemban tugas sejati bagi
proses kemanusiaan, pemanusiaan,
pencerdasan, pembudayaan, dan
pembangun karakter bangsa.
Esensi dan eksistensi
makna strategis profesi
guru diakui dalam
realitas sejarah pendidikan di
Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember
2004,
Presiden Soesilo
Bambang Yudhoyono mencanangkan guru
sebagai profesi. Satu
tahun kemudian, lahir Undang-undang (UU) No.
14 Tahun 2005
tentang Guru dan
Dosen, sebagai dasar
legal pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis
harapan untuk melahirkan UU
tentang Guru dan
Dosen telah menempuh perjalanan panjang. Pencanangan
Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu
akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa
guru adalah pendidik
profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pasca lahirnya UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru
dan Dosen, diikuti
dengan beberapa produk hukum
yang menjadi dasar implementasi kebijakan.
Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan
profesi guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga
profesional. Pada tahun 2012 dan seterusnya
pembinaan dan pengembangan profesi
guru harus dilakukan
secara simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis
kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi,
penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, pengawasan etika
profesi, dan sebagainya. Untuk
tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru
untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan
institusi yang terkait.
B.
Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan
tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya
dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus
untuk guru, dilihat
dari dimensi sifat
dan substansinya, alur
untuk mewujudkan guru yang
benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi,
(2) induksi guru pemula berbasis
sekolah, (3) profesionalisasi guru
berbasis prakarsa institusi,
dan (4) profesionalisasi guru
berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan
guru, UU
No. 14 Tahun
2005 tentang Guru
dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008
tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan
lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai
penyediaan guru berbasis
perguruan tinggi. Menurut dua
produk hukum ini,
lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud
adalah perguruan tinggi
yang diberi tugas
oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan/atau pendidikan menengah,
serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan
dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus
memiliki kualifikasi akademik
sekurang-kurangnya
S1/D-IV dan bersertifikat pendidik.
Jika seorang guru
telah memiliki keduanya,
statusnya diakui oleh
negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan,
hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru.
Itu pun jika mereka telah menempuh
dan dinyatakan lulus
pendidikan profesi. Dua
produk hukum ini
menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi
ditetapkan oleh menteri,
yang sangat mungkin
didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa
amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon
peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi
guru diperoleh melalui
program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh
pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel. Keempat,
jumlah peserta didik
program pendidikan profesi
setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program
pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan
melalui ujian tertulis
dan ujian kinerja
sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian
tertulis dilaksanakan secara
komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau
landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,
pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran,
dan evaluasi hasil
belajar; (2) materi pelajaran
secara luas dan
mendalam sesuai dengan
standar isi mata
pelajaran, kelompok mata
pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
secara konseptual menaungi
materi pelajaran, kelompok
mata pelajaran,
dan/atau program yang diampunya.
Kedelapan, ujian kinerja
dilaksanakan secara holistik
dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan
bahwa ke depan hanya seseorang yang
berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau
D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal”
direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak
ada alasan calon
guru yang direkruit
untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia
berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit
untuk menjadi guru, yang
dalam skema kepegawaian
negara untuk pertama
kali berstatus sebagai
calon pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung
bertugas penuh ketika menginjakkan kaki
pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase
prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program
induksi, diidealisasikan guru
akan dibimbing dan
dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu
tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu
tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh
di sana, sangat
mungkin akan menjadi
tidak jelas guru
seperti apa yang
tersedia dan bersedia menjadi
mentor sebagai tandem
itu. Jadi, sunggupun guru
yang direkruit telah
memiliki kualifikasi
minimum dan sertifikat
pendidik, yang dalam
produk hukum dilegitimasi sebagai
telah memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk
memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur
akademik, program induksi
diyakini merupakan fase yang
harus dilalui ketika seseorang
dinyatakan diangkat dan
ditempatkan sebagai guru.
Program induksi merupakan masa transisi
bagi guru pemula
(beginning teacher) terhitung
mulai dia petama
kali menginjakkan kaki di
sekolah atau satuan pendidikan
hingga benar-benar layak
dilepas untuk menjalankan
tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara
teoritis dan empiris
lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman
teoritis calon guru
di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja,
suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa
yang akan diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya, melainkan
semua subsistem yang ada
di sekolah dan
di masyarakat ikut
mengintervensi perilaku nyata
yang harus ditampilkan oleh
guru, baik di
dalam maupun di
luar kelas. Di
sinilah esensi progam
induksi yang tidak dibahas
secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani proses
induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan
tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan
pengembangan profesinya tidak berhenti
di situ. Diperlukan
upaya yang terus-menerus agar
guru tetap memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai
dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan
ilmu pengetahuan dan
teknologi. Di sinilah
esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini
dapat dilakukan atas
prakarsa institusi, seperti
pendidikan dan pelatihan,
workshop, magang, studi banding,
dan lain-lain adalah
penting. Prakarsa ini
menjadi penting, karena
secara umum guru pemula masih memiliki
keterbatasan, baik finansial, jaringan,
waktu, akses, dan sebagainya.
C.
Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat
ini, pengakuan guru
sebagai profesi dan
tenaga profesional makin
nyata. Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga
profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Aktualitas tugas dan
fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1)
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen
untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3)
memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas; (4) memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
(5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja; (7)
memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
(8) memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan (9)
memiliki organisasi profesi
yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah
mengalami perluasan perspektif
dan pemaknaannya. Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 74 Tahun
2008 tentang Guru,
sebutan guru mencakup:
(1) guru -- baik
guru kelas, guru
bidang studi/mata pelajaran,
maupun guru bimbingan
dan konseling atau konselor; (2)
guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas.
Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan
karir profesi guru di masa depan.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada
pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang
bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi.
Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan
tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul
pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan
pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan
profesionalisasi atau proses
penumbuhan dan pengembangan
profesinya. Diperlukan upaya
yang terus-menerus agar guru
tetap memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum
serta kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional
guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi,
seperti pendidikan dan pelatihan, workshop,
magang, studi banding, dan
lain-lain. Prakarsa ini menjadi
penting, karena secara umum guru
masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan
sebagainya.
Peraturan Pemerintah (PP) No.
74 Tahun 2008 membedakan
antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1
atau D-IV. Pengembangan dan
peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau
D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada
perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pendidikan
tenaga kependidikan dan/atau
program pendidikan nonkependidikan
yang terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki
sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka
menjaga agar kompetensi
keprofesiannya tetap sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan
kompetensi dimaksud dilakukan
melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan
kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan
promosi. Upaya pembinaan
dan pengembangan karir guru
ini harus sejalan
dengan jenjang jabatan
fungsional mereka. Pola pembinaan
dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut, diharapkan dapat
menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan
karir guru.
Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi
dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan
proses pendidikan dan
pembelajaran di kelas
dan di luar
kelas. Inisiatif meningkatkan
kompetensi dan
profesionalitas ini harus
sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan
dan perlindungan terhadap guru.
Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru
mengamanatkan bahwa terdapat dua alur
pembinaan dan pengembangan profesi
guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi, dan
pembinaan dan pengembangan karir.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional. Pembinaan dan
pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud dilakukan melalui
jabatan fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesi. Program ini
berfokus pada empat
kompetensi di atas.
Namun demikian, kebutuhan
guru akan program pembinaan dan pengembangan
profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman
tentang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi,
pengembangan metode mengajar, inovasi
pembelajaran, dan pengalaman
tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesi dapat
dilakukan oleh institusi
pemerintah, lembaga
pelatihan (training provider)
nonpemerintah,
penyelenggara, atau satuan
pendidikan. Di tingkat satuan
pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti,
koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan
ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran,
desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh
penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinan
dan pengembangan karir guru terdiri dari
tiga ranah, yaitu
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari
pengembangan karir, kenaikan pangkat
merupakan hak guru. Dalam
kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat
ini termasuk ranah peningkatan karir.
Kenaikan pengkat ini
dilakukan melalui dua
jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka
kredit. Kedua, kenaikan pangkat
karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa.
D.
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu
perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan dan pengmbangan
profesi guru harus
dilakukan secara kontinyu,
dengan serial
kegiatan tertentu. Diawali
dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan
profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi
secara terus-menerus. Merujuk
pada alur berpikir
ini, guru profesional sesungguhnya
adalah guru yang di
dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya
bersifat otonom, menguasai
kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali
dengan penilaian kinerja
dan uji kompetensi. Untuk
mengetahui kinerja dan
kompetensi guru dilakukan
penilaian kinerja dan
uji kompetensi. Atas dasar itu
dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah
yang menjadi salah
satu dasar peningkatan
kompetensi guru. Dengan
demikian, hasil penilaian kinerja
dan uji kompetensi
menjadi salah satu
basis utama desain
program peningkatan kompetensi
guru.
Penilaian kinerja guru
(teacher performance appraisal)
merupakan salah satu
langkah untuk merumuskan program
peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan
amanat yang tertuang
pada Permenneg PAN
dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian
kinerja dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan guru yang sebenarnya
dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja
ini juga akan
diketahui tentang kekuatan dan
kelemahan guru-guru, sesuai dengan
tugasnya masing-masing, baik
guru kelas, guru
bidang studi, maupun guru
bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan
sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Disamping keharusan
menjalani penilaian kinerja,
guru-guru pun perlu
diketahui tingkat kompetensinya
melalui uji kompetensi.
Uji kompetensi dimaksudkan
untuk memperoleh informasi tentang kondisi
nyata guru dalam
proses pendidikan dan
pembelajaran. Berdasarkan hasil
uji kompetensi dirumuskan profil
kompetensi guru menurut
level tertentu, sekaligus
menentukan kelayakannya. Dengan
demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten
atau belum dilihat
dari standar kompetensi
yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan
kompetensi guru memiliki
rasional dan pertimbangan empiris
yang kuat. Penilaian kinerja dan
uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan
profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai dengan upaya
memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena
itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan
formulasi yang sistemik dan sistematik terutama
sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem
distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji
kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan
karir, pengembangan
keprofesian berkelanjutan, pengawasan
etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
sumber :
BAHAN AJAR PLPG
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI
GURU
Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012
Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar