Minggu, 25 Juli 2010

INDONESIA JADI STANDAR RUJUKAN HALAL DI DUNIA

Liputan6.com, Jakarta: Indonesia menjadi rujukan bagi penentuan standar halal dunia bersama dengan Malaysia dan Singapura. "Kita menyamakan standar halal dengan merujuk pada Indonesia, Malaysia, dan Singapura," tutur Presiden World Halal Council Lukmanul Hakim di Jakarta, Ahad (25/7).
Kesepakatan tersebut diambil dalam pertemuan internasional mengenai standar halal yang diikuti 31 lembaga, seperti Shandong Islamic Assosiation (SIA) Cina, Australian Federation of Islamic Council (AFIC), dan Halal Transsction of Omaha (US). Dalam pertemuan tersebut, kata Lukmanul, semua lembaga yang hadir sepakat menyamakan standar halal untuk berbagai produk, seperti kosmetika, obat-obatan, dan pangan.
Pertemuan ini, menurut Lukmanul, merupakan pertemuan antarlembaga sertifikasi dari seluruh dunia yang membicarakan tentang standar dan prosedur sertifikasi halal. Hal tersebut disampaikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika atau (LPPOM), Mejelis Ulama Indonesia (MUI), dan Halal Feed and Food Inspection Authority Netherland.
Pertemuan ini juga membahas tentang standar sertifikasi halal pada penyembelihan hewan serta makanan olahan. "Kita sepakat membentuk tim dan nantinya akan melakukan tugas meratifikasi standar halal," kata Lukamnul. Sekadar informasi, upaya untuk menetapkan standar halal internasional sudah dirintis sejak World Halal Council terbentuk pada 1999 di Jakarta.
Lukmanul menambahkan, kesepakatan standar halal tersebut juga akan disampaikan ke organisasi negara-negara Islam (OKI) dan diinginkan juga diratifikasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Saat ini lembaga sertifikasi halal memiliki standar yang berbeda-beda, baik menyangkut standar organisasi dan sistem auditing, standar penyembelihan hewan serta makanan olahan.
Standar yang berbeda-beda ini sangat menyulitkan proses sertifikasi halal yang melibatkan penggunaan bahan atau produk antarnegara. Perbedaan yang sering terjadi dalam standar sertifikasi halal, lanjut Lukmanul, bukan pada konsep halal dan haram, melainkan lebih kepada standar pemeriksaan serta teknis pelaksanaannya, seperti teknik pemingsanan atau pembunuhan hewan dalam proses penyembelihan dan lain-lain.(BOG/Ant)

Rabu, 21 Juli 2010

BAHASA INDONESIA DI AJARKAN DI AUSTRALIA

Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran bahasa yang ditawarkan di beberapa sekolah di Australia. Sejumlah siswa yang memilih pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah mereka bahkan tertarik juga untuk belajar kebudayaan dan berkunjung ke Indonesia.

”Saya tertarik ingin tahu kebudayaan Indonesia. Suatu saat nanti saya berharap bisa ke Indonesia. Saya mau berenang di pantainya,” ujar Michael Winn, siswa kelas XII di Carey Baptist Grammar School Melbourne.

Sayangnya, travel advice soal kunjungan ke Indonesia membuat keinginan siswa Australia untuk belajar Bahasa Indonesia di negeri asalnya itu belum kunjung terlaksana.

Keinginan untuk bisa mengajak siswa SMP-SMA di Ferny Grove State School di Brisbane, Queensland, belajar langsung dari penutur asli di Indonesia memang hingga saat ini belum terwujud. Namun, pengajar Bahasa Indonesia di sekolah itu tak kehilangan akal.

Tak bisa ke Indonesia, akhirnya sejumlah siswa yang memilih belajar bahasa Indonesia pun diajak ke Malaysia untuk belajar bahasa dan kebudayaan Melayu. Kesempatan itu dimanfaatkan sebagai ajang untuk mempraktikkan kemampuan berbahasa Indonesia yang dialeknya hampir mirip dengan bahasa Melayu yang dipercakapkan di Malaysia.

Dalam kunjungan ke sejumlah sekolah di Melbourne dan Brisbane yang didukung Australian Education International (AEI) di Indonesia awal Juni lalu, Kompas berkesempatan melihat proses belajar Bahasa Indonesia bagi siswa SD, SMP, dan SMA Australia. Pilihan pelajaran Bahasa Indonesia ternyata cukup diminati siswa Australia, di samping bahasa Perancis, Jerman, dan Mandarin.

Fiona Hudghton, Kepala Departemen Bahasa di Ferny Grove State School, mengatakan, Bahasa Indonesia sudah diajarkan di sekolah itu sekitar delapan tahun lalu. Pelajaran bahasa dengan pilihan Bahasa Indonesia dan Jerman wajib diikuti siswa kelas VIII. Sekitar 40 persen siswa memilih untuk belajar Bahasa Indonesia.

”Sejak tahun lalu, Bahasa Indonesia mulai diajarkan sejak SD. Itu karena ada permintaan dari orangtua siswa. Alasannya karena Indonesia negara tetangga Australia, tidak ada salahnya untuk mengajarkan bahasanya kepada siswa di sini,” ujar Fiona yang juga menjadi salah satu pengajar Bahasa Indonesia.

Belajar Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia justru terlihat lebih menarik. Saat siswa kelas VIII belajar kata depan atau preposisi, Fiona memanfaatkan berbagai hewan mainan berukuran kecil sebagai alat bantu untuk memudahkan pemahaman siswa.

Dengan memindahkan posisi berbagai hewan mainan itu, siswa jadi lebih paham bagaimana menggunakan kata di belakang, di atas, di samping, dan lainnya.

Sementara itu, bagi siswa kelas XI dan XII, pelajaran Bahasa Indonesia juga dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan di negara Indonesia, mulai dari budaya, sastra, musik, dan film. Ketika Kompas, tvOne, dan staf AEI Surabaya Josephine Ratna melihat jam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa kelas XI dan XII memanfaatkan untuk berdiskusi soal kehidupan remaja di Indonesia.

Axel, misalnya, dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar menanyakan apakah remaja Indonesia kenal dengan budaya pesta bersama teman-teman sekolah. Sementara itu, yang lainnya bertanya soal kesempatan anak-anak lulusan SMA melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Di Melbourne, kelas Bahasa Indonesia salah satunya ditawarkan di Carey Baptist Grammar School sejak kelas VII. Bahasa Indonesia juga menjadi pilihan di antara Bahasa Mandarin, Jerman, dan Perancis. Siswa kelas XII yang mengambil kelas Bahasa Indonesia mesti siap-siap dengan ujian Bahasa Indonesia untuk kelas Victorian Certificate of Education (VCE) atau International Baccalaureate.

Heather Hardie, pengajar Bahasa Indonesia, berharap supaya travel advice ke Indonesia bisa dipertimbangkan kembali. ”Saya menikmati saat di Indonesia. Saya berharap anak-anak yang mengambil kelas bahasa bisa ke Indonesia. Sebenarnya, Indonesia tidak seseram yang dibayangkan orang,” ujar Heather.

Sumber : www.kompas.com