Senin, 14 Maret 2011

SMPN 2 CIBEUREUM KEMBANGKAN PEMBELAJARAN BERBASIS TIK

By : Admin

Menyongsong tahun pelajaran 2011/2012 SMPN 2 Cibeureum terus melakukan inovasi dan kreatifitas dalam memajukan sekolah dengan beberapa program kegiatan yang sudah direncanakan baik di bidang fisik maupun dibidang pembinaan SDM guru untuk peningkatan mutu sekolah. Dari tahun ketahun dibidang fisik sekolah ini telah menunjukkan beberapa perubahan antara lain pelebaran lapangan volley ball, penyediaan sarana tempat parkir, pembuatan jalan siswa dengan paving block, dibidang pembinaan SDM guru sekolah ini mengharuskan semua guru menguasai teknologi khususnya pemakaian laptop sebagai sarana penunjang KBM dengan aplikasi pogram power point,dan mengarah pada pembelajaran berbasis TIK. Sekolah yang saat ini dikepalai oleh bapak Subagio,M.Pd meskipun keberadaannya jauh dari pusat kota Kuningan namun dalam hal pemanfaatan teknologi komunikasi (internet) tidak ketinggalan dengan sekolah-sekolah yang ada di kota hal ini ditandai dengan adanya blog sekolah dengan alamat http://smpnduacibeureum.blogspot.com sehingga informasi-informasi perkembangan kemajuan sekolah sudah dapat terexpose.
“Untuk tahun pelajaran ini sekolah kami sudah ada 4 orang guru yang berijazah S2, sehingga mudah-mudahan dapat mempercepat program-program untuk kemajuan sekolah apabila ditunjang dengan sumber daya guru yang memadai” ujar Subagio pada saat wawancara dengan Admin. Lebih lanjut Subagio menjelaskan “Untuk memajukan sekolah ada beberapa hal yang sangat penting diantaranya guru,kurikulum, siswa,kepala sekolah dan kemitraan dengan masyarakat”.
Pada saat lampau sekolah ini pernah hanya mencapai kelulusan 47,01 persen dari jumlah peserta UN 135 siswa yang lulus hanya 63 siswa orang dan yang tidak lulus 72 siswa sehingga hal ini mengakibatkan kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat Cibeureum untuk melanjutkan ke sekolah ini, Permasalahan yang diungkap di atas sampailah pada bagaimana mengelola sekolah agar lebih efektif dan efisien sesuai ketentuan berlaku dan kemampuan yang dimiliki pada fase pengembangan selanjutnya supaya bisa mendapat kepercayaan lagi dari masyarakat. Untuk itu Subagio mencoba merefleksikan tindakan berkenaan dengan pemecahan masalah tersebut dimulai dengan Peningkatan Program Pengembangan Diri Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMP Negeri 2 Cibeureum Kabupaten Kuningan.
Sehingga memasuki tahun ketiga kepemimpinan bapak Subagio,M.Pd di sekolah ini sudah ada kemajuan yang cukup signifikan terutama dari disiplin siswanya ada perubahan yang sangat menonjol ditandai dengan penggunaan seragam celana panjang bagi laki-laki dan pemberlakuan mengucapkan salam dan berjabat tangan bila siswa bertemu dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi, dan kembali mendapat kepercayaan dari masyarakat Cibeureum hal ini ditandai dengan pendaftar siswa baru yang terus meningkat setiap memasuki tahun pelajaran.
Dalam hal penguasaan manajemen sekolah Subagio sudah tidak diragukan lagi banyak tulisan-tulisannya yang telah dimuat diberbagai media cetak baik lokal maupun nasional untuk kemajuan pendidikan dan mungkin satu-satunya kepala SMP di Kabupaten Kuningan yang mempunyai blog pribadi dengan alamat http://subagio-subagio.blogspot.com.
Pada saat wawancara Admin juga sempat mengunjungi mesjid At-Tarbiyah SMPN 2 Cibeureum yang pernah dinobatkan sebagai juara harapan 2 tingkat kabupaten Kuningan pada Hari Amal Bakti Kementrian Pendidikan Agama tahun 2010. “Untuk tahun ini dibidang fisik bapak kepala sekolah merencanakan pengadaan tempat wudhu pria disisi sebelah utara dari mesjid At Tarbiyah hal ini untuk lebih meningkatkan lagi pembinaan siswa dibidang keagamaan”. Ujar pembina bidang keagamaan Eman Leman,S.Ag,M.Pd.
Merupakan suatu harapan bagi SMPN 2 Cibeureum apabila pemerintah daerah memperhatikan kebutuhan sarana pembelajaran yang cukup representatif sebab masih ada 3 lokal yang perlu mendapatkan rehabilitasi berat dan ruang laboratorium IPA yang sudah tidak layak untuk disebut sebagai sebuah laboratorium karena kondisinya yang sangat memprihatinkan.

Kamis, 03 Maret 2011

Peningkatan Mutu Guru Era Sertifikasi

Oleh : Subagio,M.Pd.

UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru merupakan suatu profesi tersendiri di masyarakat yang setara dengan profesi-profesi lain seperti dokter, akuntan, notaris, pengacara, atau apoteker. UU ini juga mengatur kualifikasi pendidikan minimal untuk memenuhi persyaratan profesi, serttifikasi profesi, pendidikan keprofesian berkelanjutan, hak dan kewajiban pendidik, kesejahteraan pendidik, pengangkatan, mutasi, pemberian penghargaan, pemberhentian pendidik, dan organisasi profesi pendidik.

UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru tidak hanya memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.

Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas pembangunan nasional, maka kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas. Di sinilah makin disadari akan kebutuhan guru-guru berkualitas.

UU Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru yang berhak mendapatkan sertifikat profesi harus melalui syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah berijazah S-1 atau D-4. Hal ini berlaku bagi guru mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat. UU Guru dan dosen juga menjadi payung hukum peningkatan kompetensi guru, dan dosen, melalui program sertifikasi pendidik.

Sertifikasi guru setidaknya memiliki tiga tujuan utama, Pertama sertifikasi merupakan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kedua, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan. Ketiga, peningkatan profesionalitas guru.

Sertifikasi pendidik diharapkan mampu meningkatkan mutu guru disertai peningkatan kesejahteraan guru, sehingga ujungnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Mereka yang sudah lulus sertifikasi akan mendapat peningkatan kesejahteraan guru berupa pemberian tunjangan profesi, yang besarnya satu kali gaji pokok. Tunjangan profesi tersebut untuk semua guru, baik guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun guru non PNS/swasta.

Proses sertifikasi pendidik sebenarnya sudah dilaksanakan mulai tahun 2006. Namun, saat itu ada beberapa masalah yang menjadi penghambat, di antaranya Rancangan peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru yang masih tertahan di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Faktor penghambat lain saat itu adalah belum siapnya Lembaga Pendidikan tenaga Kependidikan (LPTK) dalam melaksanakan uji sertifikasi.

Meski PP Guru hingga pertengahan 2007 belum disahkan, sertifikasi pendidik akhirnya dilaksanakan berbekal Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007. Tahap awal sertifikasi itu dilaksanakan dengan format uji portofolio. Portofolio adalah bukti fisik berupa dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.

Secara lebih rinci, ada 10 komponen portofolio, yakni (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Sungguh tepat langkah Mendiknas Bambang Sudibyo membentuk direktorat jenderal baru yang khusus menangani guru da tenaga kependidikan, yaitu Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) pada tahun 2005. Ditjen PMPTK pun menjadi institusi yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu tenaga pendidik dan kependidikan.

Upaya Ditjen PMPTK dalam rangka peningkatan mutu guru adalah dengan pembinaan melalui berbagai wahana. Di antaranya mengembangkan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Berbagai pendidikan dan pelatihan juga diberikan melaui Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dan Lembaga Penjami Mutu Pendidikan (LPMP) yang berkedudukan di ibukota propinsi, sebelum era otonomi adalah Balai Penataran Guru (BPG).

Peran P4TK dan LPMP dalam menunjang mutu guru sangat besar agar arah penjaminan mutu, khususnya dari sisi SDM, focus pada peningkatan mutu guru yang dikelompokan menjadi dua, yakni dari segi kulifikasi dan kompetensi. Dari sisi kualifikasi tinggal memilih saja, mana guru-guru yang sudah lulus S-1 atau belum.

Sementara dari sisi kompetensi bisa dipilah-pilah menjadi tiga hal, Pertama, guru harus membangun komitmen sebagai guru yang baik, artinya, guru benar-benar mengajar karena cita-cita bukan sekadar pekerjaan rutin, Kedua, guru harus menguasai materi atau kompetensi, Ketiga, guru harus menguasai teaching skill atau keterampilam mengajar dengan baik. Guru yang menguasai tiga kompetensi ini baru bisa melakukan proses pembelajaran dengan baik.

Ditjen PMPTK juga menggulirkan program Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU). Program BERMUTU merupakan strategi terbaik dalam meningkatkan kualifikasi dan penerapan sertifikasi guru. Sekaligus sebagai uji coba hasil rekomendasi studi yang dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda didukung Bank Dunia.

Cikal bakal program tentang manajemen guru ini sudah dilaksanakan pada tahun 2006. Ketika itu, pemerintah Indonesia, melalui Ditjen PMPTK, bekerjasama dengan pemerintah Belanda, didukung Bank Dunia, dan USAID melakukan studi mengenai manajemen guru. BERMUTU menekankan pada perbaikan manajemen pendidikan dan manajemen kinerja guru.

Apreiasi tinggi pada profesi guru itu merupakan bagian dari tuntuan dunia internasional. ILO dan UNESCO sebagai organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), misalnya, mengakui staus profesi guru pada tempat tersendiri.

Kata “status” yang digunakan di dalam rekomendasi ILO/UNESCO mengenai Status Guru (The Status of Teachers) tahun 1966, bermakna bahwa kedudukan dan penghormatan yang diberikan kepada guru harus sesuai. Hal itu dibuktikan dengan tingkat penghargaan akan pentingnya fungsi dan kemampuannya melaksanakan fungsi, kondisi kerja, pengupahan dan keuntungan-keuntungan material lain yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan kelompok-kelompok profesi lain.

ILO/UNESCO merekomendasikan bahwa status guru hendaklah sebanding dengan kebutuhan dan tuntutan akan maksud dan tujuan pendidikan, serta harus diakui bahwa status guru yang tepat dan penghormatan umum bagi profesi pengajaran sangat penting untuk mewujudkan maksud dan tujuan pendidikan seutuhnya.

Lahirnya UU Guru dan Dosen menempatkan Indonesia sebagai negara yang telah memposisikan profesi guru di tempat yang sangat terhormat, baik secara formal maupun sosial. Sebelum ditetapkannya UU Guru dan Dosen, “guru sebagai profesi” telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 2 Desember 2004.

Pencanangan guru sebagai profesi merupakan pengakuan formal atas profesi guru sebagai profesi yang bermartabat. Yang diharapkan menjadi tonggak awal bangkitnya apresiasi tinggi pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru, ditandai dengan pemberian penghargaan, perbaikan kesejahteraan, perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi para guru.

Rabu, 02 Maret 2011

METODE PEMBELAJARAN INQUIRI

Oleh : Ayati,M.Pd.*)

Kualitas hasil belajar bertujuan untuk meningkatkan Sumber daya manusia, yang mampu berkompetisi dengan bangsa lain..Untuk mencapai hal itu diperlukan sistem pendidikan dan kurikulum yang bersifat fleksibel dan dinamis serta mampu mengakomodasi keanekaragaman kemampuan peserta didik, potensi sekolah, kualitas guru dan sarana pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Menyadari hal itu, pemerintah telah melakukan penyempurnaan sistem pendidikan. Undang-undang RI No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anak didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berahlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Jadi jelas akhir proses pendidikan seharusnya mampu mengukur potensi keseluruhan anak didik dan bukan hanya pada aspek kognitif tetapi menjangkau afektif dan memiliki seperangkat keterampilan.
Pembelajaran yang dilakukan guru umumnya dalam bentuk satu arah dan sementara pesrta didik hanya sebagai pendengar. Hal ini menyebabkan peserta didik kurang aktif dan kreatif. Menurut Nursid Sumaatmaja (1997:1) menyatakan: Sebagai individu yang utuh, anak memiliki dasar mental yang mencirikan vitalitas hidupnya. Dasar mental meliputi dorongan ingin tahu (sense of curosty), minat (sense of interenst), dorongan ingin melihat kenyataan (sense of realitiy), dorongan ingin menemukan sendiri gejala-gejala dalam kehidupan (sense of discovery).
Pembelajaran yang kurang menyentuh dasar mental anak mengakibatkan anak kurang menyenangi salah satu mata pelajaran. Semestinya guru lebih memperhatikan proses pembelajaran di dalam kelas agar mendorong kemampuan peserta didik untuk berpikir dan akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil belajar. Dengan demikian guru dituntut mampu mengembangkan ide atau gagasan kreatif agar dapat mengelola pembelajaran dengan baik. Keterampilan dan kecermatan seorang guru dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kreatifitas berpikir anak adalah salah satu kemampuan yang dituntut dari seorang guru.
Prestasi belajar siswa adalah hasil dari berbagai upaya dan daya yang tercermin dari partisifasinya belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang diajarkan guru. Kuat lemahnya partisifasi belajar yang dilakukan siswa bergantung pada seberapa kuat motivasinya dalam belajar. Dalam hal ini motivasi merupakan unsur yang kuat dalam menentukan hasil belajar siswa karena salah satu fungsi motivasi adalah mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, dalam hal ini belajar.
Hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai hasil proses belajar yang mencakup penguasaan peserta didik terhadap seperangkat pengetahuan, keterampilan, setelah peserta didik menjalani proses belajar. Surya (1996 : 19) mengatakan bahwa hasil pembelajaran adalah perubahan perilaku individu secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Untuk menciptakan situasi pembelajaran yang baik, dalam hal ini situasi yang dapat membawa anak mencapai perubahan tingkah laku yang diharapkan maka seorang guru harus dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar yang akan diberikan. Memilih metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi peserta didik untuk kreatif berpikir, dapat menggunakan nalar berpikir yang sistematis sehingga menghasilkan hasil belajar yang optimal, adalah tugas guru sebagai pencipta suasana pembelajaran yang kondusif. Guru harus dapat menggali potensi yang ada pada setiap anak, oleh sebab itu pemilihan metode pembelajaran harus benar-benar berpegang pada konsep bahwa siswa memiliki potensi yang hidup yang sedang berkembang. Sebagaimana dikemukakan oleh Oemar Hambalik (2001:170) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri.
Guru memegang peran yang sangat sentral dalam keseluruhan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas belajar siswa dalam bentuk kegiatan belajar yang dapat menghasilkan pribadi yang mandiri, pelajar yang aktif, pekerja yang produktif dan anggota masyarakat yang baik. Guru tidak terbatas hanya sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran, pengevaluasi hasil belajar dan direktur belajar, sebagaimana dikemukakan Muhammad Surya (2004 : 53).
Guru merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sebaik apapun kurikulum yang dikembangkan dan sarana yang disediakan pada akhirnya guru yang melaksanakannya dalam proses pembelajaran. Karena banyak ahli menyebutkan bahwa guru merupakan faktor kunci dalam peningkatan mutu pendidikan. Guru yang berperan langsung dalam proses pembelajaran di kelas, metode pembelajaran yang menjadi alat untuk mengaktualisasikan perencanaan pengajaran itu menjadi kunci keberhasilan penyampaian pengajaran. Bagaimana membangkitkan motivasi anak untuk aktif belajar menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran, metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi anak didik sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal.
Pemilihan metode pembelajaran Inquiri diharapkan dapat menggali potensi peserta didik karena metode ini dipandang sebagai metode yang dalam proses belajar anak dituntut untuk mampu mencari dan menemukan informasi belajar baru untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sebagaimana dinyatakan oleh Richard Schuman (1962), bahwa teori mengajar inquiri adalah teori mengajar yang dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa siswa memiliki kemampuan untuk percaya pada diri sendiri dengan cara berpikir dan belajar sendiri sehingga ia mampu menemukan jawaban dan menganalisanya sendiri hingga pada akhirnya mampu menjelaskan hasil belajar sendiri.

Metode Pembelajaran Inquiri
Metode pembelajaran Inquiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar pemikiran ilmiah kepada siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas sendiri dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam metode Inquiri sebagai fasilisator, tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah.
Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai metode Inquiri menurut bebera ahli :
Mulyasa (2003:234) menyatakan bahwa : Metode Inquiri adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiri menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang aktif.

Roestiyah (2001 : 75) menyatakan bahwa : metode Inquiri adalah merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah kepada siswa di dalam kelas.

Suryo Subroto (2002 : 192) menyatakan bahwa : Metode Inquiri adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam, artinya proses Inquiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan.

Richard Schuman (1962) seperti dikutip oleh Moh.Ali (2007:66) menyatakan bahwa: Metode Inquiri adalah teori mengajar yang dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa siswa memiliki kemampuan untuk percaya pada diri sendiri dengan cara berpikir dan belajar sendiri sehingga ia mampu menemukan jawaban dan analisanya sendiri hingga pada akhirnya mampu menjelaskan hasil belajarnya sendiri.

Dalam mempraktekan metode ini maka seorang guru diharapkan mampu mendekati, mengenali, menggali dan mengembangkan potensi-potensi belajar anak. Berdasarkan pemikiran ini maka teori mengajar inquiri akan lebih bermanfaat dan efektif untuk memberikan kesempatan pada anak agar bisa mandiri dalam belajar dan berfikir tentang sesuatu hingga mereka memiliki pemahaman berdasarkan pola dan proses belajar yang ia alami sendiri.

Walaupun dalam prakteknya aplikasi metode pembelajaran Inquiri sangat beragam,tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran melalui Inquiri terdapat lima komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooverative Interaction, Performanvce Evalution, dan Variety of Resoureces (Garton,2005).
Questions : Pembelajaran biasanya dimulai dengan pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan kekaguman siswa akan suatu fenomena.
Student Engangement : keterlibatan siswa merupakan suatu keharusan sedang peran guru adalah sebagai fasilisator, sedangkan siswa dituntut untuk terlibat dalam menemukan jawaban terhadap konsep yang dipelajari.
Cooveratif Interaction : Siswa diminta untuk kooperatif, bekerja dalam kelompok mendiskusikan berbagai gagasan.
Perfomance Evaluation : Dalam menjawab permasalahan, siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dihadapi.
Variaty of Resources : siswa dapat menggunakan berbagai sumber belajar, misalnya buku teks, televise, website, poster, wawancara dan lain sebagainya.
Kendatipun metode ini berpusat pada peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan komentar dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan menggunakan pasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.
Inquiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami karena itu Inquiri menuntut peserta didik berpikir. Metode pembelajaran ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar, mencari sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis dan kritis.
Langkah-langkah dalam proses Inquiri adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempraduga suatu jawaban, serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan itu untuk menganalisa data yang baru.(Mulyasa,2005:235).

Strategi pelaksanaan Inquiri adalah :
1. Guru memberikan penjelasan, intruksi atau pertanyaan terhadap materi yang diajarkan.
2. Memberi tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa.
3. Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik.
4. Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya.
5. Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.(Mulyasa,2005:236)
Beberapa keunggulan metode Inquiri :
1. Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide dengan lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transper pada situasi proses belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikaf jujur, objektif dan terbuka.
4. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
5. Memberi kepuasan yang bersifat instrinsik.
6. Situasi belajar lebih menggairahkan.
7. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
8. Memberi kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri.
9. Menghindari diri dari cara belajar tradisional.
10. Dapat memberikan wakktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.(Roestiyah,2001:77)
Beberapa kelemahan metode Inquiri :
1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
2. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.
3. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
4. Mengajar dengan metode ini mungkin akan dipandang sebagai terlalu memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan sikap dan keterampilan.
5. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
6. Strategi ini mungkin tidak akan member kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pebgertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru.(Suryosubroto, 2002:201)
Dalam proses belajar siswa memerlukan waktu untuk menggunakan daya otaknya untuk berpikir dan memperoleh pengertian tentang konsep, prinsip dan teknik menyelidik masalah.
Untuk meningkatkan teknik Inquiri dapat ditimbulkan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Membimbing kegiatan laboratorium
Guru menyediakan petunjuk yang lebih luas kepada siswa, dan sebagian besar perencanaanya dibuat oleh guru. Di mana siswa melakukan kegiatan percobaan/penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan guru.

2) Modifikasi Inquiri
Dalam hal ini guru hanya menyediakan masalah-masalah, dan menyediakan bahan/alat yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara perseorangan ataupun kelompok. Bantuan yang bisa diberikan harus berupa pertanyaan-pertanyaan , yang memungkinkan siswa dapat berpikir dan menemukan cara-cara penelitian yang tepat.
3) Kebebasan Inquiri
Setelah siswa mempelajari dan mengerti tentang bagaimana memecahkan masalah suatu problema dan memperoleh pengetahuan cukup tentang mata pelajaran tertentu; serta telah melakukan modifikasi inquiri maka siswa telah siap untuk melakukan kegiatan kebebasan inquiri. Dimana guru dapat mengundang siswa untuk melibatkan diri dalam kegiatan kebebasan inquiri dan siswa dapat mengidentifikasi dan merumuskan macam-macam masalah yang akan dipelajari.
4) Inquiri Pendekatan Peranan
Siswa dilibatkan dalam pemecahan proses pemecahan masalah, yang cara-caranya serupa dengan cara-cara yang biasanya diikuti oleh para ilmuwan. Suatu undangan memberikan suatu masalah kepada siswa, dan dengan pertanyaan yang telah direncanakan dengan teliti, mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan seperti : merancang eksperimen, merumuskan hipotesa, menetapkan pengawasan dan seterusnya.
5) Mengundang Kedalam Inquiri
Merupakan kegiatan proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri dari empat anggota untuk memecahkan masalah, masing-masing anggota diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda seperti : coordinator tim, penasihat teknis, merekam data, proses penilaian. Anggota tim menggambarkan peranan-peranan di atas, bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan topic yang akan dipelajari.
6) Teka-Teki Bergambar
Adalah salah satu teknik untuk mengembangkan motivasi dan perhatian siswa di dalam diskusi kelompok kecil/besar. Gambar, peragaan atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa.
7) Syinestis Lesson
Pendekatan ini untuk menstimulir bakat-bakat kreatif siswa. Misalnya science dan ilmu-ilmu sastra lebih lanjut dikatakan bahwa emosi, efektif dan komponen-komponen a –rasional kreatif pada permulaanya adalah lebih penting dibandingkan dengan pikiran-pikiran rasional. Pada dasarnya “synectics” memusatkan pada keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk kiasan agar supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan daya kreativitasnya. Hal itu dapat dilaksanakan karena kiasan dapat membantu dalam melepaskan ikatan structural mental yang melekat kuat dalam memandang suatu masalah sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.
8) Kejelasan Nilai-Nilai
Perlu diadakan evaluasi lebih lanjut tentang keuntungan-keuntungan pendekatan ini, terutama yang menyangkut sikap, nilai-nilai dan pembentukan “self concept” siswa. Ternyata dengan teknik Inquiri siswa melakukan tugas-tugas kognitif lebih baik.
Agar teknik ini dapat dilaksanakn dengan baik memerlukan kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Kondisi yang fleksibel.
2. Kondisi lingkungan yang resfonsif.
3. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian.
4. Konndisi yang bebas dari tekanan
Dalam teknik Inquiri guru berperan untuk :
1. Menstimulir dan menantang siswa untuk berpikir.
2. Memberi fleksibilitas dan kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak.
3. Memberikan dukungan untuk Inquiri.
4. Menentukan diagnose kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.
5. Mengidentifikasi dan memnggunakan “teach able moment” sebaik-baiknya.
Hal-hal yang perlu distimulir dalam proses belajar melalui Inquiri :
1) Otonomi siswa.
2) Kebebasan dan dukungan pada siswa.
3) Sikap keterbukaan.
4) Percaya pada diri sendiri dan kesadaran akan harga diri.
5) Self-concept.
6) Pengalaman inquiri, terlibat dalam masalah-masalah.
*) Penulis adalah Guru SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan

Selasa, 01 Maret 2011

Mendagri dan Mendiknas Bahas Pencairan Dana Bos

Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh bertemu dengan para sekretaris daerah provinsi untuk membahas pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Mendagri menuturkan, di Jakarta, Selasa, daerah seharusnya segera mencairkan dana BOS, sehingga tidak mengganggu aktivitas pendidikan.
Untuk itu, pemerintah mengumpulkan sekda provinsi agar segera berkoordinasi dengan sekda kabupaten/kota soal pencairan dana BOS.
"Kita undang sekretaris daerah provinsi, supaya nanti bisa mengundang sekretaris daerah kabupaten/kota soal dana BOS. Ini kan persiapan untuk ujian nasional, supaya pendistribusian lancar," kata Mendagri saat ditemui bersama Mendiknas di Nuh Gedung Kementerian Dalam Negeri.
Menambahkan penjelasan Mendagri, Mendiknas menuturkan pertemuan dengan sekda provinsi ini dalam rangka mengingatkan daerah terutama kabupaten/kota untuk segera mencairkan dana BOS yang merupakan hak dari sekolah-sekolah.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana BOS tersebut ke kabupaten/kota. Dana BOS tersebut, sebanyak 70 persen dialokasikan untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
"Pertemuan ini untuk "memaksa", saya pakai tanda petik, supaya kabupaten/kota itu segera mungkin mencairkan dana, segera ditransfer ke sekolah-sekolah," kata Mendiknas.
Ia menjelaskan hingga saat ini baru 77 kabupaten/kota yang telah mencairkan dana BOS, sementara selebihnya sekitar 400 kabupaten/kota belum menyalurkan dana tersebut. Mendiknas mengingatkan dana BOS itu harus disalurkan segera.
"Kita sepakat bersama kawan-kawan sekda, biro keuangan, untuk segera mengundang kabupaten/kota untuk ada unsur memaksa, supaya segera cair," katanya.
Sementara itu, sebelumnya, Mendagri dan Mendiknas mengeluarkan surat edaran tentang pedoman pengelolaan dana BOS dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2011.
Surat edaran tersebut berisi instruksi agar kepala daerah menyediakan BOS dari sumber APBD, memasukkan program BOS dalam agenda audit pemerintah daerah, dan menyediakan dana untuk pengawasan dan evaluasi BOS yang bersumber dari APBD.

sumber : http://id.news.yahoo.com

MENUJU SMP BERMUTU

Oleh : Subagio,M.Pd.*)

Tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu merupakan amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 50 ayat 2 berbunyi :”Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”. Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada standar nasional pendidikan, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan ada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Seluruh penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada tercapainya delapan standar nasional tersebut.

Selain amanat undang-undang sebagaimana dikemukakan di atas, sekurang-kurangnya ada Sembilan alasan yang mendasari perlunya penyelenggaraan pendidikan SMP yang bermutu. Pertama, dewasa ini kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan bermutu semakin tinggi. Jika penyelenggaraan pendidikan berlangsung ala kadarnya, maka lambat laun akan ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan social yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa kita. Pendidikan mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera. Pendidikan juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmonis dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi social dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis.

Selain itu, masyarakat menyadari pula bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu bisa memberikan sumbangan nyata bagi pertumbuhan ekonomi memperlihatkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan suatu masyarakat dengan kemajuan ekonomi (Depdiknas,2007)

Kedua, secara umum prestasi belajar anak-anak SMP kita jika dibandingkan dengan anak-anak dari Negara lain masih jauh ketinggalan. Paling tidak, gambaran seperti itu tampak pada studi yang dilakukan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of education Achievement), sebuah organisasi yang bergerak di bidang penilaian dan pengukuran pendidikan yang berpusat di Belanda. Berdasarkan hasil survey TIMSS (TRENDS IN International Mathematics and Science Study) tahun 2003 yang diselenggarakan oleh IEA, kemampuan anak-anak Indonesia dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada pada peringkat 34 dan 36 dari 46 negara yang di survey. Singapura menduduki peringkat pertama baik matematika maupun IPA. Malaysia berada di peringkat 10 untuk matematika, dan 20 untuk IPA. Sejumlah Negara maju di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, jepang, Taiwan, dan Hongkong, mendominasi peringkat teratas baik bidang matematika maupun IPA. Negara-negara tersebut, termasuk Singapura dan Malaysia, dikenal mempunyai perhatian sangat tinggi terhadap pembangunan pendidikan. Hasil survey TIMSS tahun 2007 yang diikuti oleh 48 negara juga menunjukkan bahwa mutu pendidikan SMP kita jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada di peringkat 36 dari 48 negara peserta.

Ketiga, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bernilai sangat strategis karena memungkinkan tersedianya sumber daya manusia (SDM) berkualitas dalam jumlah memadai, yang dikenal dengan critical mass. Ketersediaan SDM berkualitas dalam jumlah cukup itu sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan, khususnya bidang ekonomi. Hal ini terkait erat dengan paradigm kejayaan suatu bangsa, yang kini bertumpu pada knowledge based.

Keempat, SMP merupakan satuan pendidikan yang bertugas memberikan bekal kepada siswa agar setelah lulus mereka mampu melanjutkan ke pendidikan menengah atau pendidikan yang lebih tinggi. Di SMP memang diberikan pula keterampilan dasar. Tetapi karena kecil kemungkinan seorang anak lulusan SMP siap memasuki dunia kerja, maka yang paling utama dari penyelenggaraan pendidikan SMP adalah menyiapkan mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, apakah SLTA umum (SMA/MA) maupun kejuruan (SMK/MAK)

Kelima, masyarakat yang berpendidikan relative lebih mudah diajak maju. Pengalaman selama ini menunjukkan, banyak program pembangunan yang gagal dalam implementasinya lantaran tidak didukung tingkat pendidikan masyarakat. Mereka sangat sulit diajak melakukan hal-hal yang berbau modern.

Keenam, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut masyarakat lebih berpendidikan. Pada tahun 1980-an pelipatgandaan kemajuan ilmu pegetahuan membutuhkan waktu hamper 20 tahun, sekarang ini berlipat ganda hanya dalam hitungan hari. Jadi setiap hari ilmu pengetahuan berkembang luar biasa pesat.

Ketujuh, tingginya tingkat pendidikan suatu bangsa bisa meningkatkan daya saing sebagai contoh Singapura, Korea Selatan, dan Jepang yang suah tuntas pada tingkat wajib belajar 12 tahun. Bahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tingginya sudah mencapai sekitar 70%. Sementara APK perguruan tinggi Indonesia baru pada kisaran 18%.

Kedelapan, ketuntasan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun berkualitas merupakan bagian dari komitmen bangsa Indonesia terhadap gerakan Education for All (EFA) yang diprakasai UNESCO. EFA menargetkan pada tahun 2015 semua penduduk dunia harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar berkualitas.

Negara-negara di dunia sangat peduli dan berkomitmen melaksanakan EFA karena keberadaan Negara-negara yang tingkat pendidikan penduduknya terbelakang akan menyulitkan Negara-negara lain dalam kancah pergaulan internasional. Jepang, misalnya, yang sekitar 80% daratannya terdiri dari tanah pegunungan sehingga sulit ditanami, sangat bergantung pada suplai makanan dari Negara-negara lain, termasuk dari Indonesia. Sebaliknya Negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang membutuhkan kendaraan bermotor, sangat bergantung pada Jepang.

Sehingga tingkat kecerdasan suatu bangsa sangat dibutuhkan dalam pergaulan internasional. Investasi yang dating dari luar negeri tidak hanya mempertimbangkan situasi plitik dan keamanan maupun ketersediaan infrastruktur suatu Negara, tetapi juga bagaimana kualitas SDM-nya.

Kesembilan, dilihat dari peserta didik, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bisa memungkinkan mereka untuk mengarungi hidup yang lebih baik. Mereka akan lebih siap dalam memasuki era globalisasi, sehingga tidak mengalami keterkejutan budya (culture shock). Asumsinya, anak-anak lulusan SMP/ sederajat memiliki kemampuan dasar minimal, yang diharapkan membantu mereka baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya maupun memasuki kehidupan nyata di masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuhnya, akan semakin member peluang lebih besar dalam meraih kesuksesan hidup di masyarakat. Dalam konteks globalisasi, dengan berpendidikan minimal SMP/sederajat maka bangsa kita tidak akan menjadi korban dari derasnya arus globalisasi, melainkan ikut memainkan peranan.
Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan.