Rabu, 20 Juli 2011

PENDIDIKAN KARAKTER SECARA TERPADU MELALUI MANAJEMEN SEKOLAH (1)

Oleh : Subagio,M.Pd.

Lulusan SMP yang berkarakter baik, selain dibentuk melalui proses pembelajaran di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler, juga sangat dipengaruhi oleh pola manajemen sekolah. Manajemen sekolah, khususnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat dengan subur memfasilitasi peserta didik dan warga sekolah pada umumnya untuk menginternalisasi karakter yang baik. Keterbukaan, tanggungjawab, kerjasama, partisipasi, dan mandiri merupakan nilai-nilai dalam manajemen sekolah yang memandu kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang bernuansa pendidikan karakter. Nilai-nilai itu yang memandu baik bagi kepala sekolah sendiri, para guru karyawan dan pendidik di sekolah, para stakeholder sekolah yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan karakter melalui manajemen sekolah ini adalah agar sekolah:
1. Merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh komponen sekolah (pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, peserta didik, dan biaya pendidikan) yang dijiwai oleh nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan nilai-nilai kebangsaan.
2. Memadukan nilai-nilai dalam manajemen berbasis sekolah seperti kemandirian, kerjasama, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dengan nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan nilai-nilai kebangsaan.
3. Menginternalisasi dan membiasakan tingkah laku yang berkarakter dalam proses pendidikan di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari melalui manajemen berbasis sekolah.

A. Pengertian Manajemen Sekolah yang Berkarakter
Manajemen adalah pemanfaatan dan pemberdayaan seluruh sumber daya (manusia dan sumber-sumber lainnya), melalui suatu proses dan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Dalam manajemen, proses ini terkait dan melibatkan organisasi, arahan, koordinasi dan evaluasi orang-orang guna mencapai tujuan tersebut. Proses tersebut meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Esensi manajemen adalah bekerja dengan orang lain agar mencapai hasil yang diharapkan. Melalui manajemen, dilakukan proses pengintegrasian berbagai sumber daya dan tugas untuk mencapai berbagai tujuan yang telah ditentukan. Dalam kaitannya dengan pengelolaan sekolah, tujuan yang dimaksud adalah tujuan kurikuler yang dirumuskan berdasarkan tujuan kelembagaan dan tujuan pendidikan.
Manajemen sekolah yang berkarakter baik (mengandung nilai-nilai karakter) adalah pemanfaatan dan pemberdayaan seluruh sumber daya yang dimiliki sekolah, melalui proses dan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, berdasarkan dan mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang luhur, baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, berbangsa maupun lingkungan. Dalam pengertian ini pendidikan karakter tidak dimaksudkan sebagai payung manajemen sekolah, melainkan sebagai upaya menerapkan nilai-nilai karakter dalam penyelenggaraan manajemen di sekolah, atau dengan kata lain bahwa nilai-nilai karakter ditanamkan secara terpadu ke dalam pengelolaan sekolah.
B. Prinsip-prinsip Implementasi Manajemen Sekolah yang Berkarakter
Dalam implementasi manajemen sekolah yang mengandung nilai-nilai karakter terdapat prinsip-prinsip yang hendaknya diterapkan oleh sekolah antara lain:

1. Kejelasan tugas dan pertanggungjawaban
Prinsip ini menekankan bahwa di sekolah hendaknya ada kejelasan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) setiap person yang ada, sehingga tertuang secara jelas tugas masing-masing personil di sekolah. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai amanah, terbuka, dan tanggung jawab. Artinya, pada saat seseorang diberi tugas maka yang menjadi dasar penugasan tersebut adalah, apakah orang yang akan diberi tugas itu amanah atau tidak, bukan karena faktor kedekatan atau pilih kasih. Terbuka, artinya memberikan kesempatan kepada semua orang yang memenuhi kriteria untuk diberi tugas itu. Kemudian, pihak-pihak yang terkait dengan hal tersebut hendaknya melakukan prosedur dan mekanisme secara bertanggung jawab sehingga hasil dari keseluruhan proses dapat dipertanggung jawabkan.
2. Pembagian kerja berdasarkan the right man on the right place
Prinsip ini mengarahkan bahwa dalam memberikan tugas atau pekerjaan kepada seseorang, hendaknya didasarkan pada keahlian dan kemampuan yang bersangkutan. Penempatan seseorang dalam suatu jabatan harus sesuai dengan tuntutan job discription dari posisi yang akan ditempati, dan orang yang akan diberi tugas hendaknya memenuhi kriteria yang disyaratkan. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai rasional, komitmen, dan berpikir jauh ke depan. Artinya, penempatan orang pada posisi tertentu hendaknya didasarkan pada pertimbangan yang masuk akal karena yang bersangkutan memiliki komitmen yang tinggi dan hal tersebut diarahkan pada tercapainya tujuan yang hendak dicapai di masa depan.
3. Kesatuan arah kebijakan
Prinsip ini menegaskan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah, hendaknya ada kesatuan arah kebijakan yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan bagi warga sekolah sehingga tidak terjadi simpang siur dan kebingungan. Atau dengan kata lain perlu dihindari terjadinya kebijakan yang tumpang tindih dan kontradiktif. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai bijaksana, demokratis, dan manusiawi. Artinya, penetapan kesatuan arah kebijakan tersebut hendaknya dilaksanakan secara bijaksana, dengan mempertimbangkan dan mengakomodasikan masukan dan aspirasi yang berkembang serta dilakukan secara persuasif dan manusiawi.
4. Teratur
Prinsip ini menekankan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah, hendaknya ada aturan yang disepakati dan menjadi pijakan bagi semua warga sekolah dalam melaksanakan tugas-pokok-fungsi dan interaksi di antara mereka sehingga terwujud keteraturan. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai kebersamaan, kooperatif dan dinamis. Artinya, keteraturan itu muncul karena kesamaan perasaan dan tujuan yang hendak dicapai, yang diwujudkan secara konkrit dalam bentuk kemauan dan kerja bersama-sama dengan semua warga sekolah. Di samping itu keteraturan bersifat dinamis, yakni tetap mangakomodir perubahan-perubahan yang positif dan konstruktif sehingga semakin lama semakin meningkat kualitas keteraturannya.
5. Disiplin
Prinsip ini mengharuskan setiap warga sekolah untuk selalu taat asas, patuh dan konsisten terhadap aturan yang dibuat dan disepakati bersama. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai kukuh hati, menghargai waktu dan berani berbuat benar. Artinya, kedisiplinan yang dilakukan tersebut merupakan perwujudan dari sikap dan tindakan kukuh pada hukum dan menghargai waktu, karena terdorong oleh semangat berani berbuat benar dan bukan faktor takut pada pimpinan atau terhadap sanksi.
6. Adil (Seimbang)
Prinsip keadilan mengarah pada terwujudnya keseimbangan antara hak dengan kewajiban, penghargaan dengan hasil karya, punishment dengan tingkat kesalahan, baik yang dilakukan oleh guru, staf tata usaha maupun para peserta didik dan warga sekolah lainnya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai empati, lugas dan pemaaf. Artinya, keadilan (keseimbangan) yang hendak diupayakan dan ditegakkan di sekolah itu dilandasi oleh adanya pengertian, kepedulian dan kemauan untuk dapat menempatkan sesuatu pada posisi yang tepat, tanpa mengurangi sikap lugas pada aturan yang berlaku dan sifat pemaaf kepada yang menyadari akan kekhilafan dan kesalahannya.
7. Inisiatif
Prinsip ini menekankan bahwa setiap orang yang ada di sekolah hendaknya memiliki keinginan, pikiran dan gagasan untuk terus menerus mengambil prakarsa, melakukan hal-hal baru yang positif. Kemampuan berinisiatif sangat menunjang keberhasilan sekolah dalam meraih tujuan yang ditetapkan. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai berani mengambil resiko, rendah hati, dan sabar. Artinya, inisiatif tersebut dilakukan demi pengembangan dan kemajuan sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah, pendidik, dan peserta didik harus berani mengambil resiko. Namun demikian tetap dengan sikap rendah hati dan sabar dalam menyikapi perubahan dan kemajuan yang diharapkan.
8. Semangat kebersamaan
Prinsip ini menekankan kesadaran kepada setiap warga sekolah adalah sebagai bagian yang integral dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan bagian lainnya. Rasa kebersamaan (the common) merupakan modal sosial (social capital) yang hendaknya dikembangkan di sekolah. Kebersamaan merupakan aset sosial sekolah yang sangat berharga, karena dengan kebersamaan itu suatu pekerjaan akan lebih mudah dan cepat diselesaikan. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai baik sangka, saling menghormati dan mandiri. Artinya, semangat kebersamaan tersebut dilandasi dan dibarengi dengan sikap baik sangka dan saling menghormati antar sesama warga sekolah dan antara warga sekolah dengan stakeholders lainnya, dengan tetap menjaga dan mempertahankan sifat kemandiriannya.
9. Sinergis
Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara terpadu, saling mengisi dan melengkapi antara satu bidang dengan bidang atau urusan lainnya. Dalam kenyataannya, tidak ada bidang atau urusan yang berdiri sendiri dan terpisah dengan lainnya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai menghargai karya orang lain, tenggang rasa dan rela berkorban. Artinya, dalam pengelolaan dan penanganan sesuatu masing-masing pihak yang terkait mau menghargai karya orang lain, tenggang rasa dan ada kemungkinan dituntut kerelaannya untuk berkorban.
10. Ikhlas
Prinsip ini mengarahkan bahwa pekerjaan yang telah diberikan hendaknya dilaksanakan dengan tekat sungguh-sungguh untuk berbuat sebaik mungkin dan dengan penuh kesadaran. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa yang dilakukannya itu semata-mata sebagai wujud tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai pengabdian, tawakal dan syukur. Artinya, segala yang dilakukannya itu diapresiasikan sebagai pengejawantahan pengabdiannya kepada Allah Yang Maha Kuasa, bakti kepada bangsa dan negara serta kemaslahatan untuk sesama.

PENDIDIKAN KARAKTER SECARA TERPADU MELALUI MANAJEMEN SEKOLAH (2)

Oleh : Subagio,M.Pd.


C. Implementasi Manajemen Sekolah yang Berkarakter
Sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan, melaksanakan kegiatan, dan evaluasi terhadap tiap-tiap komponen pendidikan yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi (terpadu). Pengertian terpadu lebih menunjuk kepada pembinaan nilai-nilai karakter pada tiap komponen pendidikan sesuai dengan ciri khas masing-masing sekolah. Sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan sistem pengelolaan sekolah itu sendiri. Artinya, sekolah mampu merencanakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dan melakukan pengendalian mutu sekolah secara berkarakter. Keterkaitan antara berbagai komponen, proses manajemen berbasis sekolah dan nilai-nilai karakter yang melandasinya dapat dilihat pada gambar berikut.

Sebagaimana diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan pendidikan bahwa semua sekolah harus memenuhi SNP, yaitu meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Upaya-upaya yang ditempuh untuk pemenuhan SNP tersebut melalui manajemen sekolah dilaksanakan dengan merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan semua program dan kegiatan agar komponen-komponen SNP dapat terpenuhi. Implementasi manajemen sekolah inilah diharapkan dapat diintegrasikan dengan perilaku yang berkarakter, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian program sekolah.

1. Integrasi nilai-nilai karakter dalam perencanaan program
Penyusunan rencana program sekolah harus dapat mengakomodir berbagai program yang berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai, seperti disiplin, hormat, cinta tanah air, cinta ilmu, dan lain sebagainya. Selain itu, penyusunan rencana program sekolah harus melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (stake holder), misalnya guru, siswa, tata usaha/karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat yang memiliki perhatian kepada sekolah. Dengan cara itu diharapkan rencana pengembangan sekolah menjadi “milik” semua warga sekolah dan pihak lain yang terkait. Keterlibatan berbagai unsur sesuai dengan kemampuan masing-masing akan mewujudkan “rasa terwakili” dan “rasa memiliki” terhadap hasil sehingga pada akhirnya merasa wajib untuk melaksanakannya.
Perencanaan program dan kegiatan sekolah dilakukan melalui pengembangan dan penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS) untuk jangka menengah/panjang dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk jangka pendek atau tahunan. Dalam upaya pendidikan karakter, sekolah harus bersama-sama dengan pemangku kepentingan menyusun RKS dan RKAS ini melalui berbagai proses yang dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter. Melalui proses perencanaan yang baik diharapkan akan memunculkan berbagai nilai karakter yang baik pula.
Nilai-nilai karakter yang yang dapat diimplementasikan secara terpadu dalam proses perencanaan sekolah seperti: tingkat ketergantungan rendah, adaptif dan antisipatif/proaktif untuk mengurangi terjadinya penyimpangan; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih) sehingga mampu dan berani mengambil resiko; bertanggungjawab terhadap keberhasilan perencanaan program dan kegiatan; memiliki kontrol kualitas, kualifikasi, dan spesifikasi yang kuat; memiliki kontrol yang kuat terhadap waktu, target, tempat, sasaran, dan pendanaan; serta komitmen yang tinggi pada dirinya

2. Integrasi nilai-nilai karakter dalam pelaksanaan program
Minimal ada tiga nilai karakter yang dapat diintegrasikan ke dalam pelaksanaan program dan kegiatan di sekolah, yaitu efektif, efisien, dan produktif. Nilai karakter efektif muncul di sekolah apabila hasil-hasil yang dicapai dalam pemenuhan SNP sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Nilai karakter efisien dapat dicapai apabila program dan kegiatan yang dijalankan menghasilkan atau memenuhi SNP sesuai tujuan dengan biaya yang tersedia, atau dengan biaya yang rasional hasil SNP makin maksimal. Sedangkan nilai karakter produktif bisa didapatkan apabila pelaksanaan program dan kegiatan dalam pemenuhan SNP hasilnya secara kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan tujuan.
Dari sisi masing-masing individu, para pelaksana program dan kegiatan di sekolah diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai karakter seperti: percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, malu berbuat salah, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
Untuk mengimplementasikan manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai karakter, diperlukan pengelolaan sumber daya manusia secara baik, antara lain melalui: (a) perencanaan penerimaan (recruitment) guru dan staf sesuai dengan kebutuhan sekolah, (b) mengorganisasikan kegiatan guru dan staf sesuai dengan bidang kerja masing-masing, (c) memberikan pengarahan kepada para guru dan staf agar bekerjasama untuk tercapainya tujuan, (d) melakukan pengawasan (control) terhadap pekerjaan para guru dan staf agar mereka bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan bersama, (e) meningkatkan profesionalisme para guru dan staf, baik teknis maupn non-teknis, melaksanakan pembinaan karir dan kesejahteraan, serta menerapkan sistim penghargaan dan hukuman (reward and punishment system).
Di samping itu, keberhasilan implementasi program ini tidak terlepas dari peran orangtua dan komite sekolah dalam mendukung program yang dijalankan. Sekolah perlu menjalin hubungan kerjasama guna mendapatkan dukungan. Sekolah tidak mungkin dapat melaksanakan sendiri kegiatan yang sudah diprogramkan, sehingga perlu dicarikan solusi dan pemecahannya bersama komite sekolah.

3. Integrasi nilai-nilai karakter dalam pengendalian/ pengawasan program
Pengendalian (controlling) dalam pengelolaan sekolah meliputi supervisi, monitoring, dan evaluasi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil pemenuhan SNP. Pengendalian lebih menekankan kepada upaya-upaya sekolah untuk menghasilkan atau menjamin keterlaksanaan program dan keberhasilan tujuan. Supervisi merupakan bantuan untuk memberikan solusi terhadap suatu permasalahan yang timbul selama pelaksanaan program. Sedangkan monitoring merupakan upaya untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan terhadap hambatan atau penyimpangan. Evaluasi adalah menilai kinerja sekolah secara keseluruhan atas berbagai keberhasilan program pemenuhan SNP.
Proses pengendalian dalam manajemen sekolah ini hendaknya juga diiringi dengan nilai-nilai karakter pelaku (pengendali) itu sendiri, antara lain: jujur, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, dapat dipercaya, adil, ulet, teliti, visioner, dedikatif, terbuka, tertib, sportif, dan taat peraturan. Sedangkan apabila dilihat dari sisi manajerial atau kelembagaan, maka nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan/muncul dalam pengendalian ini antara lain adalah nilai-nilai terbuka, obyektif, adil, terukur (standar), dan bertanggungjawab.

D. Manajemen Sekolah yang Berkarakter in Action
Berikut beberapa contoh praktik yang baik (good practices) dalam penanaman nilai-nilai karakter yang terintegrasi dan dapat diimplementasikan dalam manajemen sekolah.

1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai karakter yang terintegrasi dalam manajemen sekolah
a. Penugasan kepada warga sekolah untuk melakukan kajian-kajian ajaran agama dalam bentuk penelitian, penulisan karya ilmiah, dan sebagainya.
b. Pengiriman warga sekolah ke perguruan keagamaan untuk belajar dan mendalami nilai-nilai karakter.
c. Sekolah memiliki perangkat instrumen yang disusun dan dikembangkan berdasarkan pada pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai karakter pengetahuan moral, untuk dipakai sebagai acuan sekolah dalam menilai pemahaman karakter tersebut dan untuk menilai kijerja (DP3) bagi warganya;
d. Sekolah mengadakan seminar atau workshop yang menghadirkan nara sumber praktisi atau pemuka agama yang dipandang telah melaksanakan nilai-nilai karakter dengan baik atau sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih.
e. Sekolah memiliki referensi, panduan, tata tertib, dan lain-lain yang mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral.
f. Sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan yang tepat untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap dirinya seperti: reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, dan tertib.
g. Sekolah mengadakan kegiatan yang sesuai untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap sesama seperti taat pada peraturan, toleran, peduli, kebersamaan (kooperatif), demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah dan dermawan, mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati, dan konstruktif.
h. Sekolah mengadakan kegiatan untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap kebangsaan yaitu: taat peraturan pemerintah, toleran antar umat beragama-suku-ras-lainnya, peduli sesama manusia yang berbeda agama-suku-ras, kebersamaan (kooperatif), demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, konstruktif, nasionalis, loyal, komit, rela berkorban, cinta tanah air, bela negara,dan lain-lain untuk berbakti pada bangsa dan negara.
i. Sekolah melaksanakan evaluasi pemahaman atau pengetahuan yang mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral untuk mengetahui tingkat pemahaman karakter tersebut. Hal ini diharapkan menjadi budaya sekolah dalam membina warganya tentang pemahaman nilai-nilai karakter ini;

2. Penumbuhan kesadaran mengimplementasikan nilai-nilai karakter dalam manajemen sekolah
a. Sekolah mengadakan kegiatan ESQ untuk menyadarkan warga sekolah terhadap nilai-nilai karakter;
b. Sekolah mengadakan kegiatan renungan dalam waktu-waktu tertentu dengan materi keagamaan khususnya nilai-nilai taat kepada Tuhan YME, syukur (berterima kasih), ikhlas, sabar (kepada Tuhan), dan tawakkal, untuk merubah sikap yang lebih baik atas dasar kemauan dirinya (tanpa paksaan atau tekanan);
c. Sekolah mengadakan kunjungan ke tempat-tempat khusus (misalnya ziarah) yang dapat membangkitkan kesadaran pentingnya nilai-nilai karakter. Hasilnya juga dapat dipergunakan untuk merubah kondisi sekolah yang menumbuhkan dan membangkitkan kesadaran diri dan emosinya terhadap nilai-nilai karakter tersebut;
d. Sekolah bekerjasama dengan lembaga keagamaan/pondok/lainnya untuk memberikan motivasi tentang praktik kehidupan nyata yang mengandung nilai-nilai karakter. Potret dan pengalaman sikap baik dari orang lain, emosional yang baik dari orang lain dapat memberikan penguatan sikap yang baik pula;
e. Sekolah mengadakan kegiatan outbond dengan tema-tema yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter untuk memberikan kesadaran, introspeksi, dan merubah sikap menjadi lebih baik;
f. Sekolah melakukan kunjungan dan mengkaji fenomena ke lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, penampungan anak, dan sebagainya untuk memberikan muatan tentang sikap moral yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter sehingga dapat memberikan inspirasi dalam bersikap yang dilandasi oleh nilai-nilai tersebut;

3. Pengimplementasian perilaku (tindakan) yang berkarakter terintegrasi dalam manajemen sekolah
a. Sekolah memfasilitasi “waktu dan kesempatan” untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan dan agama sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah, sehingga secara lahiriah telah terjadi gerakan moral yang diwujudkan dalam perbuatan beribadah secara nyata. Ke sekolah bukan hanya untuk mencari ilmu, tetapi juga untuk mengamalkan ilmu, sehingga menghasilkan sesuatu yang terukur dan terlihat nyata bermanfaat; Sekolah menciptakan “budaya” beribadah secara kongkret;
b. Sekolah menugaskan secara bergilir kepada guru-guru untuk memimpin peribadatan sesuai dengan keyakinan dan agama masing-masing pada kegiatan rutin, insedental, maupun terprogram;
c. Sekolah mengadakan kegiatan pembiasaan bagi para guru dan tenaga kependidikan lainnya bahwa dalam setiap kegiatan pengembangan kompetensi lulusan adalah tanggungjawab mereka yang tidak didasari semata-mata oleh materi;
d. Sekolah memiliki perangkat instrumen dan tim khusus yang mengawasi dan menilai secara proporsional tentang perilaku warga sekolah yang berkaitan dengan nilai-nilai ketaatan kepada Tuhan YME, syukur (berterima kasih), ikhlas, sabar (kepada Tuhan), dan tawakkal;
e. Terdapat sanksi moral dari sekolah, sanksi administrasi, dan sangat dimungkinkan sanksi yuridis apabila terdapat warga sekolah yang tidak taat agama dan banyak tuntutan yang berlebihan;
f. Sekolah melaksanakan ibadah bersama (misalnya bagi pemeluk Agama Islam sholat berjamaah) secara rutin setiap hari sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Peribadatan ini dipimpin oleh salah seorang warga sekolah secara bergantian menurut tata aturan yang diyakini;
g. Sekolah mengadakan pelatihan dan lomba-lomba pendalaman agama dan ibadah lain yang tidak menyalahi ajaran masing-masing;
h. Terdapat upaya tertentu yang diciptakan oleh kepala sekolah apabila terdapat penyimpangan, kesalahan, dan lainnya yang dilakukan guru pada saat menjalankan tugasnya.
i. Sekolah mengawasi dan menilai secara proporsional perilaku warga sekolah dengan perangkat instrumen dan tim khusus pada saat warga sekolah melaksanakan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter.
j. Sekolah selalu mengkondisikan (membudayakan) suasana kerja adalah sebagai bentuk ibadah, yaitu sebuah tindakan menyerahkan atau memberikan (the act of giving) kepada Tuhan atau atau bagian dari tawakkal, mengandung makna keagungan dalam pengabdian yang terwujud dalam suatu kesadaran yang dapat mempengaruhi ikatan batin pekerja, motivasi, kebiasaan, dan bahkan karakter pekerja, sehingga akan memiliki kualitas kerja tinggi dan akan ditempatkan pada posisi pekerja yang maksimal dan diberi imbalan materi lebih tinggi.

4. Implementasi keterpaduan nilai-nilai karakter kemandirian, keterbukaan, akuntabilitas, kerjasama/ kemitraan, dan partisipasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Nilai-nilai karakter yang ada dalam pengelolaan sekolah ini pada dasarnya sama dengan prinsip-prinsip manajemen pendidikan yang baik, yaitu mandiri, terbuka, bertanggungjawab, kerjasama/kemitraan, dan partisipatif. Semua nilai karakter ini sering disebut dengan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS. Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa apabila sekolah telah melaksanakan MBS dengan baik, pada dasarnya sekolah tersebut telah berkarakter baik, yaitu mampu mengelola sekolah karena mengandung nilai-nilai moral tersebut.
Implementasi pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam MBS ini antara lain:
1. Mandiri. Dalam penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan program dan evaluasi, sekolah diharapkan mampu tanpa banyak ditentukan oleh pihak lain, tidak tergantung, tidak menunggu, tidak mengharapkan, tidak “didekte”, serta tidak hanya sekedar mencontoh atau meniru dan mengambil dari pihak lain. Semua yang direncanakan oleh sekolah memang sesuai kebutuhan sekolah dan atas dasar inisiasi sekolah tanpa melanggar peraturan perundangan yang ada;
2. Bermitra atau bekerjasama. Dalam menyusun RKS dan RKAS, melaksanakan dan evaluasi program dituntut adanya masukan-masukan atau sekaligus bantuan secara langsung dari para pemangku kepentingan. Namun demikian, kemitraan dalam arti luas tetap menerima dan memerlukan kerjasama dengan pihak lain;
3. Partisipatif. Makna partisipasi diantaranya adalah, dalam penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan program serta evaluasi kegiatan, stakeholders terlibat aktif, tercipta kondisi yang terbuka dan demokratis, yaitu semua warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyusunan sampai evaluasi program dan kegiatan sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan,
4. Terbuka. Setiap orang yang terkait dengan penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan sekolah dapat mengetahui proses dan hasil akhirnya secara keseluruhan;
5. Akuntabel. Sekolah berkewajiban mempertanggungjawabkan proses dan hasil penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan, evaluasi, dan hasil-hasil program sekolah kepada pihak-pihak terkait atau publik yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

5. Kepemimpinan yang mengembangkan/membangun nilai-nilai karakter di sekolah

Sesuai dengan era demokrasi, seorang pemimpin di sekolah (yaitu kepala sekolah) hendaknya melakukan tindakannya berdasarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang demokratis, yakni adanya kebebasan berbicara, bertanya, memberi penghargaan kepada sesama, terbuka, dan setara. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Memiliki visi yang strategis dan jelas
Hal ini menekankan bahwa seorang kepala sekolah hendaknya memiliki visi yang jelas. Visi tersebut harus mencerminkan aspirasi dan harapan seluruh warga sekolah dan dalam jangkauan untuk mewujudkannya. Apa yang akan dilakukan oleh kepala sekolah tidak akan terarah jika tidak didukung oleh visi yang strategis dan jelas. Visi yang strategis dan jelas mampu memberikan gambaran masa depan, memotivasi, membangun kebanggaan dan komitmen.
b. Memiliki kompetensi dan komitmen
Kompetensi mengarah pada kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin, baik kemampuan teknis maupun non-teknis. Kemampuan teknis menunjuk pada keterampilan pemimpin, sedangkan kemampuan non-teknis menunjuk pada penguasaan pemimpin terhadap bidang keilmuan dan seni kepemimpinan yang dimiliki. Sementara komitmen mengarah pada rasa memiliki (sense of belonging) seorang pemimpin terhadap apa yang diamanahkan kepada kepala sekolah.
c. Bertanggung jawab
Hal ini menunjuk kepada kemampuan (ability) dalam menjawab (response) pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kemampuan dalam memimpin dan terhadap apa yang dilakukan sebagai pemimpin. Tanggung jawab seorang pemimpin sekolah bukan hanya terhadap sesuatu yang ia kerjakan dan upayakan, tetapi juga terhadap apa yang dilakukan bawahannya dalam mencapai tujuan sekolah.
d. Dapat dipercaya (amanah)
Seorang kepala sekolah hendaknya dapat dipercaya, baik perkataannya, sikap dan perbuatannya maupun kebijakan yang diambilnya dalam menyelenggarakan sekolah ke arah tujuan yang ditetapkan. Agar kepala sekolah memperoleh kepercayaan (trust), hendaknya menjalankan tugas dengan benar dan baik. Di samping itu, kepala sekolah harus bersikap terbuka kepada orang lain. Sikap terbuka kepada orang lain berarti menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan kepada orang lain (bawahannya), sedangkan terbuka bagi orang lain berarti siap mendengarkan dan menyimak apa saja yang disampaikan orang lain (bawahannya).
e. Memberikan otonomi
Pemberian otonomi kepada sekolah bukan berarti bebas tak terbatas. Pemberian otonomi berarti pemberian kebebasan untuk berapresiasi diri secara kreatif dan positif, sesuai minat dan bakat bawahannya. Otonomi dalam proses pembelajaran merupakan hak seorang guru dalam mengelola kelas tanpa harus melepaskan diri dari pengawasan yang wajar dari kepala sekolah.
f. Mampu memberikan motivasi
Motivasi yang dimiliki seseorang tidak selalu muncul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri (faktor internal), tetapi terkadang muncul karena pengaruh atau dorongan dari orang lain (faktor eksternal). Oleh karena itu, peranan kepala sekolah sebagai pemimpin sangat penting dalam memotivasi orang-orang yang dipimpinannya. Dalam budaya paternalistik sebagaimana yang ada di Indonesia, kemampuan pemimpin dalam memberikan motivasi sangatlah urgen.
g. Bersikap adil
Seorang pemimpin hendaknya bersikap adil, karena sikap tidak adil hanya akan mendatangkan sikap tidak percaya (distrust) dari anak buahnya. Kepala sekolah yang adil akan memberi dampak bagi bawahan antara lain: bertambahnya semangat kerja, merasa dihargai, dan citra manajemen yang menyenangkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas kinerja.
h. Berani mengambil keputusan
Seorang pemimpin hendaknya tidak boleh takut mengambil keputusan terhadap persoalan yang harus diputuskan. Keberanian mengambil keputusan berarti juga berani mengambil risiko. Oleh karena itu keberanian di sini bukan tanpa nalar, tanpa perhitungan dan tanpa alasan yang kuat, tetapi justru seorang pemimpin harus secara bijak mempertimbangkan semua aspek dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang ragu-ragu mengambil keputusan akan terkesan lamban dan dapat kehilangan momentum atau kesempatan untuk berbuat.
i. Kreatif dan inovatif
Pemimpin yang kreatif dan inovatif adalah pemimpin yang dapat menemukan atau menciptakan dan mengembangkan hal-hal baru untuk meningkatkan kualitas organisasi yang dipimpinnya. Kreativitas seorang kepala sekolah biasanya akan memiliki nilai lebih terutama dalam upaya meningkatkan ragam kegiatan dan hasil-hasilnya. Kreativitas dan inovasi kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap ingin tahu, ingin maju, dan ingin wawasan yang luas.
j. Partisipatif
Setiap kepala sekolah bertanggungjawab “memberdayakan” warga sekolah supaya mampu berpartisipasi secara konstruktif. Kemauan berpartisipasi warga sekolah sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Seorang pemimpin tidak mungkin sukses memberdayakan warga atau bawahannya tanpa keterlibatannya secara aktif dalam berbagai kegiatan. Dengan kata lain seorang pemimpin hendaknya mampu memberdayakan dirinya dalam berpartisipai sebelum ia berupaya memberdayakan warganya.
k. Taat hukum
Sebagai pemimpin, kepala sekolah hendaknya selalu taat pada hukum yang berlaku. Pemimpin yang taat hukum akan dihormati dan disegani oleh bawahan, dan hal ini akan menambah wibawa pemimpin yang bersangkutan. Terhadap kepemimpinan yang demikian, mungkin saja ada bawahan yang merasa kecewa akibat keinginannya tidak dikabulkan karena ia melanggar peraturan. Tetapi hati kecilnya pasti akan berkata bahwa pimpinannya itu benar-benar memiliki sifat terpuji, karena tidak dapat diajak kompromi untuk berbuat sesuatu yang melanggar hukum.
l. Dapat diteladani
Setiap pemimpin hendaknya mampu menjadi teladan bagi yang dipimpinannya. Demikian pula kepala sekolah, hendaknya menjadi teladan bagi warga sekolah lainnya. Keteladanan pemimpin memiliki pengaruh besar bagi warganya terutama bagi masyarakat Indonesia yang bersifat paternalistik, yang melihat contoh dari atasannya. Anjuran yang sangat bijak dari Ki Hadjar Dewantoro: “Ing Ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” (apabila anda di depan memberi contoh, di tengah memberi masukan/pendapat, dan di belakang tetap memberi arahan) harus benar-benar menjadi ruh kepala sekolah dalam bertindak.
m. Berorientasi pada konsensus
Selain sebagai teladan, kepala sekolah hendaknya juga bersedia menjadi penengah terhadap masalah warga sekolah dan membiasakan diri dalam mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan. Oleh karena itu kepala sekolah hendaknya memiliki sikap mementingkan “musyawarah”, sebelum mengambil suatu keputusan untuk kepentingan bersama.
n. Saling berkaitan
Hal ini menekankan bahwa pemimpin hendaknya mempunyai sikap terbuka untuk bekerjasama dengan pihak lain, saling membantu, saling melengkapi, dan saling menguntungkan (mutual benefit). Hal ini sesuai kenyataan alamiah bahwa tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah dengan yang lainnya. Kepala sekolah pasti dan sudah seharusnya berhubungan dan bekerjasama dengan pemimpin masyarakat sekitar sekolah, misalnya Ketua RW (Rukun Warga), Kepala Kampung, Kepala Desa/Lurah, Camat, dll. Oleh karena itu, kepentingan pemimpin-pemimpin lain itu hendaknya menjadi perhatian kepala sekolah, menjauhkan sikap ingin menang sendiri dan berupaya agar semua merasa senang dan menang.
Di samping memiliki dan mampu menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik dalam mengelola sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk berinisiatif dan berkomunikasi yang baik dengan guru dan tata usaha. Kepala sekolah juga harus mampu mengembangkan kegiatan untuk meningkatkan proses belajar mengajar ataupun kegiatan lainnya dalam pengembangan intelektual maupun emosional. Kepala Sekolah perlu mengetahui dengan pasti isi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dengan maksud agar bilamana ada peserta didik yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, kepala sekolah dapat mengingatkan guru tentang adanya tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah.
Oleh karena itu, peran kepala sekolah dalam manajemen sekolah yang memadukan dengan nilai-nilai karakter diharapkan dapat :
1) berpedoman pada rencana yang sudah disusun sebagai patokan untuk bekerja,
2) selalu memperhatikan pembiayaan, perlengkapan, cara yang ditempuh, dan stakeholder,
3) memperhatikan pengorganisasian secara benar,
4) memperhatikan kemampuan orang yang akan mengerjakan tugas,
5) berupaya menempatkan orang pada posisi yang tepat sesuai kemampuan dan keahliannya,
6) membangun suasana yang menyenagkan dengan transparan,
7) selalu memperhatikan waktu dan situasi yang berkembang,
8) berupaya secara optimal agar semua program dapat dilaksanakan, dan
9) melakukan kontrol terhadap setiap unsur manajemen secara konsisten.
Peran lain kepala sekolah dilihat dari sudut pandang fungsi yang dijalankan antara lain:
1) Kepala Sekolah Sebagai Leader, yaitu dapat memberikan pengaruhnya terhadap kemajuan sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan serta dapat mendorong, membimbing, mengarahkan guru, staf, siswa atau pihak lain yang terkait dalam menerapkan nilai-nilai karakter. Pada intinya pempimpin tidak boleh takut mengambil keputusan apapun resikonya asalkan benar;
2) Kepala Sekolah Sebagai Educator, yaitu berkewajiban menunjukkan sikap dan perilaku yang berkarakter baik di hadapan warga yang dipimpinnya;
3) Kepala Sekolah Sebagai Manajer, yaitu mampu merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengawasi terhadap semua program dan hasil-hasilnya;
4) Kepala Sekolah Sebagai Administrator, yaitu mengadministrasikan perencanaan, pengorganisasian, kurikulum, ketatausahaan, kesiswaan, keuangan, laboratorium, perpustakaan, bimbingan konseling mengarah pada pembentukan peserta didik yang berkarakter dan kinerja sekolah yang efektif dan efisien;
5) Kepala Sekolah Sebagai Supervisor, yaitu memsupervisi guru, staf, maupun sarana prasarana ataupun lainnya yang dilaksanakan secara periodik; dan
6) Kepala Sekolah Sebagai Wirausaha, yaitu memajukan sekolah dengan menerapkan teknologi baru sehingga hasilnya akan lebih maksimal. Untuk itu perlu kerjasama dengan instasi atau lembaga yang ada di sekitar sekolah. Kepala sekolah jangan hanya tergantung pada dana dari pemerintah tetapi harus dapat mencari peluang, mendayagunakan potensi tenaga maupun dana dari masyarakat.
6. Implementasi pengelolaan lingkungan dan pembudayaan nilai-nilai karakter di sekolah
Sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk mewujudkan nilai-nilai karakter dalam tindakan sehari-hari di sekolah. Kepala sekolah, guru, karyawan dan tenaga kependidikan lainnya mampu menjadi contoh para siswa dan warga sekolah. Dengan demikian, nilai-nilai karakter dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah oleh semua warga sekolah sebagai suatu kebiasaan (habituasi).
Di lingkungan sekolah guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menciptakan habituasi nilai-nilai karakter tersebut. Perilaku guru akan memberi warna terhadap watak peserta didik, diantaranya dengan cara:
1) menciptakan kondisi kelas/sekolah yang mencerminkan nialai-nilai keberagamaan, kemandirian, dan kesusilaan;
2) bekerjasama dengan teman sejawat dalam pembinaan karakter siswa;
3) memberdayakan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dalam melaksanakan nilai-nilai karakter;
4) melakukan layanan konseling,
5) memberi keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai keberagamaan, kemandirian, dan kesusilaan,
6) membuat jaringan dengan pihak lain yang bertujuan membina perkembangan perilaku berkarakter bagi siswa, dan
7) memantau dan mencatat perkembangan perilaku siswa dan melaporkan pada wali kelas atau orang tua anak.
Pegawai tata usaha sekolah juga diharapkan mampu menciptakan lingkungan sekolah sebagai wahana pembinaan karakter. Beberapa hal dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter oleh pegawai tata usaha sekolah adalah:
1) menciptakan karakter yang mencerminkan nilai-nilai keberagamaan, kemandirian, dan kesusilaan;
2) memberi keteladanan perilaku yang berbudi pekerti luhur;
3) membantu pihak lain dalam merencanakan program pembinaan karakter; dan
4) Ikut serta dalam melakukan pemantauan terhadap perkembangan pendidikan karakter siswa.
Terwujudnya keharmonisan hubungan antar semua unsur sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan program sekolah yang mengintegrasikan nilai-nilai karakter tersebut. Semua warga sekolah harus mengupayakan terciptanya suasana yang kondusif dan berlangsungnya tatanan sosio-kultural yang harmonmis di lingkungan sekolah. Untuk mewujudkan keharmonisan dalam menciptakan lingkungan/budaya sekolah yang berkarakter baik, maka ada beberapa hal yang penting untuk dilaksanakan, yaitu:
1) kepala sekolah melakukan kerjasama yang baik dan harmonis dengan guru untuk mewujudkan sekolah yang efektif, baik dalam kapasitas hubungan kedinasan, kemitraan, maupun kekeluargaan;
2) kepala sekolah dan guru memiliki visi yang sama;
3) kepala sekolah bersikap terbuka terhadap semua masukan, saran, dan kritik;
4) kepala sekolah membantu guru dalam mencari alternatif dan pemecahan masalah yang berhubungan dengan proses pembelajaran, dan sebagainya.
Demikian halnya hubungan antara guru dengan guru atau antar warga sekolah lainnya harus dilakukan dan diwujudkan untuk menjalin hubungan kerja yang baik sehingga tercipta suasana yang harmonis, misalnya:
1) saling pengertian dan tenggang rasa antara sesama guru;
2) saling membantu dalam melaksanakan tata tertib sekolah dan melaksanakan tugas pokok guru; mau menerima pendapat sesama guru dan saling membantu memecahkan masalah;
3) menepati janji terhadap teman sejawat, konsisten terhadap kesepakatan yang dibuat demi peningkatan mutu sekolah;
4) berkomunikasi aktif sehingga dapat menyampaikan saran dan kritik dengan bahasa yang sopan dan santun;
5) saling tukar informasi positif demi kemajuan pembelajaran dan program inovasi pembelajaran;
6) memberi contoh positif yang dapat memotivasi teman dalam peningkatan profesionalisme;
7) memberi pujian bila teman guru melakukan hal yang baik;
8) tidak menjelekan atau atau mengkritik guru atau pegawai sekolah di depan siswa;
9) tidak bertengkar dengan guru atau pegawai sekolah di depan siswa;
10) mengingatkan teman guru yang melakukan kesalahan secara sopan;
11) tidak menjelekan atau mengkritik pimpinan/warga lain di depan siswa atau di depan umum;
12) saling menghormati dan berlaku sopan santun
7. Implementasi Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi dalam Pendidikan Karakter
Supervisi dan monitoring tidak bisa dipisahkan, yaitu sama-sama untuk memberikan solusi ketika terjadi permasalahan di lapangan. Keuntungan atau tujuan khusus supervisi adalah untuk memberikan solusi, sedangkan monitoring untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan. Untuk tujuan tertentu, supervisi, monitoring, dan evaluasi dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Dalam kerangka pelaksanaan supervisi dan monitoring program dan kegiatan pendidikan karakter, dapat dikembangkan berbagai macam instrumen sesuai dengan tujuan supervisi dan monitoring.
Langkah-langkah utama yang perlu ditempuh dalam supervisi dan monitoring pelaksanaan program pendidikan karakter ini antara lain:
1) Pengembangan instrumen,
2) Evaluasi diri oleh sekolah,
3) Verifikasi dan klarifikasi oleh petugas supervisi dan monitoring,
4) Melaksanakan observasi lapangan tentang pelaksanaan pendidikan karakter,
5) Mendiskusikan temuan dan permasalahan di lapangan, dan
6) Memberikan jalan keluar atau mengatasi permasalahan.
Kegiatan supervisi dan monitoring dapat dilakukan oleh internal sekolah seperti kepala sekolah atau penanggungjawab kegiatan, sedangkan dari luar sekolah dapat dilakukan oleh berbagai instansi yang terkait (pemerintah daerah, pemerintah, komite sekolah) dan orang tua peserta didik serta masyarakat.