Kamis, 18 November 2010

Mendiknas : Mutasi Kepala Sekolah Kewenangan Kepala Daerah

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG--Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menyatakan, mutasi kepala sekolah tetap menjadi kewenangan kepala daerah atau wali kota dan bupati masing-masing. "Kebijakan yang tertuang dalam Perauran Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 Tahun 2010 itu hanya mengatur tentang rambu-rambu dan kriteria bagi calon kepala sekolah (kasek) saja. Sedangkan kewenangan mutasinya tetap menjadi kewenangan kepala daerah," tegas Mendiknas kepada wartawan di Malang, Sabtu.
Mendiknas menjelaskan, Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tersebut hanya mengatur kriteria dan persyaratan calon kasek saja. Masalah pengangkatan kasek tetap ada di tangan kepala daerah. Persepsi yang selama ini berkembang bahwa pengangkatan kasek harus mendapat persetujuan, bahkan diambil alih langsung oleh Mendiknas itu kurang tepat, sebab bukan itu maksud yang terkandung dalam Permendiknas tersebut.
Mendiknas mengakui, kewenangan pengangkatan seorang kasek tetap ada di daerah. "Saya menyadari betul kewenangan itu, namun saya juga menyadari betul bahwa Kemendiknas harus memberikan rambu-rambu agar penetapannya tidak bermuatan politis," tegasnya.
Ia mengakui, dikeluarkannya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 itu dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan dari kasek. Sebab, banyak daerah yang memberikan jabatan kasek atau jabatan lainnya itu merupakan bagian dari "hadiah" yang diberikan kepala daerah ketika yang bersangkutan memberikan dukungan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Oleh karena itu, katanya, persyaratan dan kriteria jabatan kepala sekolah harus jelas dan tegas. "Bagi yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan jangan dipaksakan, sebab nantinya justru akan mengacaukan kualitas pendidikan itu sendiri," ujarnya.
Sebelumnya beberapa kepala daerah dan pejabat di Kota dan Kabupaten Malang menyatakan penolakannya terhadap pemberlakuan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tersebut karena dinilai "memasung" demokrasi dan memangkas kewenangan daerah. Salah satu yang menyatakan penolakan tersebut adalah Wali Kota Malang peni Suparto. "Daripada mengurusi pengangkatan kasek, Kemendiknas lebih baik mengurusi guru-guru honorer yang belum diangkat dan peningkatan kualitas guru agar pendidikan di Indonesia lebih maju dan berkualitas," tegas Peni belum lama ini.
Sumber http://www.republika.co.id

Senin, 15 November 2010

SEKOLAH KONSERVASI

oleh : Subagio,M.Pd.*)

Kabupaten Kuningan yang akan menuju Kabupaten Konservasi benar-benar serius menata lingkungan, selain Pembangunan Kebun Raya Kuningan, Pengantin Peduli Lingkungan, dan segudang program tentang lingkungan, kini ada lagi gagasan ide untuk rehabilitasi lingkungan yaitu Siswa Baru Peduli Lingkungan ( SERULING ). Pemerintah Kabupaten Kuningan sangat konsen dan serius terhadap perkembangan lingkungan, Kabupaten Kuningan ingin menjadi Kabupaten yang hijau, terjaga lingkungannya, dan setiap jengkal tanahnya dipenuhi oleh tanaman-tanaman yang dapat menjaga ketahanan unsur-unsur yang ada didalamnya baik unsur hara dan air.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten yang kaya akan air, beberapa Kabupaten yang ada disekitarnya sangat ketergantungan air kepada Kabupaten Kuningan, oleh karena itu Kabupaten Kuningan telah berkomitmen untuk menjaga lingkungannya sehingga memberikan manfaat untuk Kabupaten yanga ada disekitarnya.
Pemerintah Kabupaten Kuningan sangat konsen terhadap pembangunan lingkungan terutama yang menyangkut rehabilitasi lahan-lahan kritis dan lahan kosong yang tidak produktif. Program Seruling ini dimaksudkan untuk menanamkan kepedulian para siswa-siswi terhadap lingkungan dengan cara penanaman pohon. Karena sekarang ini perkembangan ilmu dan teknologi telah menuntut generasi muda untuk dapat mengikutinya sehingga kepedulian terhadap lingkungan sedikit terlupakan, oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Kuningan mencanangkan Program ini untuk tetap menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Untuk itu SMPN 2 Cibeureum mendukung program tersebut agar Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi segera terwujud dan akan memberikan manfaat bagi semua pihak.
SMPN 2 Cibeureum dalam rangka mengimplementasikan program tersebut di atas dilaksanakan dengan penuh perhatian yakni : berharap jadi sekolah konservasi. Istilah konservasi mungkin sudah sangat populer di kalangan masyarakat kita, akan tetapi pada kenyataannya konservasi sampai saat ini relatif hanya menjadi jargon yang masih membutuhkan implementasi yang lebih konkrit. Berbagai definisi muncul dari istilah konservasi, namun salah satu definisi yang mungkin bisa mewakili berbagai definisi tersebut adalah apa yang dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi yaitu bahwa konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together/bersama) dan servare (keep/save/memelihara). Apabila diterjemahkan secara istilah memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Apabila dikaitkan dengan tema peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2010 ini “Many Species. One Planet. One Future” atau terjemah bebasnya (Banyak Species, Satu Planet, Satu Masa Depan) yang memberikan gambaran kepada kita akan pentingnya mempertahankan keanekaragaman hayati maka upaya konservasi perlu mendapatkan prioritas pada roda pembangunan negeri ini.
Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dunia pendidikan, serta pihak-pihak lainnya.
Salah satu sektor yang sangat potensial menjadi media dalam pelaksanaan konservasi alam adalah dunia pendidikan atau lebih spesifiknya sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah adalah wahana pembelajaran yang mampu membawa implikasi  positif kepada ruang lingkup yang lebih luas dalam hal ini masyarakat di sekitar siswa dan guru. Upaya pembentukan sekolah yang berwawasan lingkungan merupakan solusi konkrit untuk menjawab permasalahan konservasi selama ini yaitu pemahaman dan perilaku manusia yang masih melihat sumberdaya alam sebagai sumber kebutuhan yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pemahaman ini harus dihapus dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan. Paradigma pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan merupakan makna sebenarnya dari kegiatan konservasi sumber daya alam.   
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dasar dalam upaya menciptakan konsep sekolah konservasi, diantaranya : Prinsip penghematan energi (energy saving), dalam hal ini lebih spesifik kepada penggunaan energi listrik yang kebanyakan di negara kita masih menggunakan sumber yang memanfaatkan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil sebagaimana kita ketahui adalah sumber daya yang terbatas. Konsep penghematan listrik bisa dimulai dari desain bangunan sekolah dengan pencahayaan dan ventilasi yang baik sehingga meminimalisir penggunaan lampu dan pendingin ruangan pada waktu siang hari. 
Prinsip kedua adalah pengelolaan sampah (waste management), yang dapat dilakukan dengan pemilahan sampah dengan penyedian paling tidak dua jenis tempat sampah yaitu organik dan anorganik dan juga pengelolaan sampah organik menjadi kompos untuk skala sekolah. Pada kedua jenis pengelolaan sampah tersebut para siswa diharapkan berpartisipasi aktif didalamnya.
Prinsip ketiga adalah dengan meningkatkan  gerakan gemar menanam bagi para siswa sehingga akan menambah luasan ruang terbuka hijau serta sebagai upaya konservasi air tanah dari pohon yang ditanam. Dari pengalaman yang sudah ada gerakan menanam ini akan lebih menarik apabila dikemas dalam konsep kompetisi antar kelas sehingga lebih menambah semangat para siswa. Khususnya di SMPN 2 Cibeureum pada saat musim hujan seperti sekarang ini sekolah sedang giat-giatnya menanam berbagai jens tanaman mulai dari mangga, rambutan, duku, jeruk, kelengkeng beringin, bambu hias, mahoni, jati , asem kranji dan berbagai jenis tanaman hias lain sehingga konsep sekolah hijau (green school) segera tercapai, dan dapat dijadikan media pembelajaran siswa khususnya mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, IPA Biologi sebagai Laboratorium Alam.
Prinsip berikutnya adalah dengan meningkatkan luas resapan air yang dapat dicapai dengan strategi pembuatan sumur resapan juga pembuatan lubang resapan biopori. Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) kedalam tanah, dengan diameter 10 -30 cm dan kedalaman 100 cm, atau tidak melebihi muka air tanah dangkal. Lubang tersebut kemudian diisi sampah organik sebagai sumber makanan fauna tanah dan akar tanaman yang mampu membuat biopori atau liang (terowongan – terongan kecil) dalam tanah. Jadi selain untuk meningkatkan resapan air, sampah organik pada Lubang Resapan Biopori dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Konsep Lubang Resapan Biopori juga sedang gencar disosialisasikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Konsep sekolah konservasi ini nantinya secara legal formal telah tercakup dalam salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program adiwiyata. Program adiwiyata bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggungjawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Pada akhirnya yang penting bukanlah penghargaan atau hadiah yang menjadi prioritas, tetapi upaya penanaman kepedulian terhadap lingkungan sejak dini di lingkungan sekolah sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup dan mendukung program pembangunan berkelanjutan.
*) penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan

Minggu, 14 November 2010

SEJARAH SINTREN DI KABUPATEN KUNINGAN

SINTREN, adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren sendiri berasal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib).
Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.

Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.

“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.

Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, seni sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang mecari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.

Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, Pabuaran, Cikulak dan Desa Leuweunggajah.

Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta Kecamatan Karangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum)

“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurung itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.

Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama gamelan.

“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribadi sintrennya. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya,” paparnya. *
sumber:
http://prameswariselalu.blogspot.com

Kamis, 04 November 2010

SMPN 2 CIBEUREUM KEMBANGKAN SENI SINTREN

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cibeureum yang beralamat di Desa / Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan Jawa Barat saat ini terus menggali potensi seni tradisional sebagai salah satu kegiatan pengembangan diri / ekstrakurikuler sekolah. Setelah seni Degung dan seni Calung, kini dikembangkan salah satu seni tradisional yang memiliki unsur magik yang punya ciri khas berbahasa Jawa Cirebon, yakni seni Sintren.
Seni Sintren yang baru diperkenalkan para siswa saat pertemuam MKKS SMP Kab. Kuningan tanggal 31 Oktober 2010 lalu tersebut ternyata mendapat aplaus yang luar biasa dari penonton yang sebagian besar adalah Bapak Ibu Kepala SMP se Kabupaten Kuningan, termasuk Ibu Dra. Hj. Sri Sunarsih,M.Pd KASI SMP DISDIKPORA dan Bapak Dedi Supardi,M.Pd. KABID PENDAS DISDKPORA Kabupaten Kuningan yang hadir pada saat pertemuan tersebut.
Kepala SMP N 2 Cibeureum Subagio,M.Pd kepada penulis mengatakan, perkembangan kegiatan pengembangan diri / ekstrakurikuler seni tradisional di sekolah ini mendapat respon yang cukup positif, terbukti beberapa ekstra kulikuler seni yang sudah berjalan telah mendapat hati di masyarakat bahkan sering dipesan untuk mengisi acara-acara tertentu seperti Degung. Upacara Adat, dan Calung.
Kini sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 421 orang ini telah membuka salah satu ekstrakurikuler baru yakni Seni Tradisional Sintren. Sementara sebagai pelatih seni berunsur magik ini Ujet,S.Pd yang sejak masa SMA sering dijuluki anak Dalang Sintren.
"Saya mencoba memperkenalkan seni Sintren di sekolah ini berbekal pengetahuan Seni Sintren yang saya miliki, setelah mendapat persetujuan dari orang tua dan guru-guru seni, maka sekolah mulai melengkapi peralatan untuk Seni Sintren seperti alat musik dari bambu, buyung, kendi serta latihan vokal untuk menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa yang merupakan syarat ketika aksi Sintren berlangsung." jelasnya.
Setelah melewati masa latihan dan merekrut siswa yang berminat masuk Seni Sintren. hasilnya tidak sia-sia, pentas pertama siswa saat pertemuam MKKS SMP Kab. Kuningan bulan Oktober 2010 lalu ternyata mendapatkan respon yang cukup bagus dari penonton termasuk para orang tua siswa yang hadir.
Dengan demikian salah satu eskul seni yang masih baru ini akan terus dikembangkan bahkan akan didaftarkan di Disbudpar Kabupaten Kuningan sebagai salah satu seni unik .milik SMP Negeri 2 Cibeureum yang tidak dimiliki sekolah lain.
Sementara itu Kepala SMP N 2 Cibeureum Subagio,M.Pd yang merupakan alumnus SMA Negeri 1 Cirebon ini lebih jauh mengungkapkan, dengan munculnya seni Sintren di SMP N 2 Cibeureum maka akan menambah daftar khazanah seni di Kuningan khususnya di lingkungan pendidikan dan berharap seni tradisional gagasannya ini akan lestari karena sejauh ini generasi muda lebih condong memilih seni modern seperti Band atau Organ Tunggal dan lainya.
"Untuk kreatifitas siswa dan melestarikan budaya yang sudah ada saya menganjurkan pada para siswa secara keseluruhan dari mulai berlatih musik, lagu yang harus dinyanyikan serta mencari anak yang pas untuk menjadi seorang Sintren," ungkapnya.
Untuk menjadi seorang sintren tidak sembarangan anak, yakni harus yang "masih perawan” jika tidak maka aksi Sintren akan menemui kegagalan, bahkan untuk pentas sendiri seorang yang akan jadi Sintren harus puasa selama tujuh hari.
Sementara itu ditambahkan salah satu pembina Seni di SMP Negeri 2 Cibeureum Kurnia Asih Lestari,S.Pd bahwa keberadaan ekstrakurikuler seni di sekolahnya benar-benar mendapat perhatian serius pihak sekolah terlebih dari kepala sekolah, sehingga para siswa bebas memilih eskul yang sesuai dengan minat dan bakat-nya. Sedangkan munculnya satu seni tradisional berupa Sintren menurutnya sudah mulai diminati siswa yang kini hampir mencapai 20 anak. Hal itu dibenarkan Pembantu Bidang Kesiswaan Toto, S.Pd dia berharap seni tradisional Sintren di sekolahnya juga bisa diterima masyarakat Kuningan dan siap pentas.

Rabu, 03 November 2010

ARTIKEL

Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Oleh : Subagio
Dalam mempelajari manajemen modern yang akan mendukung pelaksanaan tugas dan tanggungjawab perlu dipahami berbagai faktor yang mendasari kegiatan manusia dalam organisasi.
Menurut Drs. B. Suryo Subroto ( 2004 ) yang dimaksud organisasi adalah suatu bangunan lembaga yang merupakan hasil proses pembagian dan penyatuan usaha yang ditunjuka kearah tercapai suatu tujuan, sedangkan manajemen adalah penggunaan efektif sumber-sumber tenaga manusia dan bukan manusia serta bahan-bahan materiil lainnya dalam ranka mencapai tujuan yang telah ditentukan itu.
Dalam bidang pendidikan formal di sekolah yang dimaksud organisasi tidak lain adalah lembaga pendidikan yang berupa “sekolah” itu sendiri, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan harus memahami pula langkah-langkah pokok organisasi dan manajemen, yaitu : tugas-tugas pokok atau kegiatan-kegiatan pokok yang harus dijalankan oleh setiap orang yang mempunyai tanggung jawab untuk memimpin organisasi atau bagian organisasi, sebagai bahan perbandingan perlu dikemukakan konsepsi-konsepsi yang dirumuskan oleh para ahli manajemen
1. Henry Fanyol mengemukakan bahwa tugas-tugas pokok pimpinan itu setelah diterjemahkan terdiri atas : merencanakan ( to Plan ), mengorganisasikan ( to Organize ), menggerakan ( to Command ), mengkoordinasikan ( to Coordinate ), pengendalian ( to Control ).
2. Luther M. gulik, mengemukakan konsepnya dalam POSDICORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgetting ).
3. George Terry: POAC ( Planning, Organizing, Actuiting, Controling ).
Manajemen Pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.Proses pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencangkup perencanaan ( Planning ), pengorganisasian ( Organizing), penggerakan ( Actuiting ), dan pengawasan ( Controling ) sebagai suatu proses untuk menjadika visi menjadi aksi.
Para ahli mengungkapkan manajemen pendidikan berdasarkan sudut pandang dan fokus yang berbeda sesuai konsep teoritis yang melandasinya . Knezhevich ( 1984 : 4 ) menyamakan artii manajemen pendidikan dengan administrasi pendidikan. Engkoswara ( 2001 : 2 ) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta didalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.
Proses manajemen pendidikan memerlukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan, diantaranya adalah pendekatan sistem dan pendekatan terpadu. Pendekatan sistem mempelajarii manajemen dari sudut sistem,sub sistem dan komponen sistem dengan penekanan pada interaksi antara komponen didalamnya. Sedangkan pendekatan manajemen terpadu dilandasi oleh norma dan keadan yang berlaku, menelaah ke masa silam, serta berorientasi ke masa depan secara cermat.
Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan, seperti tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana ( keuangan) sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana dan lingkungan pendidikan.
Paradigma baru manajemen pendidikan harus sejalan dengan semangat Undang-Undang tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Undang-Undang Sisdiknas), Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( UUPD ) , Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dan PP no. 25 tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu bersifat utuh mulai dari perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
Perubahan Sistem Pendidikan Nasional dari Undang-undang nomor 2 tahun 1989 menjadi Undang-undang nomor 20 tahun 2003, merupakan upaya pembaruan pendidikan ke arah peningkatan mutu. Upaya peningkatan mutu pendidikan beralih menjadi tanggung jawab sekolah dengan pola Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Didalam MBS juga tersirat bahwa sekolah mendapat tugas untuk meningkatkan mutu pendidikan, oleh karena itu pelaksanaan MBS harus menggunakan pendekatan manajemen kualitas total ( total quality management ) sehingga MBS berubah menjadi MPMBS ( Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ) Didalam pelaksanaannya MPMBS akan menggunakan prinsip-prinsip manajemen jaminan mutu ( total quality assurance ) dan perencanaan stratejik ( strategic planning ), sehingga setiap sekolah akan berlomba dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Sejalan dengan dimulainya otonomi daerah di kota dan kabupaten, maka pemerintah memberikan otonomi pendidikan ke sekolah dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, melalui undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 butir 1 yaitu : Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah “
Model SBM ( School Based Management ) atau Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia muncul akibat perubahan politik dan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial politik yang berdampak pada perubahan dalam manajemen pendidikan. SBM bertujuan memberdayakan sekolah dengan memberikan kewenangan ( deligation of authority ) kepada sekolah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara berkelanjutan ( quality continous improvement ). SBM sebagai hasil perubahan politik bertujuan pula mendesain pengelolaan sekolah dengan merubah sistem pengambilan keputusan yang semula menjadi wewenang pusat dipindahkan otonominya ke tingkat sekolah.
Sekolah merupakan suatu institusi penyelenggaraan pendidikan, tujuannya adalah tercapainya proses dan output ( keluaran ) yang dihasilkan bertumpu pada nilai-nilai dan transformasi kependidikan. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraannya diperlukan suatu kondisi yang bernuansa kependidikan, termasuk dalam pengelolaan.
Pengelolaan sekolah sangat kompleks dan khas, kompleks berkaitan dengan keterlibatan personal maupun kelompok baik secara internal maupun eksternal. Adapun khas, yakni tujuan yang ingin dicapai berkenaan dengan tuntutan kebutuhan terhadap pendidikan. Dengan demikian diperlukan manajerial sekolah yang dinamis selaras dengan perkembangan tuntutan masyarakat secara umum. Salah satu komponen strategis dalam manajemen sekolah adalah kepala sekolah. Dalam struktur organisasi sekolah negeri, kepala sekolah merupakan jabatan formal. Dalam rangka mencapai tujuan sekolah, maka kepala sekolah harus memenuhi kriteria kepemimpinan kependidikan.
Menghadapi kompleksitas pada jalur sekolah, diperlukan personal yang mempunyai kemampuan untuk meninimalkan kompleksitas masalah. Salah satu komponen personal yang menjadi tumpuan sekolah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan, (a) memandang bahwa sumber daya yang ada guna menyediakan dorongan memadai bagi guru-guru, (b) mencurahkan banyak waktu untuk pengolahan dan koordinasi proses belajar mengajar, dan (c) berkomunikasi secara teratur dengan staf, orang tua, siswa dan anggota masyarakat di sekitarnya.
Pengelolaan sekolah pada dasarnya, proses manajemen yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan berkesinambungan. Secara umum proses tersebut, berkenaan dengan pembangunan sekolah, keuangan sekolah, personal sekolah, fasilitas dan proses belajar mengajar. Keseluruhan aspek itu, hakikatnya sangat ditentukan oleh karakteristik kemampuan kepemimpinan, komunikasi internal dan eksternal dalam mencapai tujuan sekolah.
Kepemimpinan kepala merupakan inti dari manajemen sekolah, memang demikianlah halnya menurut Siagian, Sondang P, ( 2003:6 )karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat ( resources ) yang tersedia bagi suatu organisasi. Resources ini digolongkan kepada dua golongan besar yakni : (1) human resources; (2) non human resources. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan dimana mausia bekerja sama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas mencapai tujuan yang telah ditetapkan *****