Oleh : Subagio,M.Pd.
UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru merupakan suatu profesi tersendiri di masyarakat yang setara dengan profesi-profesi lain seperti dokter, akuntan, notaris, pengacara, atau apoteker. UU ini juga mengatur kualifikasi pendidikan minimal untuk memenuhi persyaratan profesi, serttifikasi profesi, pendidikan keprofesian berkelanjutan, hak dan kewajiban pendidik, kesejahteraan pendidik, pengangkatan, mutasi, pemberian penghargaan, pemberhentian pendidik, dan organisasi profesi pendidik.
UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru tidak hanya memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas pembangunan nasional, maka kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas. Di sinilah makin disadari akan kebutuhan guru-guru berkualitas.
UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru yang berhak mendapatkan sertifikat profesi harus melalui syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah berijazah S-1 atau D-4. Hal ini berlaku bagi guru mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat. UU Guru dan dosen juga menjadi payung hukum peningkatan kompetensi guru, dan dosen, melalui program sertifikasi pendidik.
Sertifikasi guru setidaknya memiliki tiga tujuan utama, Pertama sertifikasi merupakan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kedua, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan. Ketiga, peningkatan profesionalitas guru.
Sertifikasi pendidik diharapkan mampu meningkatkan mutu guru disertai peningkatan kesejahteraan guru, sehingga ujungnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Mereka yang sudah lulus sertifikasi akan mendapat peningkatan kesejahteraan guru berupa pemberian tunjangan profesi, yang besarnya satu kali gaji pokok. Tunjangan profesi tersebut untuk semua guru, baik guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun guru non PNS/swasta.
Proses sertifikasi pendidik sebenarnya sudah dilaksanakan mulai tahun 2006. Namun, saat itu ada beberapa masalah yang menjadi penghambat, di antaranya Rancangan peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru yang masih tertahan di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Faktor penghambat lain saat itu adalah belum siapnya Lembaga Pendidikan tenaga Kependidikan (LPTK) dalam melaksanakan uji sertifikasi.
Meski PP Guru hingga pertengahan 2007 belum disahkan, sertifikasi pendidik akhirnya dilaksanakan berbekal Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007. Tahap awal sertifikasi itu dilaksanakan dengan format uji portofolio. Portofolio adalah bukti fisik berupa dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.
Secara lebih rinci, ada 10 komponen portofolio, yakni (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Sungguh tepat langkah Mendiknas Bambang Sudibyo membentuk direktorat jenderal baru yang khusus menangani guru da tenaga kependidikan, yaitu Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) pada tahun 2005. Ditjen PMPTK pun menjadi institusi yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu tenaga pendidik dan kependidikan.
Upaya Ditjen PMPTK dalam rangka peningkatan mutu guru adalah dengan pembinaan melalui berbagai wahana. Di antaranya mengembangkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Berbagai pendidikan dan pelatihan juga diberikan melaui Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dan Lembaga Penjami Mutu Pendidikan (LPMP) yang berkedudukan di ibukota propinsi, sebelum era otonomi adalah Balai Penataran Guru (BPG).
Peran P4TK dan LPMP dalam menunjang mutu guru sangat besar agar arah penjaminan mutu, khususnya dari sisi SDM, focus pada peningkatan mutu guru yang dikelompokan menjadi dua, yakni dari segi kulifikasi dan kompetensi. Dari sisi kualifikasi tinggal memilih saja, mana guru-guru yang sudah lulus S-1 atau belum.
Sementara dari sisi kompetensi bisa dipilah-pilah menjadi tiga hal, Pertama, guru harus membangun komitmen sebagai guru yang baik, artinya, guru benar-benar mengajar karena cita-cita bukan sekadar pekerjaan rutin, Kedua, guru harus menguasai materi atau kompetensi, Ketiga, guru harus menguasai teaching skill atau keterampilam mengajar dengan baik. Guru yang menguasai tiga kompetensi ini baru bisa melakukan proses pembelajaran dengan baik.
Ditjen PMPTK juga menggulirkan program Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU). Program BERMUTU merupakan strategi terbaik dalam meningkatkan kualifikasi dan penerapan sertifikasi guru. Sekaligus sebagai uji coba hasil rekomendasi studi yang dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda didukung Bank Dunia.
Cikal bakal program tentang manajemen guru ini sudah dilaksanakan pada tahun 2006. Ketika itu, pemerintah Indonesia, melalui Ditjen PMPTK, bekerjasama dengan pemerintah Belanda, didukung Bank Dunia, dan USAID melakukan studi mengenai manajemen guru. BERMUTU menekankan pada perbaikan manajemen pendidikan dan manajemen kinerja guru.
Apreiasi tinggi pada profesi guru itu merupakan bagian dari tuntuan dunia internasional. ILO dan UNESCO sebagai organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), misalnya, mengakui staus profesi guru pada tempat tersendiri.
Kata “status” yang digunakan di dalam rekomendasi ILO/UNESCO mengenai Status Guru (The Status of Teachers) tahun 1966, bermakna bahwa kedudukan dan penghormatan yang diberikan kepada guru harus sesuai. Hal itu dibuktikan dengan tingkat penghargaan akan pentingnya fungsi dan kemampuannya melaksanakan fungsi, kondisi kerja, pengupahan dan keuntungan-keuntungan material lain yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan kelompok-kelompok profesi lain.
ILO/UNESCO merekomendasikan bahwa status guru hendaklah sebanding dengan kebutuhan dan tuntutan akan maksud dan tujuan pendidikan, serta harus diakui bahwa status guru yang tepat dan penghormatan umum bagi profesi pengajaran sangat penting untuk mewujudkan maksud dan tujuan pendidikan seutuhnya.
Lahirnya UU Guru dan Dosen menempatkan Indonesia sebagai negara yang telah memposisikan profesi guru di tempat yang sangat terhormat, baik secara formal maupun sosial. Sebelum ditetapkannya UU Guru dan Dosen, “guru sebagai profesi” telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 2 Desember 2004.
Pencanangan guru sebagai profesi merupakan pengakuan formal atas profesi guru sebagai profesi yang bermartabat. Yang diharapkan menjadi tonggak awal bangkitnya apresiasi tinggi pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru, ditandai dengan pemberian penghargaan, perbaikan kesejahteraan, perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi para guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar