Jumat, 18 Februari 2011

BEASISWA PROGRAM SAMPOERNA

Beasiswa Program Sampoerna Academy

SMA Sampoerna (Sampoerna Academy), Bogor Campus
Sekolah Bertaraf Internasional Berasrama
Tahun Akademis 2011/2014


Sebagai bagian dari Program Sampoerna Academy, SMA Sampoerna (Sampoerna Academy), Bogor Campus, dengan dukungan dari Sampoerna Foundation menerapkan program sekolah bertaraf internasional berasrama. Program ini memberikan beasiswa penuh bagi 200 siswa untuk masa studi selama 3 tahun, dari tahun ajaran 2011/2012 hingga 2013/2014 yang ditujukan untuk siswa terbaik dari seluruh Indonesia.

Kombinasi antara kurikulum internasional IGCSE dari Cambridge University dan kurikulum nasional (KTSP), serta didukung oleh pendidikan asrama (boarding education), merupakan salah satu keunggulan sekolah ini. Sekolah menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk beberapa mata pelajaran, dan dilengkapi dengan fasilitas belajar mengajar yang lengkap.

Beasiswa Program Sampoerna Academy yang bernilai total Rp. 150.000.000,- per siswa selama 3 tahun, mencakup:

1. Biaya pendidikan
2. Biaya tempat tinggal dan makan di asrama
3. Buku pelajaran
4. Asuransi kesehatan
5. Seragam

I. Persyaratan Dasar

1. Warga Negara Indonesia kelas 3 SMP berusia antara 14 – 16 tahun
2. Memiliki nilai akademik rata-rata minimum 7.5 dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 (semester ganjil)
3. Peringkat 15 besar di kelas 3 SMP (semester ganjil)
4. Berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.

II. Persyaratan Dokumen

1. Formulir aplikasi yang telah diisi lengkap dan ditandatangani
2. Fotokopi rapor (lengkap) dari kelas 1 (semester 1) SMP sampai dengan kelas 3 (semester 5)
3. Fotokopi Kartu Keluarga
4. Fotokopi KTP Orang Tua (Bapak & Ibu) / Wali
5. Fotokopi ijasah atau sertifikat training Bahasa Inggris, bukti keanggotaan suatu organisasi atau perkumpulan, penghargaan lain bisa dilampirkan (opsional, jika ada)
6. Pasfoto berwara ukuran 4x6 sebanyak 2 buah
7. Surat Keterangan Penghasilan Orang Tua (slip gaji) atau Surat Keterangan Tidak Mampu dari RT setempat (harus melengkapi salah satu)
8. Fotokopi rekening listrik / bukti pembayaran sewa rumah tiga bulan terakhir.

III. Jadwal Seleksi

Registrasi 11 April 2011 Batas waktu formulir aplikasi beserta semua dokumen pendukung diterima oleh Sampoerna Foundation, tidak berdasarkan cap pos
Proses Seleksi Minggu II April s/d II Mei 2011 Penilaian dokumen, interview dan proses seleksi lainnya
Pengumuman Minggu IV Mei 2011 Pemberitahuan pemenang beasiswa

Untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi situs kami: www.sampoernafoundation.org atau menghubungi bagian beasiswa program Sampoerna Academy di telepon bebas pulsa: 0-800-1-900009 (Senin s/d Jumat, jam 09.00 s/d 17.00 WIB) atau melalui e-mail: delfi.lora@sampoernafoundation.org

MANAJEMEN KESISWAAN ( PESERTA DIDIK ) SMP

By : admin

Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan. Kesamaan-kesamaan itu dapat ditangkap dari kenyataan bahwa mereka sama-sama anak manusia, dan oleh karena itu mempunyai kesamaan-kesamaan unsur kemanusiaan. Fakta menunjukkan bahwa tidak ada anak yang lebih manusiawi dibandingkan dengan anak lainnya; dan tidak ada anak yang kurang manusia dibandingkan dengan anak yang lainnya. Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan kensekuensi samanya hak-hak yang mereka punyai. Di antara hak-hak tersebut, yang juga tidak kalah pentingnya adalah hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu.

Samanya hak-hak yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling). Dalam sistem demikian, layanan yang diberikan diaksentuasikan kepada kesamaan-kesamaan yang dipunyai oleh anak. Pendidikan melalui sistem schooling dalam realitasnya memang lebih bersifat massal ketimbang bersifat individual. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sistem schooling memang lebih memberi porsi bagi layanan atas kesamaan dibandingkan layanan atas perbedaan.

Sungguhpun demikian, layanan yang lebih diaksentuasikan kepada kesamaan anak ini, kemudian digugat. Gugatan demikian, berkaitan erat dengan pandangan psikologis mengenai anak. Sungguhpun anak-anak manusia tersebut diyakini mempunyai kesamaan-kesamaan, ternyata jika dilihat lebih jauh sebenarnya berbeda. Pandangan ini kemudian menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan, bahwa di dunia ini tak ada dua anak atau lebih yang benar-benar sama. Dua anak atau lebih yang kelihatan samapun, misalnya saja si kembar, pada hakekatnya adalah berbeda. Oleh karena berbeda, maka mereka membutuhkan layanan-layanan pendidikan yang berbeda. Layanan atas kesamaan yang dilakukan oleh sistem schooling tersebut dipertanyakan, dan sebagai responsinya kemudian diselipkan layanan-layanan yang berbeda pada sistem schooling tersebut.

Ada dua tuntutan, yakni aksentuasi pada layanan kesamaan dan perbedaan anak itulah, yang melahirkan pemikiran pentingnya pengaturan. manajemen peserta didik tingkat satuan pendidikan, adalah kegiatan yang bermaksud untuk mengatur bagaimana agar tuntutan dua macam layanan tersebut dapat dipenuhi di sekolah.

Baik layanan yang teraksentuasi pada kesamaan maupun pada perbedaan peserta didik, sama-sama diarahkan agar peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Sebagai akibat dari adanya perbedaan bawaan peserta didik, maka akan ada peserta didik yang lambat dan ada peserta didik yang cepat perkembangannya. Kompetisi yang sehat akan memungkinkan jika ada usaha dan kegiatan manajemen, ialah manajemen peserta didik tingkat satuan pendidikan. demikian juga peserta didik yang bermasalah sebagai akibat dari adanya kompetisi akan dapat ditangani dengan baik manakala manajemen peserta didik tingkat satuan pendidikan-nya baik.

Dalam upaya mengembangkan diri tersebut, ada banyak kebutuhan yang sering kali tarik-menarik dalam hal pemenuhan pemrioritasnnya. Di satu sisi, para peserta didik ingin sukses dalam hal prestasi akademiknya, di sisi lain, ia ingin sukses dalam hal sosialisasi dengan sebayanya. Bahkan tidak itu saja, dalam hal mengejar keduanya, ia ingin senantiasa berada dalam keadaan sejahtera. Pilihan-pilihan yang tepat atas ketiga hal yang sama-sama menarik tersebut, tidak jarang menimbulkan masalah bagi para peserta didik. Oleh karena itu diperlukan layanan tertentu yang dikelola dengan baik. manajemen peserta didik tingkat satuan pendidikan berupaya mengisi kebutuhan tersebut.

Batasan Manajemen Peserta Didik
Secara etimologis, kata manajemen merupakan terjemahan dari management (bahasa Inggris). Kata management sendiri berasal dari kata manage atau magiare yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen, terkandung dua kegiatan ialah kegiatan pikir (mind) dan kegiatan tindak-laku (action) (Sahertian, 1982).

Terry (1953) mendefinisasikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain (Management is the accomplishing of the predertemined objective throug the effort of other people). Sementara itu, Siagian (1978) mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan. Di lain pihak, The Liang Gie (1978) memberikan batasan manajemen sebagai segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang atau mengarahkan segala fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari semua pendapat itu, jelaslah bahwa manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih yang didasarkan atas aturan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dua orang atau lebih yang bekerjasama tersebut, karena adanya aturan-aturan tertentu, ada yang bertindak selaku manajernya ada yang bertidak sebagai yang dimanajerinya. Orang yang mengelola tersebut ketika mengerjakan pekerjaannya tidak dengan menggunakan tangan sendiri melainkan tangan orang lain; sementara orang-orang yang dimanaj dalam bekerja dengan menggunakan tangan sendiri. Dalam bekerja tersebut, baik yang menjadi manajernya maupun yang dimanaj, dapat mendayagunakan prasarana dan sarana yang tersedia.

Peserta didik, menurut ketentuan umum Undang-undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Pada taman kanak-kanak, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 27/1990, disebut dengan anak didik. Sedangkan pada pendidikan dasar dan menengah, menurut ketentuan pasa 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 dan Nomor 29 tahun 1990 disebut dengan siswa. Sementara pada perguruan tinggi, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 tahun 1990 disebut mahasiswa.

Peserta didik ini juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid, subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebutan sebutan yang berbeda pada tulisan ini mempunyai maksud yang sama. Apapun istilahnya, yang jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.

Apa yang dimasud dengan Manajemen Peserta Didik? Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individuan seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.

Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Yang diatur secara langsung adalah segi-segi yang berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung. Pengaturan terhadap segi-segi lain selain peserta didik dimaksudkan untuk memberikan layanan yang sebaik mungkin kepada peserta didik.

Ruang lingkup manajemen peserta didik adalah sebagai berikut: (1). Perencanaan peserta didik, termasuk di dalamnya adalah: school census, school size, class size dan efektive class. (2.) Penerimaan peserta didik, meliputi penentuan: kebijaksanaan penerimaan peserta didik, sistem penerimaan peserta didik, kriteria penerimaan peserta didik, prosedur penerimaan peserta didik, pemecahan problema-problema penerimaan peserta didik. (3). Orientasi peserta didik baru, meliputi pengaturan: hari-hari pertama peserta didik di sekolah, pekan orientasi peserta didik, pendekatan yang dipergunakan dalam orientasi peserta didik, dan teknik-teknik orientasi peserta didik. (4). Mengatur kehadiran, ketidak-hadiran peserta didik di sekolah. Termasuk di dalamnya adalah: peserta didik yang membolos, terlambat datang dan meninggalkan sekolah sebelum waktunya. (5). Mengatur pengelompokan peserta didik baik yang berdasar fungsi persamaan maupun yang berdasarkan fungsi perbedaan (6). Mengatur evaluasi peserta didik, baik dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar, bimbingan dan penyuluhan maupun untuk kepentingan promosi pserta didik. (7). Mengatur kenaikan tingkat peserta didik. (8). Mengatur peserta didik yang mutasi dan drop out. (9). Mengatur kode etik, pengadilan dan peningkatan disiplin peserta didik. (10). Mengatur layanan peserta didik yang meliputi : a. Layanan kepenasehatan akademik dan administratif. b. Layanan bimbingan dan konseling peserta didik. c. Layanan kesehatan baik fisik maupun mental. d. Layanan kafetaria. e. Layanan koperasi. f. Layanan perpustakaan. g. Layanan laboratorium. h. Layanan asrama. i. Layanan transportasi. (11). Mengatur organisasi peserta didik yang meliputi : a. Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). b. Organisasi Pramuka di sekolah. c. Palang Merah Remaja (PMR) d. Club Olah Raga e. Klub Kesenian. f. Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) g. Kelompok Studi. h. Club Pecinta Alam i. Peringatan Hari Besar. j. Pesta Kelas. k. Organisasi Alumni.

Kamis, 17 Februari 2011

CIRI CIRI SEKOLAH BERMUTU

Oleh : Subagio,M.Pd.*)

Memasuki awal tahun pelajaran baru para orang tua sering bingung memikirkan kelanjutan pendidikan putera-puteri mereka., walaupun belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering mengklarifikasi eksistensi sekolah dan kemajuannya sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana utama sebelum menjatuhkan pilihan.

Orang arif menasehati, kalau mau berguru ilmu silat datanglah kepada pendekar ulung yang terkenal. Kalau mau belajar agama, datanglah kepada kyai yang tersohor. Kalau mau kuliah, datanglah ke kampus yang di dalamnya bertebaran guru besar. Dan kalau mau sekolah masuklah ke sekolah yang bermutu.

Animo yang berkembang di masyarakat mengindikasikan adanya kecenderungan orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang bermutu sebagai upaya untuk membangun masa depan anak yang prospektif. Berbagai upaya mereka lakukan agar harapan tersebut bisa terealisasi bahkan sejumlah biaya mereka siapkan manakala mereka harus memenuhi persyaratan finansial.

Profil sekolah yang bagaimanakah yang mendapat trust (kepercayaan) dan mendapat label sekolah bermutu? Untuk menjawab pertanyaan ini penjabarannya cukup kompleks. Di satu sisi ada sejumlah sekolah yang sudah memiliki label paten sebagai sekolah bermutu sehingga upaya untuk membangun animo masyarakat relatif tidak sulit. Namun di sisi lain bagi institusi sekolah yang sementara masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat, terkesan sangat rumit untuk bisa mendapatkan predikat sebagai sekolah bermutu.

Secara sederhana untuk memberi label apakah suatu sekolah dikatakan bermutu atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari internal branding yang mereka miliki. Internal branding adalah label yang dimiliki oleh sebuah institusi, organisasi, instansi, atau perusahaan terhadap prestasi yang dimiliki. Internal branding lebih diketahui oleh intern rumah tangga. Terkait dengan mutu maka hanya orang-orang dalam yang lebih tahu banyak dibanding dengan outsider (orang luar) dalam hal ini masyarakat.
Ujung tombak dari ketercapaian internal branding oleh suatu sekolah menuju sekolah yang bermutu terletak pada sejauh mana pemberdayaan guru, sejauh mana guru termotivasi untuk semangat mengabdi, merasa nyaman di dalam lingkungan kerjanya, demikian pula seberapa besar pengakuan atas guru sebagai pribadi yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Semua ini dapat dicapai melalui pendekatan yang lebih “manusiawi” (Agung Praptapa 2009). Hal ini juga berlaku untuk siswa dan karyawan.

Sekolah bermutu adalah sekolah yang mampu mewujudkan siswa-siswa yang bermutu, yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu manusia yang cerdas, trampil, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kepribadian. Target tersebut dapat dicapai oleh sekolah mana saja. Bisa yang berada di kota maupun yang berada di daerah pinggiran.

Sejauh mana pembenahan dan sistem pengendalian ke dalam yang dilakukan oleh sekolah sangat menentukan pencapaian target yang dimaksud. Prioritas utama yang sebaiknya dituju dalam sistem pengendalian adalah faktor manusia secara kelembagaan, dalam hal ini tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (karyawan). Karena bagaimanapun juga tanpa adanya manusia yang andal akan disangsikan tingkat pencapaian keberhasilannya.

Teraktualisasinya sebuah sistem kerja yang profesional akan sangat menentukan arah yang jelas menuju sekolah yang bermutu. Ketika optimalisasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh suatu sekolah diberdayakan maka bukan sesuatu yang mustahil sekolah tersebut bisa memiliki internal branding yang valuable (bernilai). Adapun sumber daya yang paling utama untuk diberdayakan adalah sumber daya manusia (SDM) : guru, karyawan, dan siswa. Kaitannya dengan pemberdayaan SDM seyogyanya harus diperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifat manusia, faktor kejiwaan, kepuasan kerja, kenyamanan kerja, motivasi, inovasi, kreatifitas, loyalitas, kestabilan jiwa, cooperative, reward, punishment, dan optimisme. Optimisme yang dimaksud adalah kesadaran bahwa setiap individu yang berada di dalam sekolah masing-masing memiliki potensi diri yang luar biasa. Setiap guru adalah luar biasa. Setiap karyawan adalah luar biasa. Demikian pula siswa sesungguhnya tidak ada yang bodoh. Tinggi rendahnya achievement (prestasi) yang diraih oleh siswa dikarenakan adanya perbedaan konsep diri (Adi W Gunawan : 2007). Anak yang prestasinya baik sangat dimungkinkan karena dia sudah menemukan konsep dirinya ; sudah bisa menganggap penting semua pelajaran, sudah bisa menikmati nyamannya belajar, dan sudah bisa mengatur waktu belajar dengan baik.

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) mengidentifikasi ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu: (1).Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. (2). Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. (3). Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai "kerusakan psikologis" yang sangat sulit memperbaikinya. (4). Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. (5). Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan batik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya (6). Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. (7). Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya. (8). Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. (9). Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal. (10). Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas. (11).Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut. (12). Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja. (13). Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan

Minggu, 13 Februari 2011

Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak

by : Admin
Mengingat besarnya pengaruh orang tua murid terhadap prestasi aspek
kognitif, afektif dan psikomotor, Radin seperti dikutif oleh Seifert & Hoffnung
(1991) menjelaskan ada enam kemungkinan cara yang dapat dilakukan
orang tua murid dalam mempengaruhi anaknya, yaitu:
a. Modelling of behaviors (pemodelan perilaku), yaitu gaya dan cara orang
tua berperilaku dihadapan anak-anak, dalam pergaulan sehari-hari atau
dalam setiap kesempatan akan menjadi sumber imitasi bagi anakanaknya.
Oleh sebab itu orang tua ataupun lingkungan keluarga dan
masyarakat yang menunjukkan perilaku negatif akan sangat
mempengaruhi perilaku anak di rumah, di sekolah, maupun
dimasyarakat. Dalam kaitan dengan hal ini diperlukan kesamaan nilai
dan norma yang berlaku di sekolah dengan yang berlaku di keluarga
dan masyarakat.
b. Giving rewards and punishments (memberikan ganjaran dan hukuman).
Cara orang tua memberikan ganjaran dan hukuman juga mempengaruhi
terhadap perilaku anak.
c. Direct instruction (perintah langsung), pemberian perintah secara
langsung atau tidak langsung memberi pengaruh terhadap perilaku,
seperti ungkapan orang tua “ jangan malas belajar kalau ingin dapat
hadiah” pernyatan ini sebenarnya perintah langsung yang lebih
bijaksana, sehingga dapat menumbuhkan motivasi anak untuk lebih giat
belajar. Banyak masyarakat tidak mengerti bagaimana penghargaan
dan hukuman yang akan memberikan dampak bagi proses pendidikan,
Akibatnya setelah terjadi penyimpangan perilaku akibat pemberian yang
berlebihan tersebut baru mereka sadar.
d. Stating rules (menyatakan aturan-aturan), menyatakan dan
memjelaskan aturan-aturan oleh orang tua secara berulang kali akan
memberikan peringatan bagi anak tentang apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindarkan oleh anak.
e. Reasoning (nalar). Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa
mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan
orang tua untuk mempengaruhi anaknya, misalnyan orang tua bisa
mengingatkan anaknya tentang kesenjangan perilaku dengan nilai-nilai
yang dianut melalui pernyataan-pernyataan. Contohnya “ sekarang
rangking kamu jelek, karena kamu malas belajar, bukan karena kamu
bodoh! “.
f. Providing materials and settings. Orang tua perlu menyediakan berbagai
fasilitas belajar yang diperlukan oleh anak-anaknya seprti buku-buku
dan lain sebagainya. Tetapi buku apa dan fasilitas apa yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah, banyak orang tua tidak memahaminya.