Sabtu, 18 Desember 2010

MENGUKUR MUTU SEKOLAH ( I )

By : Admin

Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian mutu dalam arti yang sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Juran (1995), mutu didefinisikan sebagai M-Kecil dan M-Besar (Juran, 1995). M-Kecil adalah mutu dalam arti sempit, berkenaan dengan kinerja bagian organisasi, dan tidak dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar adalah mutu dalam arti luas, berkenaan dengan seluruh kegiatan organisasi yang dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar inilah yang dimaksudkan dengan mutu terpadu. Crosby (1984) menegaskan bahwa dalam pengertian mutu terkandung makna “kesesuaian dengan kebutuhan.” Tenner dan De Toro (1992:31) mengemukakan bahwa “Quality a basic business strategy that provides and service that completely satisfy both internal and external customers by meeting their explicit expectation.”
Menurut Tampubolon mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan” (Tampubolon, Daulat P., 1992). Mutu berkaitan dengan produk yang dapat berupa barang atau jasa. Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan institusi yang menghasilkan jasa pelayanan pendidikan. Selanjutnya Tampubolon mengemukakan dalam “pemahaman umum, mutu dapat berarti mempunyai sifat yang terbaik dan tidak ada lagi yang melebihinya. Mutu tersebut disebut absolute, dan di lain pihak mutu dapat berarti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut mutu relative.” Mutu absolute juga mengandung arti: (1) sifat terbaik itu tetap atau tahan lama, (2) tidak semua orang dapat memiliki, dan (3) eksklusif. Mutu relative selalu berubah sesuai dengan perubahan pelanggan, dan sifat produk selalu berubah sesuai dengan keinginan masyarakat.
Depdiknas mengemukakan paradigma mutu dalam konteks pendidikan, mencakup input, proses, dan output pendidikan.(Depdiknas, 2001). Lebih jauh dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta didik) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu adalah perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan bahkan melebihi harapan pelanggan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Mengikuti keberhasilan TQM di dunia bisnis, akhirnya konsep-konsepnya diterapkan pula di bidang pendidikan, khususnya pendidikan di jalur sekolah, setelah melalui proses adaptasi dan modifikasi seperlunya. Sebenarnya banyak sekali aspek yang turut menentukan terhadap mutu pendidikan di sekolah. Edward Sallis mengemukakan bahwa yang menentukan terhadap mutu pendidikan mencakup aspek-aspek berikut: Well-maintained buildings, outstanding teacher, high moral values, excellent examination results, specialization, the support of parents, business and local community, plentiful resources, the application of the latest technology, strong and purposeful leadership, the care and concern for pupils and students, a well-balanced curriculum, or some combination of these factors. (Sallis, Edward, 1993)
Ukuran mutu pendidikan di sekolah mengacu pada derajat keunggulan setiap komponennya, bersifat relatif, dan selalu ada dalam perbandingan. Ukuran sekolah yang baik bukan semata-mata dilihat dari kesempurnaan komponennya dan kekuatan/kelebihan yang dimilikinya, melainkan diukur pula dari kemampuan sekolah tersebut mengantisipasi perubahan, konflik, serta kekurangan atau kelemahan yang ada dalam dirinya.
Menurut PP No. 28/1990 dan dipertegas oleh Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa penilaian keberhasilan pendidikan di sekolah mencakup empat komponen. Komponen pertama yang diukur ialah kegiatan dan kemajuan belajar siswa. Tujuannya terutama untuk: mengetahui bagaimana proses pembelajaran berlangsung, mengetahui proses pembimbingan dan pembinaan kepada siswa, mengukur efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, serta mengukur kemajuan dan perkembangan hasil belajar siswa. Komponen kedua berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Tujuannya untuk mengetahui: kesesuaian kurikulum dengan dinamika tuntutan kebutuhan masyarakat, pencapaian kemampuan siswa berdasarkan standar budaya sekolah yang telah ditetapkan, ketersediaan sumber belajar yang relevan dengan tuntutan kurikulum, cakupan materi muatan lokal sesuai dengan kebutuhan daerah setempat, serta kelancaran pelaksanaan kurikulum sekolah secara keseluruhan. Komponen ketiga, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Maksudnya untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan dan kewenangan profesional masing-masing personil (baca: tenaga kependidikan) dapat ditampilkan dalam pekerjaan sehari-hari. Komponen keempat adalah kinerja satuan pendidikan sebagai satu keseluruhan. Penilaiannya mencakup: kelembagaan, kurikulum, siswa, guru dan non guru, sarana/prasarana, administrasi, serta keadaan umum satuan pendidikan tersebut. Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana mutu pendidikan yang bisa dicapai di sekolah itu, dan bagaimana posisinya jika dibandingkan dengan sekolah lain yang ada di sekitarnya maupun secara nasional. Jadi secara keseluruhan, penilaian pada komponen keempat ini berfungsi sebagai alat kontrol bagi perbaikan dan pengembangan mutu pendidikan selanjutnya.
Mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 053/U/2001, setiap lembaga penyelenggara pendidikan dituntut untuk senantiasa melaksanakan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Hal ini dijalankan dengan tetap berorientasi pada visi, misi, dan target peningkatan mutu secara berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan oleh para stakeholders.
Penilaian formal terhadap komponen-komponen di atas dilakukan secara berjenjang sesuai dengan batas kewenangan masing-masing penilai, seperti: guru, kepala sekolah, penilik/pengawas, dan aparat struktural maupun fungsional yang terkait.
Hasil penilaian di atas akan menentukan seberapa jauh mutu pendidikan yang bisa dicapai oleh suatu sekolah. Sehubungan dengan hal itu, apabila kita berbicara tentang manajemen mutu pendidikan, maka tidak akan terlepas dari permasalahan tentang manajemen pendidikan itu sendiri.
Manajemen mutu pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mencari perubahan fokus sekolah, dari kelayakan jangka pendek menuju ke arah perbaikan mutu jangka panjang, serta dampaknya terhadap perubahan nilai-nilai budaya sekolah. Edward Sallis berpendapat bahwa “manajemen mutu merupakan lingkaran perbaikan yang berkelanjutan dan sangat menekankan pada improvement and change”,
Selanjutnya, dalam realita yang dialami ternyata implementasi manajemen mutu pendidikan tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, seringkali malah muncul berbagai kendala. Deming (dalam Tjutju Yuniarsih, 1997) mengelompokkan faktor penyebab kegagalan mutu pendidikan ke dalam dua kriteria, yaitu: umum dan khusus. Penyebab umum kegagalan pendidikan berkenaan dengan rendahnya desain kurikulum, gedung tidak memadai, lingkungan kerja tidak menunjang, sistem dan prosedur kerja tidak cocok, pengaturan waktu tidak mencukupi, kurangnya sumber, dan pengembangan staff tidak memadai. Sedangkan penyebab khusus kegagalan tersebut muncul karena prosedur dan peraturan tidak dipatuhi; staff tidak memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja sebagaimana mestinya; kurangnya motivasi; kegagalan komunikasi; serta perlengkapan yang tidak memadai.
Untuk mengatasi kendala dalam implementasi manajemen mutu seperti diuraikan di atas, harus dilandasi oleh perubahan sikap dan cara bekerja semua personil. Pemimpin harus memotivasi stafnya agar bekerja lebih baik, misalnya dengan jalan menciptakan iklim kerja yang menyenangkan, menyediakan sarana yang memadai (baik secara kuantitas maupun kualitasnya), menetapkan sistem dan prosedur kerja yang sederhana (dalam arti tidak berbelit-belit), serta memberi penghargaan atas keberhasilan dan prestasi staff. Hal ini memang bukan pekerjaan mudah, karena menuntut kerja keras, disiplin tinggi, dan pengorbanan semua pihak, terutama dengan merubah mindset dan paradigma kerja, yang semula lebih berorientasi pada segi kuantitas dalam pelaksanaan tugas menjadi lebih berorientasi pada mutu pelaksanaan tugas. Dengan demikian kebutuhan akan kehadiran pimpinan dan staff yang profesional menjadi sedemikian penting, karena dari merekalah diharapkan tercapainya output dan outcome yang betul-betul memiliki mutu competitive.
Paling tidak ada empat kategori sekolah apabila dilihat dari mutu dan proses pendidikannya, yaitu: bed school (sekolah yang buruk) , good school, (sekolah yang baik) effective school (sekolah yang efektif) dan excellence school (sekolah unggul). Bed school adalah sekolah yang memiliki in put yang baik atau sangat baik tetapi proses pendidikannya tidak baik dan menghasilkan out put yang tidak bermutu. Good school adalah sekolah yang memiliki in put yang baik, proses baik dan hasilnya (out put-nya) baik. effective school adalah sekolah yang memiliki in put baik/kurang baik, proses pendidikannya sangat baik dan menghasilkan out put baik/sangat baik. Sedang excellence school adalah sekolah yang in put nya sangat baik, prosesnya sangan baik dan menghasilkan lulusan (out put) yang sangat baik.
Sekolah yang efektif (effective school), adalah sebuah istilah untuk menggambarkan sekolah yang ideal. Istilah ini (effective school) antara lain dikemukakan oleh Margaret Preedy dalam bukunya “Managing the Effective” (1993), Davis and Thomas dalam bukunya “Effective School and Effective Teacher“, (1989), Frymier dkk,dalam bukunya “One Hundred Good Schools, (1984) dan Townsend dalam bukunya “Effective Schooling for The Community” (1994). Istilah-istilah lain yang berarti sekolah ideal seperti: sekolah yang baik (good school atau better schools) dikemukakan oleh John T. Lowel and Kimbal Wiles, dalam “Supervision for Better Schools” ( 1983) sekolah favorit (favorite school), sekolah unggulan (excellence school), sekolah yang sukses (successful school), sekolah bermutu (quality school), sekolah percontohan, sekolah model, sekolah elite, sekolah pujaan, sekolah mahal, sekolah harapan dan lain sebagainya. Berikut ini dikemukakan pendapat para ahli tentang sekolah yang efektif.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sekolah dikatakan baik apabila memiliki delapan kriteria: (1) siswa yang masuk terseleksi dengan ketat dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prestasi akademik, psikotes dan tes fisik; (2) sarana dan prasarana pendidikan terpenuhi dan kondusif bagi proses pembelajaran, (3) iklim dan suasana mendukung untuk kegiatan belajar, (4) guru dan tenaga kependidikan memiliki profesionalisme yang tinggi dan tingkat kesejahteraan yang memadai, (5) melakukan improvisasi kurikulum sehingga memenuhi kebutuhan siswa yang pada umumnya memiliki motivasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya, (6) jam belajar siswa umumnya lebih lama karena tuntutan kurikulum dan kebutuhan belajar siswa, (7) proses pembelajaran lebih berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada siswa maupun wali siswa, dan (8) sekolah unggul bermanfaat bagi lingkungannya (Depdikbud, Pengembangan Sekolah Unggul, 1994).
Sejalan dengan kriteria Depdiknas di atas, menurut Lipsitz dalam bukunya “Successful Schools for Young Adolescent” mengemukakan, sekolah dikatakan baik apabila memiliki kriteria kebaikan (goodness) yang banyak: (1) Aspek murid; kualitas lulusan diakui institusi lain yang dengan indikasi: skor tes murid di atas rata-rata kelompok murid lain yang sejenjang; guru dan muridnya sama-sama bekerja keras untuk sukses; para murid puas dengan sekolahnya; para murid yang dirujuk untuk layanan kesehatan mental rendah bahkan dibanding dengan sekolah lain; para murid memenangkan lomba-lomba olah raga dan kegiatan ekstra lainnya; banyak murid yang menstudi bahasa asing, seni dan fisik. (2) Aspek guru: para guru merencanakan pelajaran secara memadai: anggota guru cukup memadai bagi murid; anggota guru bekerjasama, membagi ide, dan saling membantu di antara mereka; pergantian guru rendah; konflik guru rendah. (3) Aktivitas kelembagaan: sekolah mempunyai program perayaan hari besar nasional dan keagamaan; program ekstrakurikuler yang menarik bagi murid; moral lembaga tinggi. (4) Orangtua menerima hasil studi anaknya secara baik; para orangtua mempunyai pilihan untuk mengirimkan anaknya pada sekolah favorit dibanding sekolah lain (J. Lipsitz, 1983).
Fantini dalam “Regaining Excellence in Education” mengemukakan untuk menilai kualitas pendidikan, paling tidak ada empat dimensi yang harus diperhatikan: aspek individu murid, kurikulum, guru dan lulusan dari suatu proses pendidikan (M. Fantini, 1986). Sementara itu Davis dan Thomas dalam bukunya “Effective Schools and Effective Teacher” setelah mengutip pendapat para pakar dan berdasarkan hasil berbagai penelitian menyimpulkan lima karateristik sekolah yang efektif: (1) praktek pengelolaan kelas yang baik; (2) kemampuan akademik yang tinggi; (3) monitoring kemajuan siswa; (4) peningkatan kualitas pengajaran menjadi prioritas sekolah; (5) kejelasan arah dan tujuan (Gary A. Davis & Margaret A. Thomas, 1989).
Dari berbagai pendapat tersebut, penulis membedakan antara sekolah yang efektif (effective school) dan sekolah unggul. Sekolah yang efektif menggambarkan adanya keefektifan dalam proses pendidikan sehingga hasilnya maksimal. Sebagai gambaran, walaupun keadaan input siswa, guru dan fasilitas tidak nomor satu akan tetapi menghasilkan lulusan nomor satu atau hasil rata-ratanya sangat signifikan. Sementara itu yang disebut sekolah unggul adalah sekolah yang memang unggul dalam berbagai hal: siswa dan guru pilihan, bangunan fisik megah dan fasilitas lengkap, dan unggul pula dalam biaya pendidikannya. Apakah sekolah unggul ini pasti efektif? Jawabannya belum tentu dan tidak ada jaminan. Namun demikian, dengan keunggulannya itu tentunya memiliki peluang lebih besar untuk menjadi sekolah yang efekif atau sekolah yang baik.
Townsend secara metodologis mengemukakan framework (kerangka kerja) untuk melakukan penilaian terhadap efektifitas sekolah yang meliputi delapan aspek: tujuan sekolah, implementasi kurikulum, kepemimpinan kepala sekolah, pengambilan keputusan, alokasi sumber daya, lingkungan sekolah, komunikasi dan keterlibatan komunitas sekolah (Tony Townsend, 1994).

MENGUKUR MUTU SEKOLAH ( II )

Terdapat beberapa pendekatan untuk menilai kualitas sebuah sekolah. Pendekatan-pendekatan itu terkait dengan perspektif yang digunakan dalam memahami hakekat sekolah. Ahli filsafat pendidikan akan mengkajinya dari aspek kefilsafatannya, yaitu sejauh mana sekolah mampu merumuskan tujuan dan nilai-nilai yang mampu menjadi arah dan menjiwai visi, misi, dan proses penyelenggaraan pendidikan, utamanya tercermin dalam sistem kurikulumnya.
Tulisan ini mengkaji tentang pengembangan sekolah yang efektif dalam perspektif sistem organisasi dengan sudut pandang sosiologi organisasi yang memiliki kedekatan dengan sudut pandang administrasi pendidikan. Gibson dkk dan juga Robins dan juga Robin (Gibson1992, Robins, 1983) berpendapat efektifitas organisasi termasuk di dalamnya organisasi sekolah dilihat dari tiga kriteria: Pertama diukur dengan sejauhmana sekolah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model ini disebut model pendekatan tujuan. Kedua, diukur dari kualitas atau efektifitas proses pembelajaran. Model ini disebut model proses atau model sistem. Dan yang ketiga diukur dengan kelangsungan organisasi sekolah. Model ini disebut model respons lingkungan menurut Robins.
1) Pendekatan Tujuan (objective approach)
Model tujuan berangkat dari pemikiran bahwa sekolah adalah sebuah organisasi (Lihat Philip Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 1981). Menurut Etzioni dalam bukunya “Organisasi-Organisasi Modern” mengemukakan, organisasi dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Etzioni, 1985). Demikian juga sekolah sebagai sebuah organisasi yang bertujuan, akan dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan organisasi yang bernama sekolah sebenarnya sangat komplek tergantung dari motif-motif dominan para penyelenggaranya. Namun secara umum biasanya diukur dengan tingkat pencapaian prestasi lulusan sekolah yang diukur melalui tes uji kemampuan murid. Di Indonesia pada umumnya, prestasi murid diukur dengan standar nilai nasional atau nilai ujian akhir sekolah. Sehingga sekolah dikatakan bermutu, unggul dan baik apabila lulusannya memperoleh nilai tertinggi dibanding sekolah-sekolah lainnya dan pada gilirannya dapat melanjutkan ke sekolah favorit pada jenjang yang lebih tinggi.
Pendekatan sekolah yang baik berdasarkan pada pencapaian tujuan ini menurut Arifin dalam penelitian Disertasinya yang berjudul “ Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengelola Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar Berprestasi: Studi Multi Kasus pada MIN Malang I, MI Mamba’ul Ulum, dan SDN Ngaglik I Batu di Malang” pernah diterapkan oleh The Seatle Public Scool, Washington Amerika Serikat pada tahun 1982 yang menetapkan sekolah yang bermutu berdasarkan muridnya yang memiliki kriteria: (1) menguasai keterampilan-keterampilan dasar (mastery of basic skill); (2) berusaha meraih prestasi akademik semaksimal mungkin pada semua mata pelajaran; dan (3) menunjukkan keberhasilan melalui evaluasi yang sistematik (systematic testing) (Arifin, 1998).
Mengukur keefektifan sekolah berdasarkan pencapaian tujuan dapat dikatakan sebagai pendekatan klasik, namun demikian tetap merupakan cara yang fungsional, efektif-efisien dan mudah. Hanya saja penggunaan pendekatan ini perlu disertai dengan beberapa catatan: (1) tujuan sekolah tidak semata-mata diukur berdasarkan prestasi murid apalagi hanya prestasi akademik; (2) sekolah sebagai organisasi juga memiliki ukuran keefektifan seperti kepuasan dan prestasi kerja guru, partisipasi dan kepuasan wali murid sebagai pelanggan (customer), keefektifan kepemimpinan, kelangsungan organisasi sekolah dan lain sebagainya.
Penetapan keefektifan sekolah yang hanya dilihat dari kemampuan akademik siswa semata jelas berangkat dari paradigma pendidikan yang tidak memadai, yaitu paradigma yang memisahkan pendidikan dari kehidupan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mempersiapkan murid untuk menghadapi kehidupan. Siap menghadapi kehidupan menurut Buchori dalam bukunya “Pendidikan Antisipatoris“, tidak terbatas pada mempersiapkan murid pada posisi-posisi (profesi dan jabatan) dalam masyarakat dan untuk keberhasilan hidup, melainkan lebih dari itu agar: (1) dapat hidup (to make a living); (2) untuk dapat mengembangkan kehidupan bermakna (to lead a meaningful life); dan (3) untuk turut memuliakan kehidupan (to enneble life)) Buchori, 2001).
Pencapaian tujuan pendidikan yang meliputi empat pilar pendidikan sebagaimana direkomendasikan oleh UNESCO barangkali juga lebih memadai untuk dijadikan ukuran bagi sekolah yang efektif. Keempat pilar itu sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya meliputi: learning to know, learning to do, learning to live together dan learnig to be (Wuri Sudjatmiko, 2000). Keempat pilar pendidikan (the four pillars of education) itu merupakan kemampuan komulatif murid yang direkomendasikan UNESCO dalam menghadapi milenium ketiga abad ke-21. Learning to know, diterjemahkan sebagai orang yang memiliki kemampuan dan kecakapan intelektual, yaitu memiliki keterampilan berfikir (mampu bernalar, cerdas, kreatif, inovatif, mampu mengambil keputusan, mampu menyelesaikan masalah) dan memiliki wawasan dan menguasai informasi tentang dinamika persoalan kehidupannya. Learning to know dapat berkembang dengan baik apabila murid dibekali dengan kemampuan dasar (membaca, menulis, berbicara, mendengarkan dan berhitung) dengan baik.
Learning to do di masa depan tidak terbatas pada keterampilan fisik rutin, melainkan lebih banyak terkait pada kompetensi personal yang menggabungkan keterampilan dan bakat seperti perilaku sosial, prakarsa personal, dan kehendak untuk mengambil resiko. Inilah orang yang cerdas secara emosional (emotional Intelligence atau emotional quotient). Penemuan pakar sosiologi kontemporer seperti Danield Goleman Dalam penelitiannya yang popular, Goleman menemukan banyaknya orang yang memiliki EQ yang lebih tinggi meskipun IQ lebih rendah tetapi mampu memimpin orang yang memiliki IQ lebih tinggi tetapi EQnya rendah. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk dapat berkarya, membangun prestasi, harus dimulai dari diri sendiri, yaitu memahami diri sendiri (potensi diri), mampu mengelola diri sendiri, memiliki motivasi untuk sukses yang tinggi, mampu memahami dan dapat menjalin hubungan dengan orang lain atas dasar saling membangun kepercayaan.
Learning to live together diterjemahkan sebagai kemampuan menghormati kehidupan dan kebersamaan dalam keragaman budaya, agama, etnik dan lain sebagainya. Dan learning to be diterjemahkan sebagai tercapainya perkembangan yang maksimal dan seutuhnya dalam kepribadian yang ditandai dengan terciptanya self esteem, tanggung jawab, kemampuan bersosialisasi, self management, integritas dan kejujuran.
Keempat pilar pendidikan ini merupakan satu kesatuan. Dan keempat pilar ini pulalah yang mestinya dijadikan ukuran keefektifan sekolah yang ditetapkan berdasarkan prestasi murid.
2) Pendekatan Proses (process approach)
Menurut Gibson dalam bukunya “Organisasi Perilaku Struktur Proses” mengemukakan, pendekatan proses atau pendekatan sistem menekankan pentingnya adaptasi terhadap tuntutan ekstern sebagai kriteria penilaian keefektifan (James L. Gibson, 1992). Analisis keefektifan organisasi menurut pendekatan ini terfokus pada perilaku organisasi secara intern dan ekstern. Secara intern yang dikaji adalah bagaimana dan mengapa orang (guru) di dalam organisasi (sekolah) melaksanakan tugas individual dan kelompok. Secara ekstern yang dikaji adalah transaksi dan kolaborasi (dialektika) organisasi sekolah dengan organisasi, lembaga atau pihak lain.
Senada dengan Gibson, Hoy & Ferguson, W.K. Hoy dan J. Fergusen, dalam bukunya “A. Theoritical Framework and Explanation of Organizational Effectiveness of School” mengemukakan, (Administration Quarterly, Volume XXI, No. 2 Spiring: 1985), hal. 117-132.pendekatan proses melihat keefektifan organisasi pada konsistensi internal, efisiensi penggunaan sumber daya yang ada, dan kesuksesan dalam mekanisme kerjanya (W.K. Hoy dan J. Fergusen, 1985). Dalam perspektif Teori Sistem, organisasi sekolah dianggap sebagai satu kesatuan dari komponen-komponen yang saling berkaitan. Keterkaitan antar komponen itu terjadi dalam proses kerja organisasi yang secara linier maupun secara siklus mengikuti pola input-process-output atau masukan- proses-keluaran. Infrastruktur sekolah seperti guru, fisik dan fasilitas, kurikulum dan organisasi sekolah merupakan aspek intern. Sementara supra struktur sekolah seperti harapan dan tuntutan masyarakat dan pemerintah merupakan aspek ekstern. Pengendalian aspek intern dan ekstern secara serempak adalah tugas utama pimpinan sekolah sebagai seorang menajer.
Penetapan pendekatan proses dalam menilai keefektifan sekolah menurut Hoy dan Ferguson didasari oleh dua asumsi: Pertama, organisasi sekolah merupakan sebuah sistem yang terbuka yang harus mampu memanfaatkan dan merefleksikan lingkungan sekitarnya. Kedua, organisasi sekolah merupakan sebuah sistem yang dinamis, dan begitu menjadi besar, kebutuhannya semakin kompleks, sehingga tidak mungkin didefinisikan hanya melalui sejumlah kecil tujuan organisasi seperti prestasi murid semata. Keefektifan suatu sekolah diukur pada proses organisasional termasuk di dalamnya proses pembelajaran. Kewajiban sekolah adalah menyelenggarakan pendidikan dan menciptakan kondisi dengan sebaik-baiknya. Sekolah harus memberikan penjaminan mutu dalam proses pendidikannya. Asumsinya adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara proses dengan hasil atau antara proses pendidikan dengan prestasi murid, walaupun disadari prestasi murid tidak sepenuhnya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah. Memang terdapat variabel lain yang ikut mempengaruhi prestasi belajar murid yang tidak dapat sepenuhnya dikontrol oleh sekolah seperti perhatian orangtua, pergaulan murid di luar jam sekolah, kecerdasan intelektual (intellectual intelligence), kecerdasan emosional (emotional intelligence) dan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Akan tetapi hal itu tentu tidak dapat sepenuhnya dikontrol oleh pihak sekolah.
Tingkat keefektifan proses organisasional sekolah menurut Sergiovanni dalam bukunya “The Principalship: A Reflective Practice Perspectives” disebut karakteristik sekolah (school characteristics) (T..J. Sergiovanni, 1987). Kareakteristik sekolah (school characteristics) menurut Owens dalam bukunya “Organizational Behavior in Education” dikelompokkan dalam dua perspektif: pertama, karakteristik internal sekolah yang mencakup: gaya kepemimipinan, proses komunikasi, sistem supervisi dan evaluasi, sistem pembelajaran, kedisiplinan, dan proses pembuatan keputusan. Kedua, katrakteristik eksternal sekolah, yaitu karakteristik situasi dimana sekolah berada dan saling mempengaruhi dengan karakteristik masyarakat seperti kekayaan, tradisi sosio-kultural, struktur kekuatan politik, dan demografinya (R.G. Owens, 1987).
Ahli organisasi seperti Etzioni mengemukakan, dua pendekatan dalam menganalisis organisasi yaitu pendekatan tujuan dan pendekatan sistem (proses) merupakan dua teknik analisis yang paling popular (Etzioni, 1985). Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Orang luar organisasi sekolah seperti orangtua murid dan pengguna lulusan lebih cenderung memilih pendekatan tujuan untuk menganalisis keefektifan (effectivness) sekolah. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan: Berapa prosen tingkat kelulusan sekolah? Berapa NEM tertinggi yang diraih dan oleh berapa murid? Dari jumlah lulusan, berapa persen yang masuk di sekolah favorite pada jenjang di atasnya? dan seterusnya. Mereka pada umumnya tidak mau tahu tentang proses, melainkan hasil.
Sementara itu pihak intern sekolah lebih cenderung menggunakan pendekatan proses dalam menilai keefektifan sekolah dengan sebuah pertanyaan: apakah semua komponen sekolah dan komponen dalam proses pembelajaran telah berfungsi secara efektif? Apakah guru-guru telah mengajar secara efektif? Apakah kepustakaan telah dapat berfungsi sebagaimana mestinya? Apakah lingkungan sekolah dapat diciptakan suasana yang kondusif untuk belajar?
Dua pendekatan tersebut tidak saling bertentangan melainkan saling melengkapi. Karena itu, tidak sedikit ahli administrasi pendidikan yang menetapkan kriteria sekolah yang efektif berdasarkan gabungan dari kedua pendekatan tersebut. Mortimore dkk dalam bukunya “School Matters: The Junior Years” (1988) dan Brandma dan Knuver sebagaimana dikutip Scheerens dalam bukunya “Effective Schooling for The Community” menemukan lima faktor pendorong sekolah menjadi efektif, yaitu: (1) kuatnya kepemimpinan pendidikan (strong educational leadership); (2) penekanan pada pencapaian belajar keterampilan dasar (emphasis on acquiring basic skills); (3) perawatan dan pemeliharaan lingkungan (an orderly and secure environment); (4) harapan tinggi atas pencapaian belajar murid (high expectations of pupil attainment); dan (5) perkiraan secara intensif pada kemajuan (belajar) murid (frequent assessment of pupil progress). Di indonesia, peneliti yang menggunakan dua pendekatan ini antara lain dilakukan Bafadal dalam penelitian disertasinya , “Proses Perubahan di sekolah: Studi Multi Kasus pada Tiga Sekolah yang Baik di Sumekar“(1994) yang menekankan sekolah yang baik berdasarkan pencapaian tujuan pembelajaran yang disimbolkan dengan prestasi akademik siswa dan keefektifan sistem organisasi sekolah.
3) Pendekatan Kelangsungan Pembaharuan (Continuous Improvement Approach)
Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa organisasi sekolah diibaratkan sebagai organisme yang hidup. Ia mengalami masa pendirian, pertumbuhan, perkembangan, dan seterusnya. Hadikumoro dalam bukunya “Strategi dan Fase Pengembangan Perguruan Tinggi Swasta” mengemukakan fase pengembangan perguruan tinggi swasta kepada lima fase: pendirian, pertumbuhan, perkembangan, peningkatan kualitas akademik (kedewasaan) dan fase aktualisasi diri (Hadikoemoro, 1980). Fase perkembangan sekolah swasta tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Hadikoemoro di atas. Sekolah yang baik dengan demikian adalah sekolah yang fase-fase perkembangannya dapat dilalui secara dinamis, gradual dan berkelanjutan menuju kedewasaan dan aktualisasi diri. Fase kedewasaan ditandai dengan kemantapan elemen-elemen dalam sistem sekolah seperti guru yang profesional, kelengkapan fisik dan fasilitas, menejemen yang sehat, kepercayaan masyarakat tinggi sehingga keberadaannya menjadi kokoh, meyakinkan (convincingly) dan diperhitungkan oleh masyarakat. Sedangkan fase aktualisasi diri ditandai dengan kemampuan sekolah melahirkan adikarya dan mengambil peran di masyarakat, memiliki basis sosial yang kokoh, alumninya tersebar dalam berbagai posisi strategis di masyarakat. Kelangsungan hidup (viability) sekolah dengan demikian seakan tak tergoyahkan. Sekolah di negara-negara maju banyak yang telah memasuki fase aktualisasi diri ini dan tidak sedikit telah berusia puluhan bahkan ratusan tahun. Ibarat tanaman, sekolah yang telah memasuki fase aktualisasi diri adalah tanaman yang sehat, berbuah lebat dan berkualitas dan telah berkembang biak. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sekolah yang efektif menurut pendekatan kelangsungan organisasi adalah sekolah yang keberadaannya kokoh, menjadi simbol prestasi, dan meyakinkan masyarakat tentang kelangsungan hidupnya dan memiliki keefektifan secara internal dan eksternal.
Pendekatan kelangsungan organisasi ini penulis anggap penting untuk menilai keefektifan sekolah khususnya bagi budaya pengorganisasian sekolah di tanah air. Tidak sedikit sekolah-sekolah Islam yang kelangsungan organisasinya tidak berjalan secara dinamis-linier menuju kedewasaan dan aktualisasi diri. Kebanyakan justru mengikuti pola spiral, stagnan, set-back dan bahkan berguguran sebelum memasuki kedewasaan. Ketika masih berada pada masa-masa sulit kondisinya aman-aman saja, namun ketika mulai berkembang muncullah konflik dan berbagai persoalan. Ibarat tanaman, muncullah berbagai macam hama dan penyakit yang tidak hanya menghambat pertumbuhan tanaman, melainkan mematikannya. Akibatnya ribuan sekolah Islam di tanah air masih banyak yang belum berperan sebagai tempat berinvestasi bagi pengembangan sumberdaya manusia. Sementara yang berhasil mencapai kedewasaan dapat dihitung dengan jari dan yang berhasil mencapai aktualisasi diri masih harus dipertanyakan ada-tidaknya.
Sebagian peneliti pendidikan menyebut pendekatan kelangsungan organisasi dengan istilah perdekatan respon lingkungan atau pendekatan multidimensional. Purnel dan Gotts dalam bukunya “An Approach for Inproving Parent Involvement Through More Effective School-Home Communication” (1983) misalnya setelah melakukan penelitian tentang hubungan sekolah dan masyarakat (orangtua) mengatakan, sekolah yang efektif adalah sekolah yang mampu menimbulkan respon positif dari orang dan masyarakat di sekitarnya.
Menurut Etzioni dalam bukunya “Modern Organizations” mengatakan, pendekatan kelangsungan organisasi merupakan dimensi lain dari pendekatan sistem dalam analisis keefektifan organisasi, sementara menurut Sergiovanni pendekatan respon lingkungan pada dasarnya merupakan dimensi lain yang melengkapi pendekatan pencapaian tujuan dan pendekatan proses dalam menetapkan sekolah yang efektif. Oleh karena itu, Sergiovanni menyarankan kepada para kepala sekolah, teoritisi, dan peneliti agar tidak mempertentangkan kedua model pendekatan ini atau memilih salah satu diantaranya. Sebaliknya, pendekatan tujuan yang digabungkan dengan pendekatan proses dan pendekatan kelangsungan organisasi akan lebih komprehensif didalam memahami kesuksesan sekolah.
4) Gabungan dari Ketiga Pendekatan
Sebuah teori senantiasa berangkat dari paradigma tertentu yang sifatnya spesifik dan parsial dalam melihat realitas. Demikian juga ketiga perspektif pendekatan (teoritik) terhadap sekolah yang efektif sebagaimana telah dikemukakan. Sifat teori senantiasa spesifik, mendalam dan bahkan ekstrem. Apabila ketiga perspektif teoritik tersebut digabungkan, diharapkan akan memperoleh gambaran yang utuh, mendalam dan terintegrasi tentang sekolah yang efektif.
Frymer, dkk dalam bukunya “One Hundred Good Schools” mengemukakan 12 ciri sekolah yang efektif yang meliputi:
a) sekolah sebagai bagian dari program pendidikan masyarakat luas; b) tujuan-tujuan sekolah memenuhi unsur komprehensif, seimbang, realistik, dan difahami, dan tujuan tersebut terserap dalam kegiatan sekolah; c) sekolah mempunyai pertanggungjawaban untuk perencanaan program yang dilakukan olegh personel sekolah sendiri; d) iklim sekolah yang bersahabat, humor sehat, sibuk dan anggota sekolah dan staf secara umum melakukan kerja sebagai tantangan dan kepuasan; e) bervariasinya mode dan sumber mengajar yang digunakan secara tepat untuk tujuan pembelajaran; f) unjuk kerja murid mengarah pada semua tujuan sekolah yang dievaluasikan secara umum memuaskan; g) murid partisipasi penuh dan bersemangat dalam berbagai kegiatan yang diberikan oleh sekolah dan masyarakat; h) orang tua dan masyarakat lain dari komunitas sekolah berpartisipasi penuh dan bersemangat dalam memberikan kesempatan bagi lingkungan mereka dalam program pendidikan; i) perpustakaan dan pusat belajar lain secara luas dan efektif digunakan oleh murid; j) program sekolah memberikan kemajuan alami bagi pelajar dari tergantung kemandiriannya; k) kepala sekolah merupakan pemimpin yang berpengaruh dan berkolaborasi secara efektif dalam sekolah dan masyarakat; dan l) guru-guru sekolah tampak melakukan pembaharuan dan perbaikan secara kontinyu.

Menurut Postman & Weingartner “The School Book: For People Who want to Know What All the Hollering is About” (1979), sekolah sebagai institusi memiliki 8 (delapan) fungsi esensial yang apabila masing-masing fungsi esensial dijabarkan kesemuanya menjadi 35 (tiga puluh lima) indikator sekolah yang efektif:
a) Dilihat dari penstrukturan waktu, sekolah dikatakan baik apabila memenuhi: (1) pengaturan waktu didasarkan atas ketentuan yang ada secara konsisten; (2) antara murid tidak diharuskan mengerjakan tugas yang sama dalam rentang waktu yang sama; (3) murid-murid tidak disyaratkan semata-mata mematuhi waktu dalam pelajaran, melainkan pada perolehan hasil proses pembelajaran; dan (4) murid-murid diarahkan untuk mengorganisasi dan memanfaatkan waktu mereka sendiri dalam belajar.
b) Dilihat dari penstrukturan aktivitasnya, sekolah yang efektif adalah: (1) aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan kebutuhan murid secara individual; (2) antara murid satu dengan lainnya tidak dituntut mengikuti aktivitas yang sama; (3) sekolah melibatkan sepenuhnya partisipasi murid; (4) murid sebagai subyek dalam setiap aktivitasnya; (5) aktivitas murid tidak terbatas pada gedung sekolah, melainkan mencakup semua sumber dalam masyarakat; (6) pengembangan aktivitas berdasarkan pada perbedaan latar belakang dan kemampuan murid.
c) Ditinjau dari pendefinisian kecerdasan, pengetahuan atau perilakunya, sekolah dikatakan baik apabila: (1) Proses pembelajaran lebih menekankan pada penemuan, pemecahan masalah dan penelitian dari pada memorisasi; (2) murid dihindarkan dari kebiasaan menerima pelajaran secara pasip; (3) berbagai keterampilan komunikasi dilatihkan kepada murid; (4) meningkatkan penghargaan terhadap ilmu untuk praktek kegiatan sehari-hari; (5) menyadari perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang dan tidak membakukan pengetahuan yang ada; (6) pengetahuan diri sendiri merupakan bagian dari definisi pengetahuannya.
d) Ditinjau pelaksanaan evaluasi, sekolah dikatakan efektif apabila: (1) menekan upaya balikan dan mendorong belajar murid; (2) digunakan pendekatan yang humanistik dan perorangan; (3) mencakup aspek yang komprehensif; (4) macam perilaku yang dikehendaki dinyatakan secara eksplisit; (5) hati-hati menggunakan tes standar; (6) untuk mengevaluasi guru dan administrator digunakan prosedur yang konstruktif dan tidak bersifat menghukum.
e) Ditinjau dari pelaksanaan supervisi, sekolah yang efektif apabila: (1) menghindari permusuhan guru-murid, sebaliknya lebih menyuburkan kerjasama antar keduanya; (2) murid diberi peluang untuk mensupervisi dirinya sendiri; dan (3) memecahkan masalah murid secara tuntas.
f) Ditinjau dari perbedaan peran, sekolah dikatakan efektif apabila: (1) sekolah diciptakan sebagai masyarakat belajar dan guru berperan sebagai koordinator dan fasilitator; (2) aktor proses pembelajaran tidak didiminasi oleh guru; (3) peran mengajar diorganisasikan dan kemudian ditugaskan sesuai dengan kemampuan guru; (4) murid tidak dijadikan obyek, melainkan didorong untuk aktif membentuk pengalamannya sendiri; (5) hubungan sesama murid tidak ditempatkan sebagai kompetitor semata, melainkan juga sebagai kolaborator.
g) Ditinjau dari pertanggungjawaban terhadap masyarakat, sekolah yang efektif apabila personelnya: (1) hubungan sekolah-masyarakat lebih menekankan pada pola partisipasi dari pada pola paternalisme-birokratik; (2) Mengembangkan diversifikasi program kepada masyarakat; (3) tidak kuatir mempertanggungjawabkan performansi sekolah.
h) Ditinjau dari pertanggungjawaban kepada masa depan, sekolah yang efektif apabila: (1) proses pembelajaran berorientasi pada masa depan berdasarkan analisis kondisi sekarang dan masa lalu; (2) menginterpretasikan tanggungjawabnya kepada masa depan, khususnya kepada murid dan stake-holder.
Analisis tentang sekolah efektif di atas, menurut peneliti berangkat dari paradigma sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran dan dalam perspektif administrasi pendidikan. Ketiga pendekatan tersebut sangat fungsional.
Daftar Bacaan
Juran, J.M, (1995), Merancang Mutu, Terjemahan Bambang Hartono dari Juran On Quality By Design, Jakarta: PT. Pustaka Binawan Pressindo (Buku ke 1).
Crosby, Philip B., (1984). Quality Without Tears: The Art of Hassle- Free Management, New York: Mc. Graw Hill Book Company.Tenner, A.R, dan De Toro, I.J (1992:68), Total Quality Management: Three Steps To Continuous Improvement, Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company. h. 31
Tampubolon, Daulat P., (1992). Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad Ke-21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. h. 108
Depdiknas. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku1 , Konsep dan pelaksanaan. Jakarta. Balitbang. Depdiknas. h. 4
Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education. Kogan Page Educational Management Series. Philadelphia, London. h. 12
Tjutju Yuniarsih. (1997). Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Manajemen Mutu Sekolah Dasar. Disertasi S3, PPS IKIP Bandung

Jumat, 10 Desember 2010

Motivasi di Dalam Kelas

Oleh Subagio,M.Pd *)
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi di dalam diri siswa. Pemotivasian siswa ini justru merupakan salah satu tugas utama dan seni yang harus dikuasai guru dalam mengajar. Disini pula letaknya perbedaan seorang guru dengan guru lain dalam mengajar. Tidak jarang seorang guru dianggap sebagai guru favorit oleh siswa karena kemampuannya dalam memotivasi siswa. Karenanya, kemampuan guru memotivasi siswa merupakan salah satu kunci suksesnya dalam mengajar.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir; (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya; (3) Mengarahkan kegiatan belajar; (4) Membesarkan semangat belajar; (5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut : (1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan bila siswa tak bersemangat; meningkatkan, bila semangat belajarnya timbul tengelam; memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar (2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di dalam kelas (3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik (4) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis.
Denga memahami teori-teori tentang motivasi, maka guru dapat mengembangkan delapan jenis motivasi di dalam kelas, yaitu : (1) motivasi tugas, (2) motivasi aspirasi, (3) motivasi persaingan, (4) motivasi afiliasi, (5) motivasi kegagalan, (6) motivasi menghindar, (7) motivasi penguatan; dan (8) motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri.
Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas- tugas yang ditetapkan bersama oleh guru, siswa sendiri, maupun yang dirancang oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Siswa yang memilki moivasi tugas memperlihatkan keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas tugas belajar. Motivasi tugas hendaklah dibangun di dalam diri siswa dan ini dapat dilakukan oleh guru kalau dia mengetahui caranya.
Motivasi asprasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau siswa memilki perasan sukses. Perasaan gagal dapat menghancurkan aspirasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu guru jangan menjadikan siswa selalu gagal, walaupun ini bukan bermakna guru harus menjadikan siswa sukses terus menerus. Suatu konsep yang harus ditanam oleh guru kepada siswa agar ia memiliki aspirasi yang tingi adalah bahwa kesuksesan atau kegagalan ditentukan oleh ‘usaha’, bukan kemampuan atau kecerdasan.
Persaingan yang sehat dapat menjadi motivasi yang kuat dalam belajar. Namun memupuk rasa persaingan yang berlebih-lebihan, di kalangan siswa dalam belajar dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, karena siswa bukan menjadi giat belajar, tetapi dengan berbagai cara berusaha mengalahka siswa lain untuk mendapatkan status. Membangun persaingan dengan diri sendiri pada setiap siswa aka menimbulkan motivasi persaingan yang sehat dan berkesan dalam belajar.
Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya, karea ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Siswa-siswa yang masih kecil berusaha meningkatkan usaha dan prestasi dalam belajar agar dia dapat diterima dan diakui oleh orang dewasa, yaitu guru dan ibu bapaknya. Namun para remaja lebih terdorong belajar untuk mendapatkan penerimaan da pengakuan dari rekan sebaya. Oleh karena itu, guru-guru yang mengajar siswa-siswa yang masih kecil hendaknya memberikan perhatian dan penghargaan yang penuh terhadap peningkatan usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh siswa. Bagi siswa remaja, guru hendaknya dapat memanfaatkan kelompok untuk meningkatkan usaha dan prestasi belajar.
Kegagalan dapat mendorong usaha dan hasil belajar. Tetapi kegagalan yang berlebihan dapat menurunkan gairah dan hasil belajar. Siswa yang telah memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar jika mengalami kegagalan dapat menurunkan motivasinya itu. Demikian juga dengan siswa-siwa yang memiliki kecerdasan (IQ) rendah kalau mengalami kegagalan menyebabkan usaha dan hasil belajar mereka menjadi bertambah menurun. Tetapi kegagalan sangat bermakna untuk meningkatkan usaha dan hasil belajar siswa yang bermotivasi rendah dan yang memiliki kecerdasan tinggi.
Motivasi mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Disini motivasi adalah sangat penting. Seseorang yang motivasinya besar akan menampakkan minat, perhatian, konsentrasi penuh, ketekunan tinggi, serta berorientasi pada prestasi tanpa mengenal perasaan bosan, jenuh apalagi menyerah. Sebaliknya siswa yang rendah motivasinya akan terlihat acuh tak acuh, cepat bosan, mudah putus asa dan berusaha menghindar dari kegiatan, misalnya terdapat dua anak yang memiliki kemampuan sama dan memberikan peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai prestasi belajar, kinerja dan hasil belajar yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Motivasi akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
Motivasi penguatan dapat dilihat melalui grafik kemajuan belajar siswa. Guru hendaklah menjauhi pemahaman bahwa pemberian angka sebagai sumber utama untuk menimbulkan motivasi penguatan, karena menitik-beratkan pemberian angka dalam memotivasi siswa dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan akan menimbulkan kegagalan di dalam kelas.
Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri sangat bermakna dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Siswa-siswa ini menunjukkan tingkah laku yang mandiri dalam belajar dan mempunyai sistem nilai yang baik yang melatar-belakangi tingkah laku mereka itu. Pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab guru pada setiap siswa, sehingga siswa-siswa memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri adalah sangat penting. Bagi siswa-siswa yang telah memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri, guru hanya perlu memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan aktivitas belajar mereka.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum

Kamis, 02 Desember 2010

CONTOH SOAL

SOAL CERITA UASBN SD
MATA PELAJARAN MATEMATIKA
1.Ibu membeli kentang sebanyak 7,2 kg dengan harga Rp 2.250,00 tiap 1 kg. Setengah dari kentang tersebut telah dijual. Sepertiga dari sisanya dibeli oleh Bibi dengan harga Rp 2.600,00 setiap kg. Berapa rupiah Bibi harus membayar ?
2.Ada tiga lampu yaitu, merah, hijau dan kuning. Lampu merah menyala setiap 16 detik, lampu hijau menyala setiap 24 detik, lampu kuning menyala setiap 36 detik. Jika ketiga lampu awalnya dinyalakan bersama-sama, maka pada detik keberapa lampu-lampu itu menyala bersama-sama lagi ?
3.Halaman sebuah sekolah berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 24 meter dan lebar 13 m. Di tengah halaman dibangun sebuah taman berbentuk lingkaran dengan garis tengah 7 m. Berapa m2 luas halaman yang tidak ada tamannya ?
4.Ibu mempunyai uang Rp 1.750.000,00. Diberi lagi oleh ayah sebanyak Rp 250.000,00. Digunakan Ibu untuk membayar hutang sebesar Rp 511.500,00. Semua sisa uangnya dibelikan beras sebanyak 650 kg. Berapa harga beras setiap kg ?
5.Sebuah truk mengangkut semangka 2,35 ton. Ternyata 182 ½ kg semangka busuk. Semangka yang tidak busuk dijual dengan harga Rp 2.750,00 per kg. Berapa hasil penjualan semangka tersebut ?
6.Pak Hasan mempunyai sebidang tanah dengan panjang 148 meter dan lebar 112,5 meter. Berapa are luas tanah Pak Hasan ?
7.Bak penampungan air berukuran panjang 7,5 meter, lebar 5 meter dan tinggi 1,8 meter. Berapa liter air yang dapat ditampung ?
8.Untuk keperluan pembangunan rumah, ayah memerlukan truk batu bata. Isi setiap truk 3.625 batu bata. Jika batu bata tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok sama banyak, maka berapa batu bata setiap kelompoknya.
9.Paman seorang pengusaha pengemasan ikan banding. Berat seekor ikan banding 0,08 kg. Isi setiap kardus 60 ekor. Bila setiap hari paman dapat mengemas 45 kardus, berapa ton ikan banding yang dikemas paman selama 25 hari ?
10.Selisih uang Rohim dan Sugeng adalah Rp 6.000,00. Perbandingan uang mereka 9 : 5. Berapa rupiah jumlah uang mereka ?
11.Jarak kota A sampai kota B 60 km. Ali mulai bersepeda dari kota A ke kota B pukul 08.55 dengan kecepatan rata-rata 15 km/jam. Pada waktu yang sama Husen berangkat dari kota A ke kota B dengan kecepatan 20 km/jam. Setelah menempuh perjalanan 2 jam, Husen beristirahat sambil menanti Ali. Berapa lama Husen beristirahat sampai tersusul Ali ?
12.Panjang jalan yang menghubungkan desa A ke desa B 2,8 km. Jalan yang belum diaspal 14 2/7 % dari panjang jalan. Berapa meter jalan yang sudah diaspal ?
13.Seorang pengusaha fotokopi rata-rata membutuh,an 275 lembar kertas setiap 15 menit. Bila fotokopi itu rata-rata diperkerjakan selama 5 ¼ jam setiap harinya, berapa rim kertas yang dibutuhkan untuk 8 hari ?
14.Seorang pengrajin mempunyai balok kayu dengan ukuran panjang 3 m, lebar 51 cm dan tinggi 36 m. Balok itu dipotong menjadi 4 bagian sama panjang. Lebar setiap bagian dibelah menjadi 17 bagian yang sama. Berapa cm3 volume 25 bagian potongan balok itu ?
15.Di ruang pentas seni ada 3 lampu, lampu merah menyala setiap 12 detik, lampu hijau menyala setiap 15 setik, sedangkan lampu kuning menyala setiap 20 detik. Jika awalnya lampu itu menyala bersama-sama, maka setiap berapa detik lampu itu akan menyala bersama-sama lagi ?
16.Seorang pedagang membeli beras 2,04 ton. Agar penjualnnya mudah dan cepat beras itu dimasukkan ke dalam kantong-kantong kecil. Bila isi setiap kantong rata-rata 1/5 kuintal, berapa kantong yang dibutuhkan untuk mengemas seluruh beras itu ?
17.Berat badan Ibu 5/7 berat badan Ayah. Jika berat Ayah 63 kg, berapakah berat badan Ibu ?
18.Suraya membeli 2 ½ kg gula. Sebanyak 1 ¾ kg gula dipakai untuk membuat kue. Bibinya datang memberi 2 kg gula. Berapa kg gula Suraya sekarang ?
19.Gambarlah bangun layang-layang yang mempunyai sudut atas bawah 60o serta masing-masing sudut kanan kiri 90 o !
20.Jarak kota A dengan kota B pada peta 5 cm. Skala peta 1 : 500.000. Berapa jarak sesungguhnya kota A dengan kota B ?
21.Gambarlah segiempat ABCD pada bidang koordinat dengan ketentuan titik A(2, 1), B(-1, 2), C(-2, 2) dan D(1, -2) !
22.Telepon A berdering setiap 12 menit dan telepon B berdering setiap 6 menit. Jika kedua telepon berdering bersama pada pukul 08.20 pada pukul berapa kedua telepon akan berdering bersama-sama lagi ?
23.Ibu membeli 3/5 meter pita. Pita itu diberikan kepada Ana ¼ meter. Kemudian Ibu membeli lagi 3/2 meter. Berapa meter pita Ibu sekarang ?
24.Jarak kota A ke kota B dalam peta 10 cm. Hitunglah jarak sebenarnya jika diketahui skala peta 1 : 1.000.0000 !
25.Jarak Semarang-Kudus adalah 58 km. Arman bersepeda motor dari Semarang pukul 07.45 dan sampai Kudus pukul 09.45. Berapakah kecepatan rata-rata perjalanan Arman ?
26.Farid mempunyai 6 buah tali, panjang masing-masing tali 70 cm, 200 mm, 5000 mm, 20 cm, 300 mm dan 10 cm. Dari keenam tali tersebut dihubungkan menjadi 2 buah tali sama panjang. Berapa panjang masing-masing tali ?
27.Perbandingan umur Ayah dan umur Ibu adalah 3 : 2. Jika umur Ibu 42 tahun, hitunglah umur Ayah !
28.Ani mempunyai sejumlah uang. 5/9 dari uang itu diberikan kepada adiknya. Kemudian Ibu Ani memberi uang yang jumlahnya sama dengan 8/9 bagian dari uang Ani. Berapa banyak uang Ani sekarang, jika uang Ani mula-mula Rp 6.000,00 ?
29.Lebar langkah kaki Ayah 40 cm. Sedangkan langkah kaki Adik 32 cm. Keduanya berjalan bersama-sama menuju tempat ibadah. Setiap langkah langkah keberapa kedua-duanya bersama-sama menginjakkan telapak kaki ke tanah ?
30.Seorang pedagang mempunyai 55 kg beras. Sebanyak 4/5 bagian dari beras laku terjual. Berapa kg beras yang belum terjual ?
31.Sebuah rumah diselesaikan dalam waktu 5 bulan, 3 minggu lebih 5 hari. Berapa hari rumah tersebut diselesaiakan ?
32.Aku berjalan 12 langkah ke depan. Setelah sampai di tujuan, aku mundur lagi dengan jumlah langkah yang sama. Apabila langkah mundurku ditulis dalam bilangan bulat, berapakah itu ?
33.Ibu ke pasar membeli 3 ½ kg gula, 4 ¼ kg beras, dan 2 ¾ kg garam. Sesampainya di rumah, 2 ½ kg beras tanak. Berapa berat siswa belanjaan Ibu ?
34.Pada sebuah peta jarak kota A ke kota B adalah 2 cm, kota B ke kota C 4 cm, dan kota C ke kota D 3 cm. Skala pada peta 1 : 523.000 ! Carilah jarak dari kota A ke kota D melalui kota B dan C yang sebenarnya !
35.Berat badan Ibu : Adik = 11 : 1. Saat Ibu menggendong Adik, berat keduanya adalah 60 kg. Berapa kg berat badan Adik ?
36.Sebuah toko buku untung 18 % dari modal awal Rp 165.000.000,00. Berapa jumlah keuntungan ditambah modal toko buku tersebut ?
37.Suhu di dalam sebuah lemari es minus 10o C. Berapa derajat suhunya bila diukur dengan termometer Reamur ? Apabila diukur dengan termometer Fahrenheit apakah hasilnya juga minus ?
38.Tarif telepon ke New York Rp 70.000,00 per menit. Jika kakak menelepon temannya di New York selama 4 menit 40 detik, berapakah biayanya ?
39.Bahri berangkat berlayar mencari ikan pada pukul 23.00. Saat kembali ke darat waktu menunjukkan pukul 03.30. Berapa lama Bahri berlayar mencari ikan ?
40.Perbandingan umur Andi dan Parman adalah 5 : 3. Umur Paman : Sholeh = 4 : 3. Jumlah umur ketiganya 82 tahun. Berapakah umur Paman ?

Sumber :
http://istiyanto.com

Kamis, 18 November 2010

Mendiknas : Mutasi Kepala Sekolah Kewenangan Kepala Daerah

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG--Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menyatakan, mutasi kepala sekolah tetap menjadi kewenangan kepala daerah atau wali kota dan bupati masing-masing. "Kebijakan yang tertuang dalam Perauran Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 Tahun 2010 itu hanya mengatur tentang rambu-rambu dan kriteria bagi calon kepala sekolah (kasek) saja. Sedangkan kewenangan mutasinya tetap menjadi kewenangan kepala daerah," tegas Mendiknas kepada wartawan di Malang, Sabtu.
Mendiknas menjelaskan, Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tersebut hanya mengatur kriteria dan persyaratan calon kasek saja. Masalah pengangkatan kasek tetap ada di tangan kepala daerah. Persepsi yang selama ini berkembang bahwa pengangkatan kasek harus mendapat persetujuan, bahkan diambil alih langsung oleh Mendiknas itu kurang tepat, sebab bukan itu maksud yang terkandung dalam Permendiknas tersebut.
Mendiknas mengakui, kewenangan pengangkatan seorang kasek tetap ada di daerah. "Saya menyadari betul kewenangan itu, namun saya juga menyadari betul bahwa Kemendiknas harus memberikan rambu-rambu agar penetapannya tidak bermuatan politis," tegasnya.
Ia mengakui, dikeluarkannya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 itu dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan dari kasek. Sebab, banyak daerah yang memberikan jabatan kasek atau jabatan lainnya itu merupakan bagian dari "hadiah" yang diberikan kepala daerah ketika yang bersangkutan memberikan dukungan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Oleh karena itu, katanya, persyaratan dan kriteria jabatan kepala sekolah harus jelas dan tegas. "Bagi yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan jangan dipaksakan, sebab nantinya justru akan mengacaukan kualitas pendidikan itu sendiri," ujarnya.
Sebelumnya beberapa kepala daerah dan pejabat di Kota dan Kabupaten Malang menyatakan penolakannya terhadap pemberlakuan Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tersebut karena dinilai "memasung" demokrasi dan memangkas kewenangan daerah. Salah satu yang menyatakan penolakan tersebut adalah Wali Kota Malang peni Suparto. "Daripada mengurusi pengangkatan kasek, Kemendiknas lebih baik mengurusi guru-guru honorer yang belum diangkat dan peningkatan kualitas guru agar pendidikan di Indonesia lebih maju dan berkualitas," tegas Peni belum lama ini.
Sumber http://www.republika.co.id

Senin, 15 November 2010

SEKOLAH KONSERVASI

oleh : Subagio,M.Pd.*)

Kabupaten Kuningan yang akan menuju Kabupaten Konservasi benar-benar serius menata lingkungan, selain Pembangunan Kebun Raya Kuningan, Pengantin Peduli Lingkungan, dan segudang program tentang lingkungan, kini ada lagi gagasan ide untuk rehabilitasi lingkungan yaitu Siswa Baru Peduli Lingkungan ( SERULING ). Pemerintah Kabupaten Kuningan sangat konsen dan serius terhadap perkembangan lingkungan, Kabupaten Kuningan ingin menjadi Kabupaten yang hijau, terjaga lingkungannya, dan setiap jengkal tanahnya dipenuhi oleh tanaman-tanaman yang dapat menjaga ketahanan unsur-unsur yang ada didalamnya baik unsur hara dan air.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Kabupaten Kuningan merupakan Kabupaten yang kaya akan air, beberapa Kabupaten yang ada disekitarnya sangat ketergantungan air kepada Kabupaten Kuningan, oleh karena itu Kabupaten Kuningan telah berkomitmen untuk menjaga lingkungannya sehingga memberikan manfaat untuk Kabupaten yanga ada disekitarnya.
Pemerintah Kabupaten Kuningan sangat konsen terhadap pembangunan lingkungan terutama yang menyangkut rehabilitasi lahan-lahan kritis dan lahan kosong yang tidak produktif. Program Seruling ini dimaksudkan untuk menanamkan kepedulian para siswa-siswi terhadap lingkungan dengan cara penanaman pohon. Karena sekarang ini perkembangan ilmu dan teknologi telah menuntut generasi muda untuk dapat mengikutinya sehingga kepedulian terhadap lingkungan sedikit terlupakan, oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Kuningan mencanangkan Program ini untuk tetap menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Untuk itu SMPN 2 Cibeureum mendukung program tersebut agar Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi segera terwujud dan akan memberikan manfaat bagi semua pihak.
SMPN 2 Cibeureum dalam rangka mengimplementasikan program tersebut di atas dilaksanakan dengan penuh perhatian yakni : berharap jadi sekolah konservasi. Istilah konservasi mungkin sudah sangat populer di kalangan masyarakat kita, akan tetapi pada kenyataannya konservasi sampai saat ini relatif hanya menjadi jargon yang masih membutuhkan implementasi yang lebih konkrit. Berbagai definisi muncul dari istilah konservasi, namun salah satu definisi yang mungkin bisa mewakili berbagai definisi tersebut adalah apa yang dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi yaitu bahwa konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together/bersama) dan servare (keep/save/memelihara). Apabila diterjemahkan secara istilah memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Apabila dikaitkan dengan tema peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2010 ini “Many Species. One Planet. One Future” atau terjemah bebasnya (Banyak Species, Satu Planet, Satu Masa Depan) yang memberikan gambaran kepada kita akan pentingnya mempertahankan keanekaragaman hayati maka upaya konservasi perlu mendapatkan prioritas pada roda pembangunan negeri ini.
Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dunia pendidikan, serta pihak-pihak lainnya.
Salah satu sektor yang sangat potensial menjadi media dalam pelaksanaan konservasi alam adalah dunia pendidikan atau lebih spesifiknya sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah adalah wahana pembelajaran yang mampu membawa implikasi  positif kepada ruang lingkup yang lebih luas dalam hal ini masyarakat di sekitar siswa dan guru. Upaya pembentukan sekolah yang berwawasan lingkungan merupakan solusi konkrit untuk menjawab permasalahan konservasi selama ini yaitu pemahaman dan perilaku manusia yang masih melihat sumberdaya alam sebagai sumber kebutuhan yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pemahaman ini harus dihapus dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan. Paradigma pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan merupakan makna sebenarnya dari kegiatan konservasi sumber daya alam.   
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dasar dalam upaya menciptakan konsep sekolah konservasi, diantaranya : Prinsip penghematan energi (energy saving), dalam hal ini lebih spesifik kepada penggunaan energi listrik yang kebanyakan di negara kita masih menggunakan sumber yang memanfaatkan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil sebagaimana kita ketahui adalah sumber daya yang terbatas. Konsep penghematan listrik bisa dimulai dari desain bangunan sekolah dengan pencahayaan dan ventilasi yang baik sehingga meminimalisir penggunaan lampu dan pendingin ruangan pada waktu siang hari. 
Prinsip kedua adalah pengelolaan sampah (waste management), yang dapat dilakukan dengan pemilahan sampah dengan penyedian paling tidak dua jenis tempat sampah yaitu organik dan anorganik dan juga pengelolaan sampah organik menjadi kompos untuk skala sekolah. Pada kedua jenis pengelolaan sampah tersebut para siswa diharapkan berpartisipasi aktif didalamnya.
Prinsip ketiga adalah dengan meningkatkan  gerakan gemar menanam bagi para siswa sehingga akan menambah luasan ruang terbuka hijau serta sebagai upaya konservasi air tanah dari pohon yang ditanam. Dari pengalaman yang sudah ada gerakan menanam ini akan lebih menarik apabila dikemas dalam konsep kompetisi antar kelas sehingga lebih menambah semangat para siswa. Khususnya di SMPN 2 Cibeureum pada saat musim hujan seperti sekarang ini sekolah sedang giat-giatnya menanam berbagai jens tanaman mulai dari mangga, rambutan, duku, jeruk, kelengkeng beringin, bambu hias, mahoni, jati , asem kranji dan berbagai jenis tanaman hias lain sehingga konsep sekolah hijau (green school) segera tercapai, dan dapat dijadikan media pembelajaran siswa khususnya mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, IPA Biologi sebagai Laboratorium Alam.
Prinsip berikutnya adalah dengan meningkatkan luas resapan air yang dapat dicapai dengan strategi pembuatan sumur resapan juga pembuatan lubang resapan biopori. Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) kedalam tanah, dengan diameter 10 -30 cm dan kedalaman 100 cm, atau tidak melebihi muka air tanah dangkal. Lubang tersebut kemudian diisi sampah organik sebagai sumber makanan fauna tanah dan akar tanaman yang mampu membuat biopori atau liang (terowongan – terongan kecil) dalam tanah. Jadi selain untuk meningkatkan resapan air, sampah organik pada Lubang Resapan Biopori dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Konsep Lubang Resapan Biopori juga sedang gencar disosialisasikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Konsep sekolah konservasi ini nantinya secara legal formal telah tercakup dalam salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program adiwiyata. Program adiwiyata bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggungjawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Pada akhirnya yang penting bukanlah penghargaan atau hadiah yang menjadi prioritas, tetapi upaya penanaman kepedulian terhadap lingkungan sejak dini di lingkungan sekolah sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup dan mendukung program pembangunan berkelanjutan.
*) penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan

Minggu, 14 November 2010

SEJARAH SINTREN DI KABUPATEN KUNINGAN

SINTREN, adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren sendiri berasal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib).
Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.

Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.

“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.

Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, seni sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang mecari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.

Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, Pabuaran, Cikulak dan Desa Leuweunggajah.

Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta Kecamatan Karangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum)

“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurung itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.

Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama gamelan.

“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribadi sintrennya. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya,” paparnya. *
sumber:
http://prameswariselalu.blogspot.com

Kamis, 04 November 2010

SMPN 2 CIBEUREUM KEMBANGKAN SENI SINTREN

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cibeureum yang beralamat di Desa / Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan Jawa Barat saat ini terus menggali potensi seni tradisional sebagai salah satu kegiatan pengembangan diri / ekstrakurikuler sekolah. Setelah seni Degung dan seni Calung, kini dikembangkan salah satu seni tradisional yang memiliki unsur magik yang punya ciri khas berbahasa Jawa Cirebon, yakni seni Sintren.
Seni Sintren yang baru diperkenalkan para siswa saat pertemuam MKKS SMP Kab. Kuningan tanggal 31 Oktober 2010 lalu tersebut ternyata mendapat aplaus yang luar biasa dari penonton yang sebagian besar adalah Bapak Ibu Kepala SMP se Kabupaten Kuningan, termasuk Ibu Dra. Hj. Sri Sunarsih,M.Pd KASI SMP DISDIKPORA dan Bapak Dedi Supardi,M.Pd. KABID PENDAS DISDKPORA Kabupaten Kuningan yang hadir pada saat pertemuan tersebut.
Kepala SMP N 2 Cibeureum Subagio,M.Pd kepada penulis mengatakan, perkembangan kegiatan pengembangan diri / ekstrakurikuler seni tradisional di sekolah ini mendapat respon yang cukup positif, terbukti beberapa ekstra kulikuler seni yang sudah berjalan telah mendapat hati di masyarakat bahkan sering dipesan untuk mengisi acara-acara tertentu seperti Degung. Upacara Adat, dan Calung.
Kini sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 421 orang ini telah membuka salah satu ekstrakurikuler baru yakni Seni Tradisional Sintren. Sementara sebagai pelatih seni berunsur magik ini Ujet,S.Pd yang sejak masa SMA sering dijuluki anak Dalang Sintren.
"Saya mencoba memperkenalkan seni Sintren di sekolah ini berbekal pengetahuan Seni Sintren yang saya miliki, setelah mendapat persetujuan dari orang tua dan guru-guru seni, maka sekolah mulai melengkapi peralatan untuk Seni Sintren seperti alat musik dari bambu, buyung, kendi serta latihan vokal untuk menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa yang merupakan syarat ketika aksi Sintren berlangsung." jelasnya.
Setelah melewati masa latihan dan merekrut siswa yang berminat masuk Seni Sintren. hasilnya tidak sia-sia, pentas pertama siswa saat pertemuam MKKS SMP Kab. Kuningan bulan Oktober 2010 lalu ternyata mendapatkan respon yang cukup bagus dari penonton termasuk para orang tua siswa yang hadir.
Dengan demikian salah satu eskul seni yang masih baru ini akan terus dikembangkan bahkan akan didaftarkan di Disbudpar Kabupaten Kuningan sebagai salah satu seni unik .milik SMP Negeri 2 Cibeureum yang tidak dimiliki sekolah lain.
Sementara itu Kepala SMP N 2 Cibeureum Subagio,M.Pd yang merupakan alumnus SMA Negeri 1 Cirebon ini lebih jauh mengungkapkan, dengan munculnya seni Sintren di SMP N 2 Cibeureum maka akan menambah daftar khazanah seni di Kuningan khususnya di lingkungan pendidikan dan berharap seni tradisional gagasannya ini akan lestari karena sejauh ini generasi muda lebih condong memilih seni modern seperti Band atau Organ Tunggal dan lainya.
"Untuk kreatifitas siswa dan melestarikan budaya yang sudah ada saya menganjurkan pada para siswa secara keseluruhan dari mulai berlatih musik, lagu yang harus dinyanyikan serta mencari anak yang pas untuk menjadi seorang Sintren," ungkapnya.
Untuk menjadi seorang sintren tidak sembarangan anak, yakni harus yang "masih perawan” jika tidak maka aksi Sintren akan menemui kegagalan, bahkan untuk pentas sendiri seorang yang akan jadi Sintren harus puasa selama tujuh hari.
Sementara itu ditambahkan salah satu pembina Seni di SMP Negeri 2 Cibeureum Kurnia Asih Lestari,S.Pd bahwa keberadaan ekstrakurikuler seni di sekolahnya benar-benar mendapat perhatian serius pihak sekolah terlebih dari kepala sekolah, sehingga para siswa bebas memilih eskul yang sesuai dengan minat dan bakat-nya. Sedangkan munculnya satu seni tradisional berupa Sintren menurutnya sudah mulai diminati siswa yang kini hampir mencapai 20 anak. Hal itu dibenarkan Pembantu Bidang Kesiswaan Toto, S.Pd dia berharap seni tradisional Sintren di sekolahnya juga bisa diterima masyarakat Kuningan dan siap pentas.

Rabu, 03 November 2010

ARTIKEL

Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Oleh : Subagio
Dalam mempelajari manajemen modern yang akan mendukung pelaksanaan tugas dan tanggungjawab perlu dipahami berbagai faktor yang mendasari kegiatan manusia dalam organisasi.
Menurut Drs. B. Suryo Subroto ( 2004 ) yang dimaksud organisasi adalah suatu bangunan lembaga yang merupakan hasil proses pembagian dan penyatuan usaha yang ditunjuka kearah tercapai suatu tujuan, sedangkan manajemen adalah penggunaan efektif sumber-sumber tenaga manusia dan bukan manusia serta bahan-bahan materiil lainnya dalam ranka mencapai tujuan yang telah ditentukan itu.
Dalam bidang pendidikan formal di sekolah yang dimaksud organisasi tidak lain adalah lembaga pendidikan yang berupa “sekolah” itu sendiri, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan harus memahami pula langkah-langkah pokok organisasi dan manajemen, yaitu : tugas-tugas pokok atau kegiatan-kegiatan pokok yang harus dijalankan oleh setiap orang yang mempunyai tanggung jawab untuk memimpin organisasi atau bagian organisasi, sebagai bahan perbandingan perlu dikemukakan konsepsi-konsepsi yang dirumuskan oleh para ahli manajemen
1. Henry Fanyol mengemukakan bahwa tugas-tugas pokok pimpinan itu setelah diterjemahkan terdiri atas : merencanakan ( to Plan ), mengorganisasikan ( to Organize ), menggerakan ( to Command ), mengkoordinasikan ( to Coordinate ), pengendalian ( to Control ).
2. Luther M. gulik, mengemukakan konsepnya dalam POSDICORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgetting ).
3. George Terry: POAC ( Planning, Organizing, Actuiting, Controling ).
Manajemen Pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.Proses pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencangkup perencanaan ( Planning ), pengorganisasian ( Organizing), penggerakan ( Actuiting ), dan pengawasan ( Controling ) sebagai suatu proses untuk menjadika visi menjadi aksi.
Para ahli mengungkapkan manajemen pendidikan berdasarkan sudut pandang dan fokus yang berbeda sesuai konsep teoritis yang melandasinya . Knezhevich ( 1984 : 4 ) menyamakan artii manajemen pendidikan dengan administrasi pendidikan. Engkoswara ( 2001 : 2 ) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta didalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.
Proses manajemen pendidikan memerlukan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan, diantaranya adalah pendekatan sistem dan pendekatan terpadu. Pendekatan sistem mempelajarii manajemen dari sudut sistem,sub sistem dan komponen sistem dengan penekanan pada interaksi antara komponen didalamnya. Sedangkan pendekatan manajemen terpadu dilandasi oleh norma dan keadan yang berlaku, menelaah ke masa silam, serta berorientasi ke masa depan secara cermat.
Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan penataan sumber daya pendidikan, seperti tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana ( keuangan) sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana dan lingkungan pendidikan.
Paradigma baru manajemen pendidikan harus sejalan dengan semangat Undang-Undang tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Undang-Undang Sisdiknas), Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ( UUPD ) , Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dan PP no. 25 tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu bersifat utuh mulai dari perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
Perubahan Sistem Pendidikan Nasional dari Undang-undang nomor 2 tahun 1989 menjadi Undang-undang nomor 20 tahun 2003, merupakan upaya pembaruan pendidikan ke arah peningkatan mutu. Upaya peningkatan mutu pendidikan beralih menjadi tanggung jawab sekolah dengan pola Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Didalam MBS juga tersirat bahwa sekolah mendapat tugas untuk meningkatkan mutu pendidikan, oleh karena itu pelaksanaan MBS harus menggunakan pendekatan manajemen kualitas total ( total quality management ) sehingga MBS berubah menjadi MPMBS ( Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ) Didalam pelaksanaannya MPMBS akan menggunakan prinsip-prinsip manajemen jaminan mutu ( total quality assurance ) dan perencanaan stratejik ( strategic planning ), sehingga setiap sekolah akan berlomba dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Sejalan dengan dimulainya otonomi daerah di kota dan kabupaten, maka pemerintah memberikan otonomi pendidikan ke sekolah dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, melalui undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 butir 1 yaitu : Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah “
Model SBM ( School Based Management ) atau Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia muncul akibat perubahan politik dan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial politik yang berdampak pada perubahan dalam manajemen pendidikan. SBM bertujuan memberdayakan sekolah dengan memberikan kewenangan ( deligation of authority ) kepada sekolah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas secara berkelanjutan ( quality continous improvement ). SBM sebagai hasil perubahan politik bertujuan pula mendesain pengelolaan sekolah dengan merubah sistem pengambilan keputusan yang semula menjadi wewenang pusat dipindahkan otonominya ke tingkat sekolah.
Sekolah merupakan suatu institusi penyelenggaraan pendidikan, tujuannya adalah tercapainya proses dan output ( keluaran ) yang dihasilkan bertumpu pada nilai-nilai dan transformasi kependidikan. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraannya diperlukan suatu kondisi yang bernuansa kependidikan, termasuk dalam pengelolaan.
Pengelolaan sekolah sangat kompleks dan khas, kompleks berkaitan dengan keterlibatan personal maupun kelompok baik secara internal maupun eksternal. Adapun khas, yakni tujuan yang ingin dicapai berkenaan dengan tuntutan kebutuhan terhadap pendidikan. Dengan demikian diperlukan manajerial sekolah yang dinamis selaras dengan perkembangan tuntutan masyarakat secara umum. Salah satu komponen strategis dalam manajemen sekolah adalah kepala sekolah. Dalam struktur organisasi sekolah negeri, kepala sekolah merupakan jabatan formal. Dalam rangka mencapai tujuan sekolah, maka kepala sekolah harus memenuhi kriteria kepemimpinan kependidikan.
Menghadapi kompleksitas pada jalur sekolah, diperlukan personal yang mempunyai kemampuan untuk meninimalkan kompleksitas masalah. Salah satu komponen personal yang menjadi tumpuan sekolah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan, (a) memandang bahwa sumber daya yang ada guna menyediakan dorongan memadai bagi guru-guru, (b) mencurahkan banyak waktu untuk pengolahan dan koordinasi proses belajar mengajar, dan (c) berkomunikasi secara teratur dengan staf, orang tua, siswa dan anggota masyarakat di sekitarnya.
Pengelolaan sekolah pada dasarnya, proses manajemen yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan berkesinambungan. Secara umum proses tersebut, berkenaan dengan pembangunan sekolah, keuangan sekolah, personal sekolah, fasilitas dan proses belajar mengajar. Keseluruhan aspek itu, hakikatnya sangat ditentukan oleh karakteristik kemampuan kepemimpinan, komunikasi internal dan eksternal dalam mencapai tujuan sekolah.
Kepemimpinan kepala merupakan inti dari manajemen sekolah, memang demikianlah halnya menurut Siagian, Sondang P, ( 2003:6 )karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat ( resources ) yang tersedia bagi suatu organisasi. Resources ini digolongkan kepada dua golongan besar yakni : (1) human resources; (2) non human resources. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan dimana mausia bekerja sama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas mencapai tujuan yang telah ditetapkan *****

Selasa, 31 Agustus 2010

INDONESIA KU

saya forward info ini smg manfaat

------------------------------------------------

Baca dulu, sumpah nangis, berlinang air mata !!!


Banyak sebenarnya yang tidak tahu dimanakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan Amerika, ada juga yang mengatakan negara-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur tengah.Rata-rata negara yang tertutup gurun pasir dan cuaca yang menyengat itu mengandung jutaan barrel minyak yang siap untuk diolah. tapi itu semua belum cukup untuk menyamai negara yang satu ini. bahkan Amerika, Negara-negara timur tengah serta Uni Eropa-pun tak mampu menyamainya.dan inilah negara terkaya di planet bumi yang luput dari perhatian warga bumi lainya. warga negara ini pastilah bangga jika mereka tahu. tapi sayangnya mereka tidak sadar "berdiri di atas berlian" langsung saja kita lihat profil negaranya.

Wooww... Apa yang terjadi? apakah penulis (saya) salah? tapi dengan tegas saya nyatakan bahwa negara itulah sebagai negara terkaya di dunia. tapi bukankah negara itu sedang dalam kondisi terpuruk? hutang dimana-mana, kemiskinan, korupsi yang meraja lela, kondisi moral bangsa yang kian menurun serta masalah-masalah lain yang sedang menyelimuti negara itu.baiklah mari kita urai semuanya satu persatu sehingga kita bisa melihat kekayaan negara ini sesungguhnya.



1. Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia. namanya PT Freeport.



pertambangan ini telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. saya (penulis= suranegara) mencoba meng-Uangkan jumlah tersebut dengan harga per gram emas sekarang, saya anggap Rp. 300.000. dikali 724,7 JUTA ton emas/ 724.700.000.000.000 Gram dikali Rp 300.000. = Rp.217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!! ada yang bisa bantu saya cara baca nilai tersebut? itu hanya emas belum lagi tembaga serta bahan mineral lain-nya.lalu siapa yang mengelola pertambangan ini? bukan negara ini tapi AMERIKA! prosentasenya adalah 1% untuk negara pemilik tanah dan 99% untuk amerika sebagai negara yang memiliki teknologi untuk melakukan pertambangan disana. bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, ya.. dialah URANIUM! bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir itu ditemukan disana. belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli kandungan uranium disana cukup untuk membuat pembangkit listrik Nuklir dengan tenaga yang dapat menerangi seluruh bumi hanya dengan kandungan uranium disana. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah!



2. Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.



Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. DIKELOLA SIAPA? EXXON MOBIL! dibantu sama Pertamina.



3. Negara ini punya Hutan Tropis terbesar di dunia. hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia.



Letaknya di pulau sumatra, kalimantan dan sulawesi.sebenarnya jika negara ini menginginkan kiamat sangat mudah saja buatmereka. tebang saja semua pohon di hutan itu makan bumi pasti kiamat.karena bumi ini sangat tergantung sekali dengan hutan tropis ini untukmenjaga keseimbangan iklim karena hutan hujan amazon tak cukup kuatuntuk menyeimbangkan iklim bumi. dan sekarang mereka sedikit demi sedikitelah mengkancurkanya hanya untuk segelintir orang yang punya uanguntuk perkebunan dan lapangan Golf. sungguh sangat ironis sekali.



4. Negara ini punya Lautan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.



Saking kaya-nya laut negara ini sampai-sampai negara lain pun ikut memanen ikan di lautan negara ini.



5. Negara ini punya jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia.





Bengan jumlah penduduk segitu harusnya banyak orang-orang pintar yang telah dihasilkan negara ini, tapi pemerintah menelantarkan mereka-mereka. sebagai sifat manusia yang ingin bertahan hidup tentu saja mereka ingin di hargai. jalan lainya adalah keluar dari negara ini dan memilih membela negara lain yang bisa menganggap mereka dengan nilai yang pantas.



6. Negara ini memiliki tanah yang sangat subur. karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan.





Jika dibandingkan dengan negara-negara timur tengah yang memiliki minyak yang sangat melimpah negara ini tentu saja jauh lebih kaya. coba kita semua bayangkan karena hasil mineral itu tak bisa diperbaharui dengan cepat. dan ketika seluruh minyak mereka telah habis maka mereka akan menjadi negara yang miskin karena mereka tidak memiliki tanah sesubur negara ini yang bisa ditanami apapun juga. bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman.



7. Negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. dari puncak gunung hingga ke dasar laut bisa kita temui di negara ini.



Negara ini sangat amat kaya sekali, tak ada bangsa atau negara lain sekaya INDONESIA! tapi apa yang terjadi?





dialah INDONESIA!

untuk EXXON MOBIL OIL, FREEPORT, SHELL, PETRONAS dan semua PEJABAT NEGARA yang menjual kekayaan Bangsa untuk keuntungan negara asing, diucapkan TERIMA KASIH.

Sebuah cerita mungkin akan bisa menggambarkan indonesia saat ini silahkan disimak.



Judulnya Ketika Tuhan Menciptakan IndonesiaSuatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakan- Nya. Malaikat pun bertanya, "Apa yang baru saja Engkau ciptakan, Tuhan?" "Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi," kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan di atas daerah hutan hujan Amazon. Tuhan melanjutkan, "Ini akan menjadi planet yang luar biasa dari yang pernah Aku ciptakan. Di planet baru ini, segalanya akan terjadi secara seimbang".Lalu Tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia dan Perancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang.Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Portugal, tetapi banyak sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Gibraltar.Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru, "Lalu daerah apakah itu Tuhan?" "O, itu," kata Tuhan, "itu Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah,suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni."Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, "Lho, katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua. Lalu dimana letak keseimbangannya? "Tuhan pun menjawab dalam bahasa Inggris, "Wait, until you see the idiots I put in the government." (tunggu sampai Saya menaruh 'idiot2′ di pemerintahannya)



Dan untuk rasa terima kasih untuk Kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun, kami pemuda-pemudi Indonesia memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada pejuang yang telah mengorbankan darah dan air mata mereka untuk bangsa yang tidak tahu terima kasih ini.



"Indonesia tanah air beta disana tempat lahir beta,dibuai dibesarkan bunda,Tempat berlindung di hari Tua...HIngga nanti menutup mata"





HIDUPLAH INDONESIA RAYA!!
sumber : bambang_tribuono@yahoo.com

Minggu, 25 Juli 2010

INDONESIA JADI STANDAR RUJUKAN HALAL DI DUNIA

Liputan6.com, Jakarta: Indonesia menjadi rujukan bagi penentuan standar halal dunia bersama dengan Malaysia dan Singapura. "Kita menyamakan standar halal dengan merujuk pada Indonesia, Malaysia, dan Singapura," tutur Presiden World Halal Council Lukmanul Hakim di Jakarta, Ahad (25/7).
Kesepakatan tersebut diambil dalam pertemuan internasional mengenai standar halal yang diikuti 31 lembaga, seperti Shandong Islamic Assosiation (SIA) Cina, Australian Federation of Islamic Council (AFIC), dan Halal Transsction of Omaha (US). Dalam pertemuan tersebut, kata Lukmanul, semua lembaga yang hadir sepakat menyamakan standar halal untuk berbagai produk, seperti kosmetika, obat-obatan, dan pangan.
Pertemuan ini, menurut Lukmanul, merupakan pertemuan antarlembaga sertifikasi dari seluruh dunia yang membicarakan tentang standar dan prosedur sertifikasi halal. Hal tersebut disampaikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika atau (LPPOM), Mejelis Ulama Indonesia (MUI), dan Halal Feed and Food Inspection Authority Netherland.
Pertemuan ini juga membahas tentang standar sertifikasi halal pada penyembelihan hewan serta makanan olahan. "Kita sepakat membentuk tim dan nantinya akan melakukan tugas meratifikasi standar halal," kata Lukamnul. Sekadar informasi, upaya untuk menetapkan standar halal internasional sudah dirintis sejak World Halal Council terbentuk pada 1999 di Jakarta.
Lukmanul menambahkan, kesepakatan standar halal tersebut juga akan disampaikan ke organisasi negara-negara Islam (OKI) dan diinginkan juga diratifikasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Saat ini lembaga sertifikasi halal memiliki standar yang berbeda-beda, baik menyangkut standar organisasi dan sistem auditing, standar penyembelihan hewan serta makanan olahan.
Standar yang berbeda-beda ini sangat menyulitkan proses sertifikasi halal yang melibatkan penggunaan bahan atau produk antarnegara. Perbedaan yang sering terjadi dalam standar sertifikasi halal, lanjut Lukmanul, bukan pada konsep halal dan haram, melainkan lebih kepada standar pemeriksaan serta teknis pelaksanaannya, seperti teknik pemingsanan atau pembunuhan hewan dalam proses penyembelihan dan lain-lain.(BOG/Ant)

Rabu, 21 Juli 2010

BAHASA INDONESIA DI AJARKAN DI AUSTRALIA

Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran bahasa yang ditawarkan di beberapa sekolah di Australia. Sejumlah siswa yang memilih pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah mereka bahkan tertarik juga untuk belajar kebudayaan dan berkunjung ke Indonesia.

”Saya tertarik ingin tahu kebudayaan Indonesia. Suatu saat nanti saya berharap bisa ke Indonesia. Saya mau berenang di pantainya,” ujar Michael Winn, siswa kelas XII di Carey Baptist Grammar School Melbourne.

Sayangnya, travel advice soal kunjungan ke Indonesia membuat keinginan siswa Australia untuk belajar Bahasa Indonesia di negeri asalnya itu belum kunjung terlaksana.

Keinginan untuk bisa mengajak siswa SMP-SMA di Ferny Grove State School di Brisbane, Queensland, belajar langsung dari penutur asli di Indonesia memang hingga saat ini belum terwujud. Namun, pengajar Bahasa Indonesia di sekolah itu tak kehilangan akal.

Tak bisa ke Indonesia, akhirnya sejumlah siswa yang memilih belajar bahasa Indonesia pun diajak ke Malaysia untuk belajar bahasa dan kebudayaan Melayu. Kesempatan itu dimanfaatkan sebagai ajang untuk mempraktikkan kemampuan berbahasa Indonesia yang dialeknya hampir mirip dengan bahasa Melayu yang dipercakapkan di Malaysia.

Dalam kunjungan ke sejumlah sekolah di Melbourne dan Brisbane yang didukung Australian Education International (AEI) di Indonesia awal Juni lalu, Kompas berkesempatan melihat proses belajar Bahasa Indonesia bagi siswa SD, SMP, dan SMA Australia. Pilihan pelajaran Bahasa Indonesia ternyata cukup diminati siswa Australia, di samping bahasa Perancis, Jerman, dan Mandarin.

Fiona Hudghton, Kepala Departemen Bahasa di Ferny Grove State School, mengatakan, Bahasa Indonesia sudah diajarkan di sekolah itu sekitar delapan tahun lalu. Pelajaran bahasa dengan pilihan Bahasa Indonesia dan Jerman wajib diikuti siswa kelas VIII. Sekitar 40 persen siswa memilih untuk belajar Bahasa Indonesia.

”Sejak tahun lalu, Bahasa Indonesia mulai diajarkan sejak SD. Itu karena ada permintaan dari orangtua siswa. Alasannya karena Indonesia negara tetangga Australia, tidak ada salahnya untuk mengajarkan bahasanya kepada siswa di sini,” ujar Fiona yang juga menjadi salah satu pengajar Bahasa Indonesia.

Belajar Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia justru terlihat lebih menarik. Saat siswa kelas VIII belajar kata depan atau preposisi, Fiona memanfaatkan berbagai hewan mainan berukuran kecil sebagai alat bantu untuk memudahkan pemahaman siswa.

Dengan memindahkan posisi berbagai hewan mainan itu, siswa jadi lebih paham bagaimana menggunakan kata di belakang, di atas, di samping, dan lainnya.

Sementara itu, bagi siswa kelas XI dan XII, pelajaran Bahasa Indonesia juga dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan di negara Indonesia, mulai dari budaya, sastra, musik, dan film. Ketika Kompas, tvOne, dan staf AEI Surabaya Josephine Ratna melihat jam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa kelas XI dan XII memanfaatkan untuk berdiskusi soal kehidupan remaja di Indonesia.

Axel, misalnya, dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar menanyakan apakah remaja Indonesia kenal dengan budaya pesta bersama teman-teman sekolah. Sementara itu, yang lainnya bertanya soal kesempatan anak-anak lulusan SMA melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Di Melbourne, kelas Bahasa Indonesia salah satunya ditawarkan di Carey Baptist Grammar School sejak kelas VII. Bahasa Indonesia juga menjadi pilihan di antara Bahasa Mandarin, Jerman, dan Perancis. Siswa kelas XII yang mengambil kelas Bahasa Indonesia mesti siap-siap dengan ujian Bahasa Indonesia untuk kelas Victorian Certificate of Education (VCE) atau International Baccalaureate.

Heather Hardie, pengajar Bahasa Indonesia, berharap supaya travel advice ke Indonesia bisa dipertimbangkan kembali. ”Saya menikmati saat di Indonesia. Saya berharap anak-anak yang mengambil kelas bahasa bisa ke Indonesia. Sebenarnya, Indonesia tidak seseram yang dibayangkan orang,” ujar Heather.

Sumber : www.kompas.com

Rabu, 30 Juni 2010

DAFTAR SEKOLAH PAKAI POHON

KUNINGAN - Program unik kembali digagas Pemkab Kuningan, berkaitan dengan daerahnya sebagai kabupaten konservasi. Selain program pengantin peduli lingkungan (Pepeling), dalam waktu dekat, Pemkab Kuningan bakal mencanangkan program siswa baru peduli lingkungan (Seruling). Bisa jadi, program ini merupakan satu-satunya di Indonesia.

”Betul sekali. Pada musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2010, kami akan memberlakukan peraturan tersebut. Ini gagasan pak bupati dan sudah ditindaklanjuti oleh SK Bupati,” jelas Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Dadang Supardan MSi saat ditemui Radar di Sekretariat Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Kuningan, Jum’at (18/6).
Dalam SK tersebut kata Dadang, seluruh siswa baru diwajibkan membawa satu bibit pohon untuk diserahkan kepada sekolah masing-masing pada saat proses daftar ulang dengan jenis pohon tahunan dan produktif. Adapun siswa baru yang diwajibkan terbatas pada tingkatan SMP, MTs, SMA, SMK dan MA. Sedangkan SD belum bisa dilibatkan, karena pertimbangan pemeliharaan bibit pohon.
Menurutnya, bibit pohon dari anak didik baru harus ditanam dengan baik. Jika pihak sekolah memiliki lahan, penanaman mesti dilakukan di lahan sekolah tersebut. Sebaliknya jika sekolah tidak memiliki lahan, maka seluruh bibit pohon harus diserahkan kepada pemerintah kecamatan untuk ditanam di lahan kritis yang berada di wilayah kecamatan tersebut.
”Memang, akan lebih baik jika ditanam di lingkungan sekolah. Karena rasa memiliki siswa akan lebih kental. Siswa bisa belajar bertanggungjawab, mulai penanaman sampai pemeliharaannya kedepan. Apalagi di masing-masing pohon, juga harus ditulis nama siswa pemilik pohon tersebut,” ujar Dadang.
Dijelaskan dia, program Seruling diciptakan untuk memberikan motivasi kecintaan pelajar Kuningan terhadap kelestarian lingkungan sejak dini. Apalagi mengingat Kuningan sebagai kabupaten konservasi. Singkatan Seruling sendiri diambil bukan tanpa makna.
”Seperti diketahui, Seruling itu sebuah alat musik tradisional bernuansa alami. Kalau ditiup bersama pupuh, maka akan menyentuh. Dan, jika diiringi lagu dangdut, akan bergoyang. Suara Seruling bisa membuat rasa damai bagi seluruh isi semesta,” tandas Dadang.
Dadang juga mengajak kepada seluruh perguruan tinggi yang berkiprah di Kuningan untuk memberlakukan hal serupa kepada mahasiswa barunya. ”Sifatnya dalam hal ini mengajak, karena PT bukan berada pada naungan Disdikpora,” imbuhnya. Dadang tidak memungkiri kalau program Seruling merupakan terobosan unik Pemkab Kuningan. Keunikan program ini bahkan bisa jadi merupakan satu-satunyadi Indonesia. (tat/ded)
sumber : www.radarcirebon.com